Minggu, 28 Juni 2020

KURANG WARAS YANG DITABRAK

Jordaidan Rizsyah *

Seperti dulu, ketika ada seorang yang kurang waras ditabrak orang. Kejadiannya persis di depan rumah saya. Seketika warga berkerumun. Sementara si korban--orang yang kurang waras ini, tergeletak sambil gerak-gerak brigidig seperti kucing siap menjemput sakaratul maut, warga tak menyentuhnya. Saya membayangkan kematian sudah di depan mata. Rupanya tidak. Korban masih bernapas. Dia menggeram seperti mobil tua tak kuat nanjak, dilanjutkan batuk-batuk. Kerumunan warga terkesima melihatnya. Salah satu dari mereka mendekati dan menyentuhnya. Hebat. Orang ini mengajak ngobrol korban yang siap mati. Saya jadi membayangkang malaikat akan segera menarik nyawanya. Jelas, tak ada jawaban dari korban yang hidung dan pelipisnya sudah berdarah-darah.

Korban tabrakan yang kurang waras ini akhirnya digotong ke pinggir jalan. Orang yang tadi pertama menghampirinya tetap mengajaknya ngobrol. Tetap juga tak ada jawaban. Sementara darah mengental dan membasahi hampir seluruh wajahnya, warga yang hadir tetap tak ada inisiatif mengobati lukanya. Beberapa orang sibuk menonton dengan tatapan iba sekaligus mengagumi. Seperti sedang menonton adegan kapal titanic siap tenggelam. Beberapa orang lagi berbisik-bisik ingin tahu apa yang terjadi. Alias mencari info valid penghapus penasaran. Beberapa lagi, acuh tak acuh, sekalipun matanya melihat tragedi ini, perasaannya mungkin tidak peduli. Dan, beberapa lagi sibuk introgasi pelaku yang diketahui tinggal di kampung tetangga--anak seorang hansip. Kemudian pelaku disuruh tanggung jawab.

Pelakunya masih remaja, ketika diintrogasi dia ling-lung dengan mata berkaca-kaca. Mungkin juga dia takut. Karena, biasanya kecelakaan di kampung selalu berakhir dengan kepalan tangan. Semua orang tahu, ini hukum kampung sekaligus hukum jalanan. Pelaku akan bonyok ditawur warga. Sekarang tidak! Si pelaku minta izin memanggil orangtuanya. Warga setuju. Malah diantarkan juga. Motornya ditinggal sebagai jaminan.

Saya, mengawasi mereka semua. Ada beberapa yang menginginkan info, tapi tidak saya jawab. Saya sibuk memikirkan apa yang harus dilakukan. Sebenarnya saya berharap korban segera dibawa ke rumah sakit. Namun, saya tidak bisa mengusulkan itu. Saya takut malah saya sendiri yang repot. Apalagi harus menanggung biaya pengobatan, saya tidak punya uang.

Tiba-tiba ojeg datang. Entah siapa yang memesan. Mereka mengangkat korban naik ke motor. Akhirnya mereka punya inisiatif membawanya ke klinik atau puskesmas, atau rumah sakit, pikir saya. Namun, setelah korban duduk di jok motor, si pengemudi tidak juga menancap gas. Ia bingung. Di antara warga ini siapa nanti yang akan membayar jasanya, pikirnya mungkin. Kemudian ada salah seorang yang langsung peka, dia mengatakan, "nanti dia yang tanggung jawab, Mang. Bawa saja!" Tukang ojeg pun membawanya. Tapi tidak jauh, hanya berkisar sepuluh meter dari tempatnya semula. Kemudian berhenti lagi dan diam seperti orang tolol. Warga bingung sekaligus acuh. Semua menatapnya tapi tidak juga menghampiri. Tak ada yang datang bertanya "kenapa berhenti" kepada si tukang ojeg itu.

Orangtua pelaku datang. Tubuhnya tegap berisi. Ia hanya mengenakan singlet. Mungkin dia sudah siap tidur namun ada hal mendesak yang memaksanya cepat-cepat datang sampai-sampai tak sempat lagi mengenakan baju. Dia langsung menghampiri korban. Ditatapnya sebentar. Kemudian dia geleng-geleng sambil berkata, "sia deui sia deui. Puas sia? Hah? Karasaan, kan? Nyeuri?"

Orang tua pelaku berpaling membalikan badan. "Aingah ges teu nyaho deui. Iyeu mah emang jelemana resep lempang di tengah jalan."

"Iya, Pak. Kasian kepalanya berdarah. Harus dibawa ke rumah sakit dulu." Kata salah seorang warga yang sebelumnya memberanikan diri menyentuh korban pertama kali.

"Dia mah orangnya begitu. Hobi banget ditabrak. Kemaren baru ge ketabrak di depan sana." Orangtua si pelaku memegang kepalanya. Dia pusing. Entah memikirkan apa. Mungkin utang.

Dia mengaku kenal dengan korban. Kemudian keputusan bijaksana keluar darinya. "Geus, Mang, bawa ka rumah sakit. Urang nu tanggung jawab." Katanya kepada si tukang ojeg.

Seketika motor tukang ojeg dinyalakan siap ngegas. Orangtua si pelaku yang berpropesi hansip itu mengambil motor anaknya. Tapi aneh, dia tidak jalan searah dengan tukang ojeg. Melihat itu warga menghentikannya. Orangtua si pelaku menegaskan kalau dia mau pulang dulu. "Iya, saya tanggung jawab. Tapi saya mau pake baju dulu, mau ambil duit dulu. Masa ke rumah sakit penampilan gini. Bawa saja si gila itu, nanti saya nyusul."

Semua warga percaya.

Tapi, ada satu orang yang tidak percaya. Yaitu si tukang ojeg. Dia menurunkan penumpangnya--yang korban tabrakan itu, yang kondisi mentalnya ber-salto dari kondisi normalnya, kemudian kabur. Korban tergeletak begitu saja. Warga tak menghampirinya lagi. Mereka seolah tak peduli tapi ingin melihat pemandangan mengagumkan yang mubazir dilewatkan. Semua kepala tertuju pada seonggok tubuh yang lemah uget-ugetan menahan sakit seperti cacing kepanasan itu. Saya tidak tega melihatnya. Kemudian saya memberanikan diri menghampirinya dengan perasaan was-was sekaligus takut. Kemudian saya membawanya ke halaman rumah.

Beberapa orang menghampiri. Termasuk orang pertama yang menghampiri korban tadi. Dia bertanya dengan nada iba sekaligus antusias, "parah yaa, Bang?"

Saya kira mereka mau ikut membantu, ternyata mereka ingin tahu dan ingin merekam saja. Bukan buruk sangka, kenyataannya begitu. Ketika saya meminta tolong mencarikan perban dan betadine, mereka beralasan "sudah malam. Sudah pada tutup."

"Lagian, jangan dikasih betadine, malah tambah parah nanti. Bawa aja atuh ke rumah sakit." Kata si orang pertama tadi yang menghampiri korban.

"Abang mau bawa dia ke rumah sakit?" Tanya saya.

Dia kikuk. Kemudian mengajak ngobrol korban lagi. Dia bertanya, "mau ke rumah sakit?"

Korban tidak menjawab. Dia cuma senyum.

"Tuh, Bang, dia gak mau dibawa ke rumah sakit."

Mereka pergi.

"Bodo amat, yaa jingan!" Saya dalam hati.

Akhirnya saya terpaksa mengurusi korban sendirian. Kena juga saya direpotkan olehnya. Pertama-tama saya bersihkan wajahnya dengan air hangat. Mengusap wajah tua seorang kurang waras dengan perasaan yang entah wujudnya--iba sekaligus was-was sekaligus takut. Luka di jidatnya sangat parah, menciptakan huruf V terbalik dan mengeluarkan darah kental. Darah itu delapan puluh persen menutupi wajahnya.

Ketika sedikit-sedikit mulai bersih, barulah terlihat luka-luka di bagian lain. Di dekat pelipis, di hidung, di bawah hidung, di ujung bibir, dan di atas telinga, tergaris guratan merah padma yang bebas menggambarkan rasa sakit. Setiap kali saya usap kain basah ke wajahnya, dia merintih dan brigidig. Sakit. Seketika itu juga kain yang warnanya putih berubah merah. Saya lakukan berkali-kali sampai air di baskom yang tadinya bening berubah jadi merah kental. Banyak sekali darah terkuras dari tubuh yang hidupnya terbiasa bingung menuntukan arah.

"Sakit, Pak?" Tanya saya sambil mengusapnya pelan-pelan.
Dia tidak menjawab. Dia tersenyum dan brigidig.

"Goblog! Tak perlu ditanya, jelas sakit." Saya jawab sendiri dalam hati.

Hebatnya, korban dalam kesakitan itu bisa sempat-sempatnya meminta rokok. Saya cengo mendapati isyarat jari telunjuk buka-tutup. Baru sadar, dia kurang waras.

Saya kasih dia sebatang. Saya biarkan kain mengkompres jidatnya yang luka. Biar istirahat dulu. Bairkan dia tenang dengan rokoknya.

Tak lama kemudian, orangtua si pelaku datang lagi bersama temannya. Dia menanyakan kondisi korban. Saya menyilakan dia melihat sendiri.

Kompresan dibuka. Jidat yang harusnya rata dan mengkilap itu menyembulkan guratan merah berbentuk V terbalik. Orangtua korban brigidig. Cepat-cepat dia tutup lagi. "Kudu dijait eta mah. Bawa ge ka rumah sakit." Katanya kepada temannya.

"Dia mah, Bang, orangnya emang gitu. Hobi banget ditabrak orang. Aneh saya juga."

"Iya, Pak. Tapi ini kasian." Jawab saya sekenanya.

"Ini teh kakaknya teman saya, Bang. Orangnya emang rada gak waras. Udah sekarang mah saya bawa aja ke rumah sakit. Nunggu adenya dateng dulu. Tadi udah saya telepon." Katanya menjelaskan.

Kemudian datang tiga orang dua motor ke rumah saya. Dialah adik-adik si korban ini. Setelah mendengar sedikit penjelasan dari orangtua pelaku, mereka langsung memarahi korban. Kemudian mereka membawanya.

Orangtua si pelaku mengajak membawanya ke rumah sakit, tapi ditolak ketiga orang itu. Katanya, nanti biar diperban saja dirumah. "Pake betadin aja sembuh dia mah." Kata salah satunya.

"Engke mun aya nanaon kontek ge nyah." Kata orangtua si korban. Tampak di wajahnya rasa bersalah.

Beberapa kali mereka memarahi korban dengan kata-kata makian yang mampu membuat perasaan tertegun sekaligus tersayat-sayat. Mereka menyalahkan korban yang kalau jalan kaki suka di tengah jalan.
***

"Ternyata dalam diri korban yang kurang waras tidak mengetuk jiwa rasa kasihan. Kesakitan yang tampak di tubuhnya tidak menggugah jiwa kemanusiaan siapa-siapa."

Bogor, 06 April 2020

*) Jordaidan Rizsyah, lelaki kelahiran Marisi, Angkola Timur, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara 17 September 1994. Awal menyukai dunia tulis, sejak secara tak sengaja menemukan selembar sajak di gudang kios bibinya, dan beberapa waktu kemudian diketahui kalau penulis sajak yang disukainya tersebut adalah karya guru bahasa di sekolahnya. Rizsyah kini bermukim di Bogor.
http://sastra-indonesia.com/2020/06/kurang-waras-yang-ditabrak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt