Sabtu, 11 Agustus 2018

TEKNOKRASI NEOLIBERAL “PLUS” ATAU “VERSUS” USHUL FIQH?

Tentang Jokowi dan Kiai Ma'ruf
Muhammad Al-Fayyadl
Sosok Kiai Ma’ruf Amin menjadi pergunjingan negeri ini. Tapi bukan sosoknya yang penting dibincang – karena hanya akan menimbulkan “ghibah” dan “namimah” – tapi orientasi pemikiran dan ideologinya. Cocok atau berseberangan dengan Jokowi.

Jokowi, kita tahu, adalah seorang teknokrat. Ia menghidupkan kembali teknokrasi Soeharto dengan “developmentalisme”-nya. Orientasinya ekonomi pembangunan, namun bedanya, ia hidup di zaman pasar bebas dan demokrasi populis. Pembangunan neoliberal, dengan pemikiran: negara harus dibuka selebar-lebarnya kepada mekanisme pasar, yang sering kali brutal tentu saja. Ramah investasi dan investor, asing maupun dalam negeri. Orientasinya penguatan kelas menengah dan kaum pemodal. Meski mengklaim kemajuan di bidang infrastruktur, puluhan kasus rakyat berskala besar – sebagian berujung tragedi berdarah – terjadi di bawah kebijakan yang ditandatanganinya atau direstuinya, atau skema makro yang dirancangnya. Dalam orientasi pembangunan neoliberalnya, ia menggenapi SBY, yang memulai dengan MP3EI. Jokowi adalah pelengkap kisah proyek-proyek yang mangkrak di era SBY, untuk kemudian digenapinya dengan kisah “keberhasilan”. Teknokrasi di bawah pemerintahannya relatif lebih solid, karena melibatkan semua sumber daya yang ada: kaum aktivis, intelektual, birokrat, militer, sampai tokoh agama. Teknokrasinya “partisipatif” dan populistik. Tapi yang jelas, jarang rakyat terdampak dilibatkan. Teknokrasinya otomatis punya watak meng-eksklusi.

Di sisi lain, Kiai Ma’ruf adalah kiai yang punya latar belakang seorang ahli Ushul Fiqh dan Fiqh. Ia termasuk, di kalangan kiai-kiai NU, orang yang menggagas perlunya ber-fiqh secara metodologis, “manhaji”. Kalangan santri memahami Ushul Fiqh sebagai “Filsafatnya Hukum Islam”. Pantas bila Kiai Ma’ruf seorang konseptor yang tangguh, karena pemikirannya punya dimensi metodologis dan rasional yang cukup kuat.

Dilihat dari Ushul Fiqh, sumbangan Kiai Ma’ruf mungkin terletak pada orientasi pemikirannya yang menekankan orientasi “Kemaslahatan” – yang populer dengan “Fiqh Maqashid”. Di beberapa Muktamar NU, pemikiran ini yang mulai menjadi tren: cara ber-fiqh NU tidak lagi terbatas kasuistik, tapi melihat secara makro kondisi-kondisi struktural umat. Salah satu capaian penting NU di bawah kepemimpinan beliau selaku Rais Syuriah adalah keputusan NU untuk menyetujui dan melaksanakan “Reforma Agraria” di Munas Lombok. Tujuannya adalah mengurangi ketimpangan antara tuan tanah dan rakyat tak bertanah.

Orientasi ini yang mungkin mendorong Kiai Ma’ruf, dalam jumpa pers pertamanya setelah ditunjuk menjadi cawapres, berbicara mengenai Kedaulatan Pangan dan ekonomi berbasis umat. Beliau mengkritik orientasi ekonomi “era sebelumnya” yang berorientasi akumulasi, alih-alih distribusi – istilah Kiai Ma’ruf, “ekonomi yang melahirkan konglomerasi”. Dari sisi ini, ada orientasi anti-kapitalistik pada pemikiran Kiai Ma’ruf, walaupun tidak murni.

Apakah Kiai Ma’ruf menolak kapitalisme? Tidak dapat dibilang demikian. Meski mengkritik kapitalisme oligarkis yang melahirkan konglomerasi, tidak berarti Kiai Ma’ruf anti-kapitalisme. Ia tidak bermasalah dengan kapitalisme sejauh sejalan dengan “syari’ah” – kapitalisme yang difilter dengan nilai-nilai dan hukum syari’ah. Kita bisa mengatakan, Kiai Ma’ruf adalah seorang pemikir dari poros Ekonomi Syariah. Beliau tidak datang dari kubu Neoklasik (Kapitalis) maupun Sosialis. Beliau ingin mengoreksi kapitalisme dengan Ekonomi Syariah. Pro-pasar, tapi pasar yang “syar’i”. Peran ini yang dijalankan Kiai Ma’ruf di MUI, dan dengan pergaulannya dengan komunitas perbankan dan lembaga-lembaga keuangan syariah.

Dilihat dari MUI, Kiai Ma’ruf terkesan sebagai seorang konservatif tulen. (Beberapa aktivis melabelinya demikian.) Konservatismenya dikesankan dari kedekatannya dengan kelompok-kelompok Islamis. Tapi terkadang dilupakan, Kiai Ma’ruf juga aktif di NU. Jika di MUI pemikirannya tampak konservatif dan tekstualis (produk dari nalar Fiqh-nya), di NU, sebaliknya, ia tampak membawa pembaharuan dan terkesan sebagai pembaru (produk dari nalar Ushul Fiqh-nya). Jika di MUI pemikirannya tampak intoleran dan “purist”, di NU Kiai Ma’ruf justru menggemakan moderatisme (Wasathiyah).

Persilangan ini yang membuat Kiai Ma’ruf unik dan tampak tidak konsisten. Selama menjabat di MUI, beberapa produk fatwa MUI yang hitam-putih dan diskriminatif lahir. Siapapun dapat mengkritik – karena layak dikritik – fatwa-fatwa MUI seputar Ahmadiyah, Syiah Sampang, LGBT, Gereja Yasmin, dan lain-lain. Kasus-kasus rakyat “minoritas” (walaupun sebutan ini bermasalah). Bagaimana Kiai Ma’ruf dapat turut serta melahirkan produk-produk fatwa semacam ini? Ini bisa jadi karena produk nalar Fiqh-nya. Fiqh menuntut kejelasan halal dan haram. Bisa juga karena bias produk pemikiran Aswaja yang memang tidak menoleransi penyimpangan akidah, jika telah menimbulkan keresahan. Tapi yang ganjil, pertimbangan “Kemaslahatan” seolah tidak dipakai Kiai Ma’ruf di MUI.

Di sisi lain, Fiqh Kemaslahatan – produk dari Ushul Fiqh-nya – dipakai Kiai Ma’ruf di kalangan NU untuk memberikan landasan bagi kebangsaan dan keindonesiaan. Visi Kiai Ma’ruf ini terkesan mengayomi semua perbedaan. Termasuk eksistensi kaum “minoritas”. (Jadi, ketika para aktivis menyoroti Kiai Ma’ruf sebagai aktor intoleransi, terutama karena komentarnya tentang Ahok, visi kebangsaan ini jarang disorot atau disentuh. Padahal menarik kalau produk fatwa MUI dan statemen publik Kiai Ma’ruf sebagai pejabat MUI di-“cross-check”/dikonfrontir dengan visi kebangsaan dan moderasi-nya sebagai Rais ‘Am NU. Karena pengaruh media, Kiai Ma’ruf lebih dikenal sebagai pejabat MUI daripada kiai NU.)

Dualisme keorganisasian ini, beserta nalar pemikiran yang dibangun, membuat kita layak bertanya: nanti jika pasangan ini terpilih, manakah yang akan dominan? Kiprah Kiai Ma’ruf di MUI dekat dengan nalar Teknokrasi, karena Fiqh memang cenderung kaku, halal-haram. Mirip seperti nalar teknokratis: bangun atau gusur! Tak peduli orang menderita. Sebaliknya, kiprah beliau di NU bersumber dari Ushul Fiqh yang ketat dalam prinsip, lentur dalam penerapan. Berpijak pada Kemaslahatan, Penolakan atas Bahaya (Daf’u al-Dharar), keberpihakan kepada rakyat, dan sejumlah poin lainnya. Dari Ushul Fiqh ini, kita bisa memahami penolakan Kiai Ma’ruf atas liberalisme paham keislaman maupun ekstremisme-Salafi, penolakannya untuk “terlalu bebas” dan “terlalu kaku”.

Dalam bahasa lain, apakah Ushul Fiqh Kiai Ma’ruf akan menjadi pelengkap mulus Teknokrasi Jokowi atau mampu meredamnya? Apakah serban putih Kiai Ma’ruf mampu menjinakkan keliaran nafsu akumulasi para pengusaha dan pejabat parpol di sekitar Jokowi, atau menjadi pelindung bagi kepentingan-kepentingan mereka kelak, yang akan semakin menyengsarakan rakyat ke dalam krisis? Apakah wajah teduh Kiai Ma’ruf mampu memandang umat dengan rahmat, dan membuatnya mampu meredam ekses kebijakan Jokowi, syukur-syukur membatalkan skema makro ekonominya yang neoliberalis?

Kiai Ma’ruf tidak sendirian jika bersama Tuhan, dan bersama orang-orang yang teraniaya. Namun itu mensyaratkan blok politik yang tangguh. Sementara, orang-orang di sekitar Jokowi adalah para politisi, pemodal, dan oligarkh yang tak henti-hentinya berpikir untuk kepentingan diri dan kelompoknya.

Kesempatan pertama Kiai Ma’ruf adalah berstatemen untuk Lombok. Mendorong pemerintah untuk menjadikan musibah rakyat ini musibah nasional dan internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt