Jumat, 08 November 2019

Awal Mengenal Sejarah Lokal

Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Diskusi Budaya bersama Rakai Lukman, Fahrur Rozi, dan Fathul Qorib
di Desa Cangaan, Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur.

MENGENAL KAJIAN SEJARAH DAN BUDAYA LOKAL
: Desa Cangaan, UjungPangkah, Gresik, Jawa Timur
Rakai Lukman

Desa berasal dari bahasa sansekerta, yang berarti tanah asal, juga berarti nagari. Desa ialah kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahannya sendiri. Desa terdiri dari sekumpulan “tanah pekarangan”, yang biasa diberi tanda berupa pagar keliling, baik pagar hidup maupun pagar batu, kayu atau bambu. Di pekarangan terdapat beberapa rumah beserta lumbung padi, kandang sapi, kuda, kambing, kerbau atau ayam.

Pekarangan satu dengan yang lain disambung dengan jalan desa. Di tepian desa jalan-jalan ditutup dengan kunci (portal) dari kayu atau bambu. Ketika malam hari dikunci dari dalam. Di pintu desa bagian dalam terdiri dari gardu penjagaan desa. Pintunya diberi atap dari genteng atau daun. Kanan kiri jalan dibuat geladak lantai di atas tiang, yang merupakan panggung pada kedua tepi jalan) sebagai tempat menaruh gamelan, untuk menghormat tamu agung yang datang.

Di sekitar jalan tepi desa ditanami pohon bambu yang padat. Sehingga ruang masuk melalui gerbang. Lazimnya setiap desa mempunyai langgar. Desa yang besar mempunyai masjid, kuburan desa, yang biasanya ditanami pohon kamboja. Desa juga terdapat balai desa, sebagai tempat rapat dan musyawarah, kantor pemerintahan. Perkumpulan resmi, seperti penyuluhan, pembukaan bank rakyat, dan juga terdapat lumbung desa serta sekolah dan pasar desa. Ada juga seorang kepala desa di rumahnya ada pendopo, sebagai ruang administrasi.

Riwayat terjadinya desa, adalah insting manusia untuk hidup berkumpul, tinggal bersama turun-temurun. Sehingga lebih ringan dalam memelihara, mengusahakan, dan mempertahankan kepentingan bersama. Di samping itu juga sebagai pelindung bahaya alam dan binatang buas. Sehingga butuh kerjasama dalam hubungan erat dan teratur. Alasan masyarakat desa terbentuk, adalah untuk hidup bersama (pangan, sandang, dan papan), mempertahankan ancaman dari luar, dan mencapai kemajuan hidup bersama.

Desa pertanian adalah sekumpulan masyarakat pertanian, bersama-sama membuka hutan belukar, bersama mengolah tanah kosong, untuk ditanami tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan makanan. Di Daerah yang subur terdapat jalinan masyarakat yang memiliki ikatan yang kuat. Masyarakat desa juga memiliki dasar tinggal bersama, peraturannya berdasarkan kelumrahan, memiliki tatakrama tersendiri, sebagai kesadaran masyarakat menghormati orang lain. Tata susila terbentuk atas dasar kesadaran masyarakat dalam hubungan sosial kemasyarakatan.

Desa canga’an kiranya memiliki riwayat desa sebagaimana tersebut. Nampak pada kondisi geografis setempat, yang mayoritas adalah masyarakat pertanian. Di samping itu ada yang bekerja di sektor perdagangan, jasa, penambang batu kapur, peternak kambing-sapi-ayam, ada juga yang jadi TKI. Topografi desa ini berupa dataran sedang kira-kira 25 meter di atas permukaan laut, di baratnya kaki bukit kapur. Curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm. Desa Cangaan berbukit dengan total luas 5,0000 Ha, sedang luas datarannya 375,8000 Ha. Jarak tempuh ke kota kecamatan kira-kira 6 km, jarak ke kota kabupaten kira-kira 40 km.

Desa ini dibatasi oleh wilayah tetangga desa. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Gosari, sebelah utara Desa Ngemboh, selatan Desa Wotan, barat berbatasan dengan Dalegan. Di timur desa terdapat bukit kapur, selatan desa hamparan sawah, sebelah barat hutan dan utara perkampungan penduduk Ngemboh. Ada dua jalan masuk ke desa ini dari arah utara dan arah timur desa. Desa berkecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, berkode pos 61154. Desa ini dihuni penduduk kira-kira 2.742 jiwa. Luasnya kira-kira 380,8000 Ha, dengan rincian tanah basah (persawahan) 121,3660, tanah kering (tegalan) 246,0880 Ha, dan fasilitas umum 12,9741 Ha.

Mengaji dan menelaah sejarah, babad atau kisah suatu desa tidaklah mudah. Butuh waktu dan curahan tenaga yang cukup menguras energi, juga akses data dari sumber pelaku sejarah. Akan tetapi, kearifan masa lalu itu sangat dibutuhkan oleh generasi saat ini (generasi milenial dan gadget). Bagaimanapun juga desa tidak tiba-tiba ada begitu saja, pemuda hari ini harus tahu itu, merekalah yang kelak yang menjadi pemimpin di masa yang akan datang.

Ruang yang akan dimasuki adalah imajinasi kesejarahan, kemungkinan memasuki kelampauan untuk mengerti dan memunculkannya lagi. Yang mana merekontruksi peristiwa sejarah diwarnai kadar yang dimiliki dan dihayati. Situasi sejarah dijadikan pembenaran konsep teoritis yang dinamik dan perkembangan masyarakat. Penulisan sejarah didorog oleh keingin tahuan filosofis yang mempertanyakan asal dan arah tujuan manusia atau cita kemanusiaan. Sebagai usaha untuk menempatkan diri di tengah alam semesta dalam untaian waktu. Secara definitif sejarah lokal adalah kisah di kelampauan dari kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada geografis yang terbatas.

Dalam menulis sejarah lokal diperlukan, penyelidikan bahan dan bentuk. Penyelidikan tentang isi dan perbandingan dengan sumber yang lain. Juga cerita yang berkembang di masyarakat (foklor) sastra tutur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Demikian juga fakta dan cerita yang menghubungkan fakta-fakta, sehingga terdapat keseluruhan atau kesatuan. Mitos atau cerita kepercayaan mengandung anasir sejarah, seperti sangkuriang, roro jongrang, dan di desa Cang’an terdapat kisah Joko Slining dan Puteri kabunan.

Demikian juga kisah penamaan Desa Canga’an, dinisbatkan burung Cangak (sejenis bangau). Menurut cerita masyarakat setempat. jadi teringat dengan kisah burung cangak dari bali, sejenis burung yang hidup di sawah-sawah yang bulunya berwarna putih, berkaki dan berleher panjang. Sejenis kuntul yang kira-kira besarnya sebesar ayam. Cangak sangat ingin makan ikan yang ada di kolam. Pada suatu hari burung cangak di sebuah kolam yang jernih ditumbuhi bunga tunjung dan banyak ikannya. Kemudian ia memikirkan daya upaya bagaimana cara mendapatkan ikan. Setelah mendapatkan akal, cangak berdiri di tepian kolam. Ia berpakaian serba putih dan bermahkotakan pendeta. Tenang dan begitu kalem penampilannya, ikan-ikan pun datang menerumuninya. Tapi ia tidak memakannya, sehingga makin banyak yang mendekatinya...

Dari sini dapat diambil tentang filosofi burung cangak, bahwa ketika menginginkan sesuatu harus dengan akal, siasat, tenang dan sabar. Jika dilanjukan cerita tentang burung cangak ini, maka akan ketahuan bahwa siapa yang berlebihan, tamak dan loba akan kena batunya. Juga bisa dilihat dari nama Desa Canga’an berdasarkan penamaan ibu kota kuno dari 10 Dinasti di tiongkok, Chang’an yang berarti kedamaian abadi (wikipedia). He he, otak-atek gatok.

Di samping itu juga ada cerita yang disusun untuk tujuan tertentu, seperti legenda yang berkembang di masyarakat Desa Canga’an dan sekitarnya. Pada kisah rakyat Ujungpangkah terdapat kisah tentang Jaka karangwesi dan putri Kabunan. Adapun di desa Canga’an ada kisah yang hampir mirip, yakni kisah Jaka Slining dan putri Kabunan, yang mana muatan ceritanya hampir sama. Tentang putri Kabunan yang mengajukan syarat dibuatkannya 41 sumur, bila ingin memperoleh cinta darinya dan ia bersedia menjadi suami orang yang bisa memenuhi syarat tersebut.

Mitos, saga, legenda betapun banyaknya mengandung anasir sejarah, bukanlah cerita sejarah. Yang nampak dari sejarah adalah cerita-cerita sifat-sifat kemanusian sejati. Kemanusian sejati tidak beralaskan kesaktian, kedewaan, keajaiban, kemukjizatan. Manusia dilukiskan sebagai manusia biasa, yang bergembira, bersedih, senang, lapar, beranak, mengejar cinta dan sebagainya. Sejarah adalah medan perjuangan manusia, dan cerita epos perjuangan mencapai kemajuan. Gerak sejarah ditentukan hukum alam yang disebut nasib. Kehidupan kebudayaan dalam segala-galanya sama dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan, kehidupan hewan, sama pula dengan perikemanusiaan. Sama-sama dalam hukum siklus, baik makrokosmos (alam) maupun mikrokosmos (Manusia).

Demikian juga sejarah lokal desa, perlu mengenal tentang alam kebudayaan yang terbagi dalam; pertama, ideational (kerohaniawan, ketuhanan, keagamaan dan kepercayaan. Kedua, sensate (jasmaniah, keduniawiyan, yang berpusat pada panca indera). Ketiga; perpaduan dari ideational-sensate, yang nanti menghasilkan kompromi (idealistic). Inilah akan menjadi pertimbangan, bahwa material kebendaan tidaklah cukup sebelum dibarengi dengan spritualitas. Desa memiliki gerak sejarah yang demikian, siklusnya dalam lahirnya kebudayaan (genesis of civization), perkembangan kebudayaan (growth civilization) dan keruntuhan kebudayaan (civilization).

Sistem pembentuk kebudayaan adalah bahasa, sistem teknologi, mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Yang mana akan mewujud dalam tiga aspek kebudayaan: pertama, kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia (sistem budaya). Kedua kompleks aktivitas (sistem sosial), ketiga, wujud benda (kebudayaan fisik). Dalam memahami budaya pedesaan diperlukan tujuh pokok tersebut dan tiga wujud kebudayaan. Sistem budaya religi memiliki ajaran-ajaran, norma, aturan upacara keagamaan, hukum agama. Sistem sosial religi memiliki aktivitas dakwa, upacara keagamaan (sembahyang, perkawinan, kematian, dan sebagainya). Kebudayaan fisik, seperti langgar, masjid, dan sebagainya.

Desa canga’an tidak berbeda dengan desa-desa di jawa timur pada umumnya. Dalam sistem bahasa mewujud dalam penggunaan basa krama dan ngoko, sistem teknologi, mengalamami perkembangan dari sarana sederhana hingga mesin (modern). Mata pencaharian hidup, mayoritas petani. Di samping itu juga jadi pegawai, tukang, penambang batu kapur. Dalam pengerjaan tani ada yang di sawah dan tegalan. Tanah sawah digarap dan diolah satu orang atau lebih, dan tanahnya ada yang dibuat beringkat-tingkat atau datar saja dan diberi pematang penahan air. Lalu tanah dibajak (luku), gunanya membalik tanah, memudahkan ditugali (pekerjaan menghancurkan tanah dengan cangkul. Kemudian tanah didiamkan satu minggu, lalu diolah dengan garu. Selesai digaru diberi pupuk kandang lalu dibajak lagi supaya semua lapisan digenangi air dan terkena pupuk, digaru lagi, barulah tanah siap ditanami.

Pembibitan dimulai dari pawinihan (persemaian padi), melalui nglingori (memilih bakal bibit), kemudian dipotong sedang dan diikat dalam beberapa ikatan (untingan), untingan itu dijemur satu hari, dimasukan ke tenggok, padi direndam satu hari satu malam, setelah itu dipep, ditutup daun pisang dua atau tiga hari. Ketika sudah tumbuh akar bibir disebar ke persemaian selama 15 samapai 30 hari baru dipindah kepersawahan. Pemindahannya dinamai nguriti (ndaut). Selama pertumbuhan dijaga dari tumbuhan perusak dengan mematun pakai gosrok, kalau padi sudah masak dituai dengan ani-ani, lantas dimasukan lumbung, yang setelah 40 hari baru boleh ditumbuk. Di tegalan, di tanami palawija, jagung, kacang, brol, singkong dan sebagainya.

Sistem kekerabatan jawa adalah bilateral. Juga sebagaimana aturan dalam perkawinan, seperti pancer lanang, ngarang wuluh atau wayuh. Sistem kemasarakatan, ada wong baku (lapisan tertinggi) keturunan orang yang pertama menetap di desa. lapisan kedua kuli gandok, lapisan ketiga joko (bujangan). Lurah dipilih oleh penduduk desa sendiri dengan ketentuan yang berlaku. Lurah memiliki pembantu-pembantu: 1) Carik (pembantu umum dan penulis), 2) Sosial (kesejahteraan penduduk baik jasmani maupun rohani, 3) kemakmuran (memperbesar produksi pertanian), 4) keamanan (bertanggung jawab keamanan dan ketentraman desa), 5) kaum (nikah, keagamaan, kematian dan lain-lain).

Dalam usaha memilihara dan membangun masyarakat desa para pamong mengerahkan bantuan penduduk desa dengan gugur gunung (gotong royong). Untuk bekerjasama membuat, memperbaiki atau memelihara jalan, jembatan, bangunan masjid, sekolah, menggali saluran air, memelihara bendungan, merawat makam desa dan upacara bersih desa. untuk mengatasi kesulitan ekonomi desa, di desa juga ada koperasi pertanian, koperasi konsumsi, dan bank desa. semoga desa Canga’an sudah ada semua.

Sistem religi, kebanyakan orang jawa percaya, kehidupan di dunia ini sudah diatur dalam alam semesta. Sehingga kebanyakan trimo ing pandum. Sabar, ngalah, nrriman, loman, akas lan temen. Bersama-sama dengan alam pikiran partisipatif, orang jawa percaya kekuatan yang melebihi segala kekuatan, yang dikenal kasakten. Percaya dengan arwah leluhur (danyang), memedi, lelembut yang menempati disekitar mereka tinggal. Juga ada upacara selamatan bersama, yang beri doa bersama yang dipimpin modin, kemudian dibagikan. Macam-macam selamatan, pertama; selamatan lingkaran hidup (tujuh bulan, kelahiran, kematian dan sebagainya, kedua; selamatan bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah, dan setelah panen padi, ketiga; selamatan hari-hari besar islam (riyoyo, muludan dan sebagainya). Keempat; selamatan saat-saat tertentu seperti talak balak (ngruwat), pindah rumah, mau bepergian dan sebagainya. Kiranya di atas, slametan yang masih ada di desa Canga’an?

Di era modern mentalitas orang jawa, khususnya dea canga’an harus bangkit. Mengaktifkan sistem gotong royong digerakan untuk pembangunan di segala bidang, melalu kepemimpinan yang aktif bukan hanya memiliki pengetahuan dan pendidikan yang mumpuni, tetapi juga harus memiliki daya kreativitas dan inisiatif membuat inovasi-inovasi tanpa meninggalkan kearifan lokal. Di desa juga harus hadir tokoh-tokoh yang aktif dan kreatif, seperti putera-putera desa yang telah mengenyam pendidikan luar desa dan bersedia tinggal di desanya.

Begitu banyak yang hilang dari desa, mulai tak kenal dengan tata krama dan tatasusila, lenyapnya permainan tradisional dan tembang dolanan diganti gadget. Tak kenal situs-situs di desa seperti sumur gayam, sumur kembang, jublang cethek, jublang gedhe, taman sari, juga kisah-kisah yang berkembang di masyarakat seperti joko slining dan putri kabunan. Akan tetapi usaha teman-teman karang taruna desa Canga’an mulai menjawab kegelisahannya dengan mengadakan peringatan hari pahlawan 10 November, dengan bertajuk “langkah awal mengenal Sejarah Lokal”, yang berisi pawai dan pameran sepeda onthel klasik, performent art acustic, pencak silat dan malamnya dengan diskusi budaya. Selamat atas terselenggaranya acara ini.

Masih banyak yang ingin disampaikan, tapi cukup sekian dulu ya. Kami tutup perkenalan tentang diskusi budaya dengan semboyan “desa makmur desa sejahtera, penuh daya cipta dan suka cita” desa adalah pondasi nusantara, desa penuh warna-warni gemah ripah, desa penopang kota-kota, desa adalah pohon rindang peneduh kota-kota, sumber pokok kesederhanaan. Silir angin desa penuh sahaja. Desa adalah keringat yang wangi, semerbak ke penjuru negeri. Bangkitlah kaum muda desa, kalian pemimpin esok hari, jadilah pelopor jangan jadi pendengkur.

Gresik, 03.23 WIB, 10/11/19
http://sastra-indonesia.com/2019/11/mengenal-kajian-sejarah-dan-budaya-lokal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt