Sabtu, 07 Maret 2020

MENULIS SEBAGAI STRATEGI

Djoko Saryono *

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu: pemberontakan

...

sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
(Wiji Thukul, Sajak Suara dalam Aku Ingin Jadi Peluru, 2004, hlm 74, Penerbit Indonesiatera)

Sebagai makhluk berjiwa-berhati-berpikir yang membadan, niscayalah kita selalu merasa butuh mengekspresikan atau mengomunikasikan pikiran, pendapat, gagasan, perasaan, keyakinan, dan lain-lain secara lisan dan atau tulis. Sudah tentu, yang kita ekspresikan atau komunikasikan itu meliputi aneka ragam persoalan, tema, atau hal; yang boleh jadi ratusan ragamnya, bisa juga lebih, bergantung pada kebutuhan ekspresi atau komunikasi masing-masing individu. Boleh jadi, seorang individu hanya mampu mengekspresikan satu atau dua persoalan atau tema, tetapi bisa juga seorang individu mengekspresikan banyak persoalan atau tema secara rutin. Pada kehidupan zaman modern atau ultramodern atau malah pascamodern kini, kebutuhan ekspresi atau komunikasi itu sudah menjadi hak dasar setiap individu. Ia menjelma menjadi hak asasi manusia yang diakui dan dihormati semua manusia di dunia.

Hak berekspresi atau berkomunikasi tersebut sering diyakini mudah atau gampang dilaksanakan baik secara lisan maupun tertulis. Berbicara tentang sesuatu diyakini mudah; demikian juga menulis tentang sesuatu tidak sukar dilaksanakan. Buktinya, setiap hari beribu-ribu orang berbicara dan menulis untuk publik tentang sesuatu tidak [pernah] mengalami apa-apa, tidak digugat atau diancam orang, malah ditanggapi pun tidak. Bukankah banyak politisi, penyiar, presenter, dan lain-lain setiap hari berbicara banyak tanpa pernah kita tahu apa dampaknya kepada mereka sendiri? Bukankah setiap hari para wartawan, penulis skenario, penulis iklan, dan lain-lain juga menulis sesuatu tanpa dampak negatif kepada mereka? Maka dari itu, berbicara yang merupakan pengejawantahan tradisi kelisanan dan menulis yang merupakan pengejawantahan tradisi keberaksaraan kemudian dianggap sebagai rutinitas-mekanis yang tak berdampak apa-apa kepada pembicara atau penulis.

Berekspresi atau berkomunikasi lisan atau tulis juga diyakini dapat memiliki maslahat dan guna besar yang bermakna bagi manusia – baik sebagai individu maupun kelompok. Benedict Anderson, dalam Imagined Community, menunjukkan bahwa bacaan atau tulisan mendasari dan menyangga pembentukan dan pematangan nasionalisme Indonesia sehingga kegiatan menulis memberi maslahat besar bagi keberadaan Indonesia. Takhasi Siraishi, dalam Zaman Bergerak, juga menunjukkan betapa tulisan atau bacaan menyangga perdebatan ideologi pergerakan kebangsaan. Bahkan banyak kalangan memandang bahwa menulis sebagai komunikasi tulis telah membawa manusia memasuki peradaban baru, yaitu peradaban keberaksaraan, sehingga kegiatan menulis pada umumnya dipandang positif.

Dalam peradaban keberaksaraan, menulis ihwal ilmu pengetahuan, misalnya ihwal kedokteran, kesehatan, kesusilaan, dan pengembangan diri, memang jelas bermaslahat besar bagi kehidupan manusia. Di samping ilmu pengetahuan dapat berkembang, manusia-pembaca bisa mendulang berbagai hal darinya. Pastilah pelbagai kalangan akan mendukung dan melindungi kegiatan menulis demikian. Begitu juga kegiatan menulis resep makanan-minuman, panduan perawatan diri, panduan perbaikan kendaraan bermotor, dan sejenisnya tentu akan banyak mendapat dukungan dan lindungan berbagai kalangan. Pasalnya, kegiatan menulis hal-hal seperti itu bakal menguntungkan pembaca. Karena itu, tak mengherankan, kegiatan menulis diyakini sebagai kegiatan yang menguntungkan atau bermanfaat karena telah membebaskan manusia dari berbagai keterbatasan pada satu sisi dan pada sisi lain telah meluaskan cakrawala harapan atau horison hidup manusia.

Meski tak salah, keyakinan tersebut tak selalu benar, tak sepenuhnya benar. Hal ini karena berdampak tidaknya berbicara dan menulis bergantung pada banyak faktor, yang demi sederhananya bisa kita sebut faktor kekuasaan dan atau otoritas dalam pengertian seluas-luasnya. Itu sebabnya, acap kita justru sangat sulit berbicara kepada khalayak; demikian juga sangat sulit menulis sesuatu untuk khalayak. Mengapa? Dalam keadaan tertentu, akibat (dianggap) mengganggu atau mengancam kekuasan politik atau ekonomi, berbicara dan menulis malah kerap membuat sang penulis berurusan atau berhadapan dengan hukum, bahkan bisa menjalani hukuman. Dalam situasi tertentu, berbicara tentang sesuatu justru bisa mengakibatkan sang pembicara bermusuhan dengan pihak lain atau diberi cap negatif; demikian juga menulis tentang sesuatu yang kemudian dipublikasikan juga bisa mengakibatkan sang penulis dikucilkan atau dicap negatif.

Karena itu, berbicara dan menulis bagi khalayak, bukan hanya disimpan di laci meja semata, merupakan kegiatan penuh risiko, bermacam-macam risiko bisa menimpa para pembicara atau penulis, bergantung pada pelbagai keadaan dan situasi kekuasaan atau otoritas yang menyertainya. Jadi, menulis – juga berbicara – selalu mengandung risiko tertentu yang acap buruk atau tak sesuai harapan kita; menulis selalu dibayang-bayangi risiko tertentu ketika dilaksanakan dengan hati nurani di samping juga bisa mendatangkan maslahat kemanusiaan.

Di samping memberitakan maslahat dan manfaat, sejarah sudah begitu banyak memberitahukan kepada kita bahwa kegiatan tulis-menulis memang bisa mendatangkan risiko buruk, bahkan risiko tak terbayangkan sama sekali oleh sang penulis atau khalayak, misalnya dihukum mati atau dijebloskan ke penjara. Gustave Flaubert, penulis roman-mashur Madame Bovary sekaligus pembaharu roman Prancis diadili karena tulisannya dianggap merusak tata susila dan akhlak anak muda. Buku-buku spiritualistis Hamzah Fansuri, tokoh sufi terkemuka Melayu atau Indonesia, perintis puisi modern Indonesia, dan pembaharu bahasa Indonesia, juga dibakar dan dimusnahkan serta pengikutnya diancam hukuman mati. Pada masa Orde Baru, sekadar mengingatkan, baru/hanya membaca atau memiliki novel-novel Pramoedya Ananta Toer, belum menulis, sudah mengakibatkan sang pemilik atau pembaca novel menghuni penjara bertahun-tahun. Untuk diingat pula, gara-gara tulisan tertentu yang ditulis oleh wartawan, penguasa Orde Baru bisa marah dan kemudian menutup sebuah majalah, Majalah Berita Mingguan Tempo, pada awal 1990-an; ini menunjukkan betapa menulis sangat berisiko pada masa Orde Baru. Demikian juga H.B. Jassin mengalami ancaman atau gugatan bertubi-tubi karena menerjemahkan al-Qur’an berwajah puisi. Tentulah kita juga masih ingat, gara-gara menulis peringkat orang-orang terkemuka berdasarkan suatu survei, dan menempatkan Nabi Muhammad tidak pada peringkat pertama, maka Arswendo Atmowiloto bukan hanya kehilangan Tabloid Monitor yang tertinggi tirasnya pada saat itu, tetapi juga harus beberapa tahun hidup di penjara. Baru-baru ini, pada masa demokratisasi sekarang, karena menulis sebuah berita tentang kemungkinan penyelewengan yang dilakukan oleh suatu perusahaan, Majalah Berita Mingguan Tempo digugat atau diperkarakan ke pengadilan oleh sang pemilik perusahaan, kemudian (di)kalah(kan) dan dihukum oleh pengadilan.

Contoh-contoh di atas menegaskan betapa risiko besar selalu hadir atau membayangi kegiatan menulis yang dihajatkan untuk menyampaikan sesuatu yang bermakna dan atau berguna bagi banyak orang atau pelbagai kalangan.Betapapun besarnya risiko yang mungkin timbul, kegiatan menulis ternyata terus-menerus dilakukan atau dilaksanakan oleh banyak orang. Terbukti, kegiatan menulis berjalan terus, tidak bisa atau tak mungkin dihentikan oleh rupa-rupa kekuasaan atau otoritas apa pun – baik kekuasaan politik, ekonomi maupun kekuasaan sosial dan spiritual. Sebagai misal, kendati tulisan-tulisan yang dihasilkan terus-menerus (selalu) dilarang oleh kekuasaan politik, pada masa Orde Baru Pramoedya Ananta Toer tetap menulis. Mengapa? Ujar Pram, “Mengarang adalah tugas nasional bagi saya…. bisa saya katakan, mengarang adalah profesi. Saya hidup dan mati karena mengarang dan saya konsekuen terhadap semua akibat yang saya peroleh”. Sementara kata Nadine Gordimer, seorang penerima Nobel Sastra, “Menulis itu ada kita (being)” sehingga kata Isak Dinesen, “Menulis itu adalah jalan hidup”; “Menulis adalah sebuah petualangan”, ujar Albert Camus. “Jangan takut ambil risiko”, imbuh David Mamet. “Menulis itu mengikat makna’, ujar Hernowo menyitir ucapan Ali bin Abu Thalib. Lalu kata Ricoeur, menulis itu memakukan dan mengawetkan sesuatu dalam teks. Ada pula yang berkata, kegiatan menulis adalah kegiatan melawan lupa; mencegah amnesia sejarah; mengabadikan eksistensi. Semua pernyataan ini menandaskan bahwa di balik kegiatan tulis-menulis terdapat dorongan-dorongan spiritual, psikologis, sosial-politis, dan rekreatif yang bisa menimbulkan keteguhan, keberanian, kegigihan, kesungguhan, ketangguhan, dan sejenisnya pada diri penulis. Di sini menulis tampak disikapi sebagai laku spiritual, psikologis, sosial-politis, rekreatif, bahkan laku intelektual yang agung dan anggun sehingga menulis harus selalu dijalankan. Menulis pada akhirnya menjadi strategi laku hidup.

Kendati demikian, risiko-risiko kegiatan menulis tetap perlu diperhitungkan secara seksama oleh para penulis. Sekalipun tidak takut dengan risiko apapun, seorang penulis harus tangkas, cekatan, dan pandai melindungi atau menyelamatkan diri dalam menjalani kegiatan tulis-menulis; tidak boleh ceroboh dan teledor, apalagi bertindak konyol, sehingga menjadi ‘santapan’ kekuasaan tertentu yang tak suka tulisan yang ada. Pengalaman telah banyak memberitahu kita, penyelamatan diri itu cukup dilakukan sendiri oleh penulis, cukup bermodalkan ketangkasan, kecekatan, dan kepiawaiannya menulis, tidak perlu meminta bantuan aparat keamanan atau hukum. Tegasnya, perlindungan atau penyelamatan diri cukup dengan berpikir dan bersikap strategis pada kegiatan menulis.

Sejak dini hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhitungkan bentuk tulisan, strategi penulisan, pola penalaran atau penyajian, pilihan gaya bahasa, dan lain-lain. Sebagai contoh, dengan mengingat kekejaman penjajah Jepang, beberapa sastrawan Angkatan Zaman Jepang memilih bentuk tulisan berupa novel yang sangat simbolis-bertendens, antara lain diberi judul Dengarlah Keluhan Pohon Mangga. Mengingat demikian sensitif dan berisikonya melaporkan sesuatu yang tak dikehendaki oleh pemuka Orde Baru, Seno Gumira Ajidarma memilih bentuk cerpen dengan metafora, analogi, paralelisme, dan rujuk-silang yang kuat untuk melaporkan drama kekerasan dan kekacauan di Timor Timur (kini: Timor Leste). Dengan memegang asas Ketika Jurnalistik Dibungkam, Sastra Harus Bicara, dia mengolah fakta menjadi fiksi sehingga kekerasan, kekejaman, kekacauan, dan lain-lain yang terjadi di Timor Timur dapat dibocorkan kepada khalayak. Seno mengaku: ”Saya diberhentikan karena meloloskan berita mengenai Insiden Dili 1991: laporan 17 saksi mata mengenai peristiwa berdarah itu, yang jelas berbeda dengan berita-berita di media massa resmi. Saya menafsirkan pemberhentian saya sebagai usaha pembungkaman untuk mengungkap fakta seputar Insiden Dili, saya menganggap perlawanan paling tepat adalah mengungkapkan kembali fakta tersebut. Namun karena saat itu saya mengalami pencekalan dalam dunia fakta, maka saya hanya berpeluang mengungkapkannya dalam dunia fiksi”. Jadi, kegiatan menulis bisa berguna untuk memelihara ingatan, melawan lupa, membongkar kebohongan, memberikan kesaksian dan atau sekadar mengajak berinteraksi sekaligus melindungi atau menyelamatkan diri penulis dari pelbagai risiko yang datang dari kekuasaan atau otoritas yang “bermata gelap”. Mari kita senantiasa menulis.
***

______________________
*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd adalah Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.
http://sastra-indonesia.com/2019/12/menulis-sebagai-strategi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt