Rabu, 07 Maret 2018

Usaha Mencintai Hujan; Usaha Mencintaimu

Khoshshol Fairuz *

“Sungguh aku mencintaimu hujan, meski kemarau tlah mengubur kenangan, aku ingin memelukmu sederas hujan hari ini.” Satu paragraf dari saduran puisi dengan judul yang sama mengawali buku sekumpulan 95 puisi R. Giryadi ini menggambarkan seluruh isinya, seolah penyair ini ingin mengatakan, hujan adalah hidupku. Tapi dicekal makna dan mengalami penyempitan, maka cukuplah Usaha (untuk) Mencintai Hujan.

Puisi-puisinya banyak bernuansa kritik sosial (tikungan, orang asing, bukan negeri dongeng, jakarta, dll), tentang kedalaman kontemplasi (judul yang mengandung kata ‘hujan’), kesadaran literasi (buku, di perpustakaan), kesederhanaan (kalangan—bandar), cinta (surat penyair dan balasannya, sajak bisu buat ibu). Dll.

Dominasi ‘hujan’ sebagai acuan judul buku ini mengandung makna implisit yang sangat kuat dan perenungan yang dalam, ini ditandai dengan puisi dengan judul yang sama:

Usaha Mencintai Hujan

Sesungguhnya aku mencintai hujan dengan segala laknat yang menyerta...Lalu tubuh pun lumer oleh ingatan tentang kota yang tiba-tiba pergi entah kemana
Atau tentang dirimu yang hilang pada rimba hujan...Aku mencintaimu meski kemarau begitu panjang membakar ilalang yang bertumbuhan di tubuhku. Aku mencoba menyemai gerimis, meski di mataku geluduk memusnahkan keceriaan masa lalu.

Usaha nyata mencintai adalah penerimaan segala konsekuensi, meskipun yang dicintainya hanya ingatan, atau tanpa bekas. Tentang ada tidaknya sesuatu untuk dicintai, terlepas dari alpa dan hadirnya, bagi R Giryadi cinta adalah totalitas penyerahan hati tanpa ekspektasi kembali.

Seperti pada umumnya penyair Jawa, dalam buku ini R. Giryadi sesekali menunjukkan ke-Jawa-annya lewat pemilihan diksi-diksi berbahasa Jawa, semisal geluduk (hujan pagi ini 2), kalis (laut). Bahkan ia menyisipkan kosa kata asli jawa yang tidak ditemukan dalam KBBI, seperti medingkrang (kalangan), ngithit (bandar), mblobor (kata-kata hujan), disubya-subya (surat penyair), nonggeret (kemarau bulan juni). Seolah ada makna yang gagal disampaikan melalui puisi jika mengadopsi kosakata dalam bahasa Indonesia, memutuskan menggunakan kosakata jawa merupakan penguatan makna dan identitas diri.

Beberapa kali kita akan menemukan puisi dengan nuansa agraria, seperti dalam Hujan Kenangan yang bertitimangsa di Sumenep, Madura, penulis mencatut pohon gayam. Gayam yang berasal dari kata “ga” atau gayuh (mencari), sedangkan potongan kata “yam” yakni simbolisasi dari kata ayem (tenang). Mungkin sangat tidak familiar bagi kita orang-orang modern mengingat sangat jarangnya pemanfaatan buahnya yang harus melalui proses sebelum dimakan, akan tetapi memliki makna filosofis yang kuat, selain gayam ada trembesi dan perdu yang ditulis juga.

Sedikitnya tiga buah puisi yang bercerita lautan, menimbulkan tanya yang kuat, penulis menyukai hujan tapi tidak menuliskan banyak tentang laut dan pantai-pantainya. Padahal secara geografis daerah kelahiran R. Giryadi, Blitar, memiliki pantai eksotis, pun secara ilmiah hujan tidak akan ada tanpa proses penguapan laut. Terjadi kerumpangan, atau mungkin penulis hanya menyampaikan pesan lewat hujan saja, sebab keadilan puisi bisa jadi hanya terletak pada kefokusan obyek tunggal untuk dicintai. Tidak dicantumkannya nama Umbul Waaru, Serang, Pangi, dsb sebagai salah satu ciri khas Blitar menunjukkan bahwa penyair mencintai lautan lebih luas daripada samuderanya, dengan cinta yang entah. Ketidakikutsertaan tokoh nomor satu Indonesia juga memancing tanya, kemana sebenarnya arah puisi putra Blitar ini?

Penjelasan selanjutnya kita berada dalam kondisi spekulatif soal sejauh mana kadar licencia poetica dari seorang R. Giryadi. Pertama, ada dua judul puisi yang sama, bait awal hingga tengah sama, namun memiliki ending yang berbeda. Dua puisi itu adalah; Dongeng Pohon. Keduanya sama persis, yang membedakan adalah bait akhir dan dua gambar ember yang letaknya berbeda (ember-ember ini akan dibahas selanjutnya). Lazimnya ada aturan setiap puisi itu tercipta, akan tetapi penyair boleh melabrak kaidah bahasa selama masih menimbulkan estetika tersendiri, hal ini kemudian yang populer dengan nama licencia poetica atau legitimasi kebebasan khusus dari dunia sastra untuk para penyair. Juga, interpretasi yang bervariasi membuat puisi bersifat kontemporer, berbagai asumsi justru membuat puisi menemukan jiwanya sendiri.

Menarik ketika kita lirik desain simple dari buku Usaha Mencintai Hujan ini, ketika membuka halaman demi halaman kita akan menjumpai ada ember dengan berbagai ukuran dan posisi penempatannya, ada beberapa namun tidak semua puisi ‘diberi’ ember. Kalau tanpa tujuan dan memiliki nilai estetika tersendiri, untuk mengisi ruang kosong tanpa bait puisi kah? Mari kita petakan dari awal; hujan hanya membawa tetes, dan tetesan itu biasa tertampung dalam ember. Hujan adalah sesuatu yang disampaikan penulis, dan ember adalah ekspektasi penulis supaya pembaca bersikap bijak seperti penempatan dan jumlah ember.

Ember pertama kecil, diikuti potongan puisi Usaha Mencintai Hujan; ember kedua besar, penulis berharap dengan kemampuan pembaca yang kecil bisa menampung manfaat dan cinta yang besar; ember ketiga Pada Suatu Hari menengadah ke atas, memiliki filosofi penerimaan yang luas; ember pada puisi Bandar, kecil dan terletak di pinggir, supaya mengesampingkan nasib dan mendahulukan usaha; Pelayaran Perahu Kecil diakhiri tiga ember yang bila ditelisik akan menggambarkan betapa perlunya kita lebih dari satu ember untuk menampung perjalanan hujan kehidupan; Homo Corruptikus adalah spesies baru sejarah manusia, memiliki 3 ember yang menghadap samping seolah enggan menerima tetes praktik KKN dan usaha membuangnya; satu ember menyerong diagonal pada puisi Dongeng Pohon bermakna pilihan; begitu seterusnya hingga dituntaskan oleh ember berisi bunga mekar hasil cintanya kepada hujan: Sajak Bisu Buat Ibu.

Upaya R. Giryadi memposisikan puisi-puisinya juga terbilang ngestetika; kumpulan puisi dengan dasar kata ‘hujan’ menjadi skenario panjang yang disusun dengan teka-teki cinta. Begitu juga dengan 11 kemarau sengaja ditulis tak berurutan, dimulai dari Kemarau (16), (15), dst. Dalam puisi kemarau itu ditulis dengan menghitung mundur; ada upaya pengembalian ingatan dan memori saat musim kerontang. Rupanya penulis tak berhenti sampai sana, ada sekumpulan puisi dengan judul yang sama dan hanya dibedakan oleh angka saja; Retorika Hujan 13, 6, 4, 2 ,ini akan menjadi masalah ketika kita berbicara matematika, akan tetapi penulis mampu mengkotak-kotakkan kepala kita untuk mencari keindahan dan maknanya, dalam retorika hujan hanya ada satu angka yang bukan bilangan genap yaitu 13, penulis ingin menyempurnakan keganjilan dalam kehidupan dengan membiarkan 6, 4, 2 menggenapi sisi-sisi yang rumpang.

Pada akhirnya Usaha Mencintai Hujan telah sampai kepada Sajak Bisu Buat Ibu, sekumpulan puisi tentang ingatan dan kegundahan hati mencapai ember yang disediakan oleh ibu penyair. Penutupan rasa dari R. Giryadi dari usaha mencintai hujan yang memuarakan cinta kepada ibunya:

Ibu.
Ijinkan aku menjadi batu ... aku hanya bisa jadi batu, ibu
Dari musim ke musim di kota ini, walau irama dongengmu selalu menghantuiku setiap malam.
Lik Gir, selamat! Hujan yang engkau cinta, tlah tuntas menggenangi dada.
***

*) Murid CEO Boenga Ketjil, Andhi Setyo Wibowo (Andhi Kephix).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt