KITONG SAYANG TANAH PAPUA, TRA TERBILANG BAHASA DAN SASTRANYA
Djoko Saryono *
di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung (Pepatah Melayu)
di mana bumi Papua sa pijak, di situ langit Papua sa junjung
Apuni inyamukut werek halok yugunat tosu
Berbuatlah sesuatu yang terbaik terhadap sesama (Pepatah Lembah Baliem, Wamena)
Berbuatlah sesuatu yang terbaik terhadap bahasa dan sastra Tanah Papua
RINGKASAN
Selain kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa, Tanah Papua memiliki kekayaan kebudayaan yang beraneka ragam luar biasa termasuk kedalamnya kekayaan akan bahasa dan sastra. Tanah Papua kaya raya akan bahasa dan sastra dengan keanekaragaman yang mengesankan. Kekayaan bahasa dan sastra yang sangat beraneka ragam itu membentuk sebuah panorama, lanskap atau taman kebahasaan dan kesastraan di Tanah Papua.
Dalam perspektif Ong (2012) dan Saryono (2019), panorama atau lanskap kebahasaan dan kesastraan di Tanah Papua dapat dikategorikan ke dalam empat kuadran, yaitu (a) sastra lisan yang hidup di dalam kebudayaan kelisanan primer, (b) sastra naskah yang hidup di dalam kebudayaan manuskrip, (c) sastra tulis-cetak yang hidup di dalam kebudayaan tulis-cetak, dan (d) sastra lisan kedua dan sastra lain yang hidup di dalam kebudayaan kelisanan sekunder atau digital. Sastra lisan Tanah Papua yang indentik dengan sastra daerah jelaslah kaya dan beraneka ragam luar biasa.
Kekayaan utama Tanah Papua yang paling luar biasa memang tradisi lisan dan sastra lisan, yang identik dengan sastra daerah. Meskipun tidak sekaya dan seberaneka ragam sastra lisan, sastra naskah Tanah Papua sedang tumbuh dan berkembang. Demikian juga sastra tulis di Tanah Papua terus tumbuh dan berkembang. Demikian juga sastra lisan sekunder dan sastra di dunia digital Tanah Papua mulai tumbuh dan berkembang. Kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra Tanah Papua yang luar biasa tersebut dimajukan agar keberadaan dan keadaannya stabil sehingga dapat menjadi aset atau kapital kebudayaan Tanah Papua.
Pemajuan bahasa dans sastra Tanah Papua bukan hanya terbatas pada penyelamatan, pelestarian, pelindungan, dan pemeliharaan bahasa dan sastra Tanah Papua, tetapi juga pembugaran (revitalisasi), peremajaan/pemudaan (rejuvinasi), pengembangan, pembinaan, dan penguatan bahasa dan sastra Tanah Papua. Hal tersebut perlu dilaksanakan dalam tiga ranah kebudayaan secara sinergis, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat (komunitas).
/1/
Selain sumber daya alam, kekayaan apakah yang dimiliki oleh Tanah Papua? Selain keanekaragaman hayati yang luar biasa [seperti dapat dilihat di dalam buku Ekologi Papua suntingan Sri Nurani Kartikasari dan kawan-kawan atau buku Atlas Sumber Daya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geopasial], keanekaragaman apakah yang luar biasa di Tanah Papua? Tak syak lagi, kekayaan kebudayaan – termasuk di dalamnya kekayaan bahasa dan sastra. Dapat dikatakan bahwa Tanah Papua kaya raya akan bahasa dan sastra. Tidak mungkin dipungkiri lagi, keanekaragaman kebudayaan – termasuk keanekaragamaan bahasa dan sastra sangat mengesankan.
Memang tidak mudah mengetahuinya secara utuh dan lengkap. Namun, secara impresif sketsa umum kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua dapat kita ketahui dengan membaca pelbagai kajian dan wacana yang diproduksi oleh berbagai pihak; membaca hasil pemetaan kebudayaan khususnya bahasa dan sastra yang dikerjakan oleh pelbagai pihak – tegasnya bisa dilihat dalam peta bahasa dan sastra Tanah Papua; dan bahkan bilamana memungkinkan bisa kita ketahui dengan menjelajahi ruang dan tempat (space dan place) di seluruh Tanah Papua baik dalam rangka penelitian maupun dalam rangka pemberdayaan. Misalkan, bilamana dibaca secara cermat hasil pemetaan bahasa di Tanah Papua yang dikerjakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan niscaya kita akan terkesan betapa kaya dan beraneka ragamnya bahasa – termasuk tentu sastranya – di Tanah Papua yang kita cintai bersama. Kemudian bilamana dibaca secara detail Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Tanah Papua tentulah kita akan terkesan betapa kaya dan beraneka ragamnya kebudayaan daerah Tanah Papua –di dalamnya termasuk kekayaan dan keanekaragamaan bahasa dan sastra. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa aset atau kapital kebudayaan khususnya bahasa dan sastra Tanah Papua sungguh kaya dan beraneka ragam.
/2/
Sudah tentu kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua – sebagai unsur himpunan terpadu kebudayaan (di) Tanah Papua, bahkan unsur himpunan kebudayaan nasional – dapat membentuk panorama kebahasaan dan kesastraan yang indah; membentuk lanskap kebahasaan dan kesastraan (linguistic and literary landscape) yang mengesankan; atau membentuk taman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua yang berkesan. Panorama, lanskap atau taman kebahasaan dan kesastraan yang kaya dan beranekaragam di Tanah Papua dapat diketahui berdasarkan berbagai kategori atau perspektif. Sebagai contoh, berdasarkan perspektif kecenderungan historisitas kebudayaan, sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra tradisi[onal] dan (b) sastra modern. Atas dasar perspektif keruangan (spasialitas) sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra lokal dan (b) sastra nasional. Kemudian berdasarkan bahasa yang melekat di dalam sastra dapat dikategorikan (a) sastra daerah yang menggunakan bahasa-bahasa daerah dan (b) sastra Indonesia yang memakai bahasa Indonesia. Kategori sastra lokal bersilangan, bahkan indentik dengan sastra daerah pada satu sisi dan pada sisi lain kategori sastra nasional identik atau bersilangan dengan sastra Indonesia. Baik sastra lokal atau sastra daerah maupun sastra nasional atau sastra Indonesia dapat meliputi sastra tradisi(onal) dan sastra modern. Pelbagai kategori sastra (di) Tanah Papua tersebut bisa terdiri atas puisi dan prosa. Sastra dramatik dalam pengertian mutakhir boleh jadi tidak berkembang di dalam kebudayaan Papua.
Selain itu, dalam perspektif [Walter] Ong (2012) dan [Djoko] Saryono (2019) yang didasarkan pada tingkat teknologisasi bahasa dan orientasi kebudayaan, sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra lisan primer yang beralas pada kelisanan primer atau kebudayaan lisan, (b) sastra naskah yang beralas pada tradisi manuskrip atau kebudayaan membaca secara kolektif, (c) sastra tulis-cetak yang beralaskan tradisi tulis-cetak atau kebudayaan literasi, dan (d) sastra lisan sekunder, sastra terdigitalisasi atau sastra digital yang beralaskan kelisanan sekunder/kedua atau kebudayaan digital. Dapat dikatakan, kekayaan dan keanekaragaman sastra lisan primer Tanah Papua sangat mengesankan meskipun harus diakui bahwa kekayaan dan keanekaragaman sastra naskah Tanah Papua tidaklah seberapa. Kekuatan utama yang menjadi aset paling berharga Tanah Papua memang tradisi lisan dan kebudayaan lisan, bukan tradisi dan kebudayaan manuskrip. Selanjutnya, sastra tulis-cetak dan sastra lisan terdigitalisasi atau sastra digital (di) Tanah Papua pastilah semakin tumbuh dan berkembang – meskipun belum tentu pesat dan sesuai harapan – karena tradisi baca-tulis dan kebudayaan literasi terus digalakkan dan dikembangkan pada satu sisi dan pada lain tradisi lisan sekunder dan kebudayaan digital semakin tumbuh-berkembang di Tanah Papua. Seiring dengan semakin menguatnya kebudayaan literasi sekaligus kebudayaan digital, sastra tulis-cetak dan sastra terdigitalisasi atau sastra digital (di) Tanah Papua memiliki prakondisi dan atmosfer untuk tumbuh-berkembang dengan baik dan mengesankan pada masa depan. Di sini malah bisa dikatakan bahwa masa depan sastra (di) Tanah Papua – apakah akan semakin kaya dan beraneka ragam atau tidak – sangat bergantung pada usaha-usaha memajukan kebudayaan literasi sekaligus kebudayaan lisan kedua (digital) di Tanah Papua.
/3/
Hal tersebut sudah memperlihatkan betapa kekayaan dan keanekaragaman sastra (dan tentu bahasa dan seni lain) Tanah Papua sangat mengesankan dan menjanjikan. Kekayaan dan keanekaragaman sastra (dan bahasa) Tanah Papua merupakan aset atau kapital kebudayaan yang sangat berharga dan penting bagi Tanah Papua khususnya bagi warga Papua. Dikatakan demikian karena, pertama, sastra (di) Tanah Papua dapat menentukan atau setidak-tidaknya menopang keberadaan dan martabat Tanah Papua di mata pihak lain. Khusus sastra lisan yang identik dengan sastra daerah Tanah Papua – yang sesungguhnya sangat plural dan multikultural – malah dapat menjadi landasan pembentukan atau penguatan identitas kepapuaan yang berakar pluralisme dan multikulturalisme. Kedua, sastra (di) Tanah Papua khususnya sastra lisan yang mutatis mutandis sastra daerah – yang meliputi bermacam-macam genre sastra – merupakan aset atau kapital kebudayaan yang dimiliki oleh Tanah Papua yang dapat menjadi bekal atau modal untuk memasuki zaman baru yang kini sedang datang menjelang, di antaranya yang disebut era ekonomi kreatif, era ekonomi berbagi (sharing economy), era disrupsi teknologi digital, dan era mahadata (big data). Bahkan bolehlah dikatakan di sini bahwa sastra daerah Papua – yang beraneka ragam dari sisi etnisitas dan genre sastra – dapat menjadi aset utama Tanah Papua untuk memasuki industri kreatif dan kewirausahaan kreatif. Lebih lanjut, ketiga, sastra daerah atau sastra lisan Tanah Papua sebagai rumah eksistensi (house of being, kata Heidegger) atau dunia kehidupan (lebenswelt, kata para pemikir Jerman) orang-orang Tanah Papua dapat menjadi dasar orientasi, proyeksi, dan kultivasi (perawatan) peri kehidupan warga Tanah Papua karena di dalam sastra yang dimaksud niscaya terkandung kosmologi dan mitologi orang-orang Tanah Papua. Kepunahan sebuah genre sastra lisan Tanah Papua dapat berarti hancur atau hilangnya kosmologi dan mitologi warga Tanah Papua, yang kemudian akan membuat warga Tanah Papua kehilangan orientasi dan proyeksi hidup. Misalnya, hilang atau rusaknya mitos-mitos Amungme bisa mengguncangkan orientasi orang-orang Amungme; pudarnya tradisi munaba di Yapen Waropen dapat mengganggu orientasi dan perilaku hidup orang-orang Yapen Waropen.
Sejalan dengan itu, diperlukan usaha-usaha memajukan sastra (sekaligus bahasa dan tradisi seni ) Tanah Papua. Usaha-usaha memajukan sastra Tanah Papua di sini berarti usah meningkatkan ketahanan, kedaulatan, dan keberlanjutan sastra Tanah Papua agar dapat memberikan kontribusi bagi peri kehidupan orang-orang Papua dan peri kehidupan bangsa, bahkan peri kehidupan bangsa-bangsa di dunia – dengan kata lain, sastra Tanah Papua bisa memberikan kontribusi bagi kebudayaan dan peradaban lain. Usaha-usaha pemajuan sastra (di) Tanah Papua itu dapat ditempuh dengan empat cara utama, yaitu (1) pelindungan sastra (di) Tanah Papua, (2) pembinaan sastra (di) Tanah Papua, (3) pengambangan sastra (di) Tanah Papua, dan (4) pemanfaatan sastra (di) Tanah Papua. Pelindungan sastra Tanah Papua (beserta hal-hal yang melekat padanya) diarahkan pada tetap hidup dan berkembangnya sastra Tanah Papua dengan daya adaptabilitas dan keberlanjutan yang baik di tengah laju perubahan zaman yang cepat dan berlari lintang pukang. Pembinaan sastra Tanah Papua diarahkan pada tetap dikuasai dan digunakannya sastra Tanah Papua dengan baik oleh para masyarakat sastra Tanah Papua – dan masyarakat lain yang memerlukannya sehingga pemilik dan atau pemangku sastra Tanah Papua tetap mengenal dan menguasai sastra Tanah Papua. Kemudian pengembangan sastra Tanah Papua diarahkan usaha-usaha menghidupkan dan memperkuat ekologi atau ekosistem sastra Tanah Papua pada satu sisi dan pada sisi lain usaha meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan nilai-guna dan fungsi sastra di Tanah Papua – dan juga di tempat-tempat lain di luar Tanah Papua. Selanjutnya pemanfaatan sastra Tanah Papua diarahkan pada usaha-usaha mendayagunakan dan melipatgandakan nilai-guna sastra Tanah Papua untuk berbagai kepentingan kehidupan, kemanusiaan, dan kebudayaan, antara lain kepentingan ekonomis, sosiokultural, religiokultural, dan ideologis.
/4/
Berbagai usaha pemajuan sastra Tanah Papua tersebut dilaksanakan di dalam ruang-ruang dan tempat-tempat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan dan peradaban Tanah Papua – yang sesungguhnya majemuk dan beraneka ragam. Tiga ruang dan tempat utama tumbuh-kembangnya kebudayaan dan peradaban Tanah Papua adalah keluarga, masyarakat (khususnya komunitas), dan sekolah. Dapat dikatakan, keluarga, sekolah, dan komunitas sekarang menjadi ruang utama kebudayaan dan peradaban. Mengingat sekolah sekarang samakin padat dan penuh dengan agenda, peran dan fungsi keluarga dan komunitas di Tanah Papua perlu diperbesar dan diperluas untuk arena pemajuan sastra Tanah Papua – sehingga keluarga dan komunitas di Tanah Papua dapat menjadi habitat utama kehidupan sastra Tanah Papua.
***
*) Guru Besar Universitas Negeri Malang.
http://sastra-indonesia.com/2019/08/kitong-sayang-tanah-papua-tra-terbilang-bahasa-dan-sastranya/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar