Rabu, 25 Agustus 2021

Bagaimana Cinta Menghabisi

Muhammad Yasir
 
Di atas meja triplek berwarna hitam, berlembar-lembar kertas berserakan. Di luar jendela, gang sempit membentang lengkap dengan bendera kebangsaan yang lusuh, melambai-lambai diterpa angin, seakan-akan atau seperti yang telah dikatakan bahwa bangsa ini telah merdeka dari kolonialisme putih. Di sisi kanan meja, ada kursi kayu tua dipernis sedemikian rupa, sehingga dapatlah engkau melihat dirimu di sana. Di sisi kiri meja, gorden berumbai pembatas ruangan yang tidak begitu luas itu dengan dua kamar, terayun-ayun. Tujuh kaki dari meja itu, pintu kaca berdecit. Itu terdengar seperti requiem. Kadang-kadang, terlihat seperti rengkuh seorang tentara yang hidup tanpa sepasang tangan. Tak lama kemudian, seorang lelaki pendek, berantakan, dan jelek muncul dari balik pintu. Wajahnya masam. Langkah kakinya hampir tidak terdengar. Dia duduk di kursi kayu itu dan meraba-raba setiap lembaran kertas itu. Kemudian, tangannya yang pendek mengambil selembar kertas dan membacanya dengan seksama.
 
Aku penulis cerita yang buruk, gumamnya. Bagaimana para penerbit cerita-cerita semacam ini?! Lelaki pendek itu kemudian mengambil lembaran kertas kedua dan membacanya secara seksama. Cinta, gumamnya lagi. Para redaktur yang agung, jelas akan mengejek cerita semacam ini! Oh! Kemudian lelaki itu mengambil lembaran kertas ketiga dan membacanya secara seksama. Kali ini, dia membisu. Sepasang matanya terpaku pada plot cerita di dalamnya. Bagaimana pun, dia tak mungkin bisa memungkiri bahwa pada lembaran kertas ketiga itu, tampak rumah-rumah baja tumbuh menjamur di atas tanah gersang - tanah kelahirannya yang telah habis. Kata demi kata yang telah ditulisnya, membuatnya terperanjat, mendongakkan kepala, kemudian memejamkan mata. Dan, cerita ini baru saja dimulai.
 
Orang kebanyakan bisa memperindah kesedihan korban-korban penindasan. Orang kebanyakan bisa mengatakan bahwa kaum miskin kota adalah simbol kegagalan negara. Namun, tidak seorang pun di antara mereka memiliki kesudian menjadi dan hidup di antara korban-korban dan kaum miskin kota itu. Lelaki pendek itu bangkit dari dipan tuanya. Matanya sembab dan merah. Semalam, pada musim hujan pertama, dia menghabiskan bacaannya; sebuah buku kumpulan cerita pendek tentang kesaksian dan cinta. Hal itu dia lakukan selama tiga tahun belakangan ini. Untuk membunuh kemalasan menulis, katanya. Setelah sarapan, lelaki pendek itu menapaki anak tangga yang berujung persis di ruangan berpintu serba kaca. Di sanalah, hampir sepanjang hari dia menghabiskan waktu untuk menulis.
 
“Menulis, membuatku hidup. Kata-kata telah membentuk diriku. Bagaimana aku akan mengkhianati itu dengan berpura-pura bekerja sebagai juru parkir atau tukang pos?! Katakan kepadaku, wahai penulis yang malang!” kata lelaki pendek itu kepada dirinya sendiri ketika dia berdiri persis di depan pintu, kemudian melanjutkan, “hari ini aku harus melahirkan satu cerita yang menarik yang bisa membuatku bertahan.”
 
Bagi lelaki pendek itu, menjadi penulis adalah kutukan. Engkau, katanya, takkan mungkin dapat membaca kehidupan dan kekacauan yang telah lalu. Karena kutukan, dia merasa ada semacam kengerian tersendiri. Bagaimana pun, pikirnya, sudah terlampau banyak penulis yang hidup sebagai parasit dan menulis cerita-cerita sekadarnya. Pula sudah terlampau banyak penulis, kiri-kanan-atas-bawah-haluan kiri-haluan kanan, melakukan kejahatan; mereka mengambil semangat perjuangan korban-korban penindasan dan kaum miskin kota menjadi cerita yang menarik, indah, dan menyengit. Maxim Gorki dan Pramoedya Ananta Toer sekalipun! Bukankah mereka menulis bukan atas dasar kemerdekaan individu, melainkan titah partai! Dan, bukankah segala bentuk titah adalah kekuasaan yang bisu yang sukar kita lawan, sekali pun kita adalah bagian dari perjuangan dan pesakitan?! Lelaki pendek itu, tiba-tiba, merobek selembar kertas berisi bakal cerita miliknya.
 
Setelah itu, lelaki pendek itu membanting penanya dan kursi kayu tuanya. Kemarahan yang meledak-ledak di dadanya. Dia mencintai dunia penulis, tetapi tak satu pun cerita selesai tertulis. Ada semacam kutukan yang lain, kutukan bahwa sesungguhnya dia belum pantas menjadi seorang penulis. Cintanya kepada dunia penulis, membuatnya hina. Kemudian, lelaki itu duduk di kursi di tepi gang sempit yang membentang lengkap dengan bendera kebangsaan yang lusuh, melambai-lambai kepadanya. Matanya yang sembab dan merah menatap bendera itu cukup lama. Imajinasi kepenulisannya muncul. Bendera kebangsaan itu tampak seperti sebuah rumah baja yang telah merampas tanah-airnya. Ada ribuan orang hidup di sana, di tanah gersang itu. Tidak lain. Semakin lelaki pendek itu menatap bendera kebangsaan itu, semakin hanyut pula dia dalam imajinasinya, sehingga pada satu titik dia bertemu dengan seorang buruh, perempuan yang mirip seperti ibunya, mengangkat sekarang pupuk yang sama beratnya dengan tubuhnya.
 
Ketika lelaki pendek itu hendak membantu, perempuan itu menolak. Tak baik, katanya. Orang kota seperti lelaki pendek itu tak semestinya berada di lingkungan rumah baja. Para petugas atau para mandor akan mencurigainya. Bahkan, tak segan-segan menghabisinya. Tetapi, lelaki pendek itu bersikeras dan mengatakan bahwa perempuan itu mirip dengan ibunya. Sekali lagi, perempuan itu menolak. Dan, lelaki pendek itu kalah. Dia menghentikan dirinya untuk memaksa perempuan itu. Akhirnya, dia menunggu perempuan itu menyelesaikan pekerjaannya. Sembari menunggu, pintu serba kaca itu berdecit. Kini, itu tak terdengar seperti requiem, melainkan suara istrinya.
 
“Apa yang engkau lamunkan?” kata istrinya.
 
Lelaki pendek itu terkejut, kemudian bangkit dan berjalan perlahan menuju istrinya.
 
“Tidak ada yang bisa kita makan hari ini. Cobalah pergi ke toko buku dan jual beberapa buku koleksimu. Atau, bukankah engkau memiliki seorang teman yang memiliki penerbitan. Katakan, bahwa engkau memiliki cerita-cerita yang menarik tentang perjuangan, penindasan, perlawanan, dan kegagalan sebagai hasilnya. Bukankah para pembacamu menyukai cerita-cerita demikian?! Aku malu, sungguh, jika aku harus datang ke rumah keluarga besar. Mereka tidak sepertimu, jadi jangan memaksa diri untuk tampak bahwa engkau memiliki kemampuan.”
 
Lelaki pendek itu tak menggubris. Kemudian dia duduk di kursi kayu tuanya dan mengambil selembar kertas baru untuk cerita baru yang muncul dalam kepalanya. Sementara itu, istrinya kembali ke kamar dan berharap bahwa lelaki pendek itu dapat menyelamatkan mereka.
 
Pukul sebelas malam, gerimis tiba sejam sebelum terompet kereta terdengar. Lelaki itu berjuang sekuatnya untuk menulis cerita tentang cintanya kepada tanah air dan keluarganya; lebih-lebih dia berharap temannya yang memiliki penerbitan itu bersedia membacanya dan membayar di awal. Akan tetapi, hingga langit subuh sebentar lagi robek, matahari segera muncul, dan hidupnya akan begitu saja lagi, tidak satu pun cerita berhasil dia tuliskan. Semua percobaan berakhir di kata pertama, kata pembuka. Entah mengapa. Karena sudah tak kuasa lagi, lelaki pendek itu pergi ke dapur, mencopot tabung gas kemudian melempar sebilah korek api ke sana, maka api menyala-nyala membakar semuanya. Benar, semuanya. Tak tersisa. Bau daging panggang dan rambut terbakar memenuhi setiap sudut gang! Dan, bendera kebangsaan itu berhenti melambai-lambai. Entah mengapa.

Surabaya, 2021 http://pustakapujangga.com/2021/08/bagaimana-cinta-menghabisi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt