Selasa, 09 Juni 2020

Serendipitas Saintifik Menurut al-Qur’an: Informasi Tambahan untuk Lukas Luwarso yang Kritis pada F. Budi Hardiman

Imam Nawawi *

Kata “serendipitas” berasal dari bahasa Inggris, serendipity, yang populer sejak 28 Januari 1754. Orang pertama kali yang menggunakannya Horace Walpole, yang menulis sepucuk surat untuk temannya yang bernama Horace Mann. Walpole bercerita kepada temannya itu tentang sebuah penemuan berharga yang selalu tidak disengaja sebelumnya.

Sebelum menjadi kosa kata baru dalam bahasa Inggris, Serendip adalah sebuah buku fiksi yang berjudul “The Three Princes of Serendip,” yang diterbitkan oleh Michele Tramezzino di Venice tahun 1557. Buku ini, buku terjemahan dari bahasa Italia, yang berjudul “Peregrinaggio Di Tre Giovani Figliuoli Del Re Di Serendippo.” Buku berbahasa Italia ini juga hasil terjemahan oleh Cristoforo Armeno, yang menerjemahkan sebuah karya pujangga Persia, Amir Khusrau, bertitel “Hasht-Bihisht” bertarikh 1302.

Serendip adalah kosa kata bahasa Persia klasik, sebagai nama lain dari Sri Lanka. Ada banyak bunyi dalam mengucapkan kosa kata “Serendip” ini, di antaranya Serendivis bagi orang-orang Romawi, Serandib bagi orang Arab, dan Serendip bagi orang Persia. Apa pun lidah manusia membunyikannya, Serendip merujuk pada Simhala (Sri Lanka) dalam Baghavata Purana dan Rajatarangini. Serendip adalah kosa kata yang sakral sekali.

Serendipitas yang sakral ini menjadi ruh sains. Tuhan menciptakan alam semesta sebagai gudang misteri, kemudian menyuruh manusia menyingkap seluruh tabir misterinya. Manusia secara suka rela maupun terpaksa, atas inisiatif sendiri atau stimulus eksternal, berusaha membongkar misteri kehidupan. Pekerjaan membongkar misteri hidup ini, salah satunya, melalui kerja-kerja saintifik. Proses penyingkapan misteri ini nyaris mengisi seluruh abad manusia dalam sejarah, sejak purba hingga saat ini. Dalam bekerja menyingkap misteri hayat, anak manusia mengalami serendipitas.

Dalam melakukan riset ilmiah, ada kalanya manusia membangun hipotesis lebih dulu, lalu mencari data pembuktiannya. Ada kalanya, hipotesis itu terkonfirmasi, namun lebih sering dikoreksi. Ada kalanya manusia melakukan riset lapangan tanpa hipotesis apa pun, dan membiarkan kepala peneliti kosong tanpa asumsi. Data-data temuan satu persatu saling melengkapi, memberikan informasi yang lebih utuh. Namun, dua pola ini (berangkat dari hipotesis awal maupun tidak) sama-sama selalu memberikan kejutan bagi manusia; suatu penemuan yang tanpa disengaja. Ini serendipitas saintifik itu.

Serendipitas, nyaris merupakan karakter khas kerja saintifik. Tidak ada satu ilmuan mengetahui secara akurat hasil akhir proposal risetnya sebelum terjun lapangan melakukan riset. Riset ilmiah itu sendiri bertujuan menemukan kebaharuan yang belum seorang pun mengetahuinya sekali pun harus merujuk ke sejarah panjang masa lalu. Sehingga sebuah penemuan disebut betul-betul baru hanya jika tidak terprediksi sejak awal sebelum penelitian. Di sinilah, serendipitas itu terjadi. Ini alamiah, lazim, normal, karakter sains.

Serendipitas dengan begitu selalu menyisakan ruang kemungkinan bagi hadirnya kebaruan, novelty, sebuah penelitian. Dari sini, serendipitas tidak saja sakral sebagaimana asal katanya melainkan juga saintifik, karena mencerminkan karakteristik kerja riset ilmiah. Sakralitas serendipitas ini menguat dalam Islam, dan saya tidak tahu apa yang terjadi di agama lain. Beberapa ayat berikut penting dibahas.

Pertama-tama, Tuhan mendefinisikan alam semesta secara ontologis. Salah satu firman-Nya dalam al-Quran: “akan selalu Kami (Tuhan) perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di ufuk-ufuk dan di dalam jiwa mereka sampai menjadi jelas bagi mereka bahwa itulah kebenaran,” (Qs. Fushshilat: 53).

Alam semesta (langit, galaksi, bintang, planet, orbit, cahaya, etc.) maupun jiwa (ruh, kesadaran, perasaan, etc.) adalah tanda-tanda. Sebatas tanda. Tidak lebih dari tanda. Karena alam semesta beserta isinya sebatas sebagai tanda, tentu di balik tanda menyimpan segudang misteri. Dari sana, tidak cukup Tuhan mendefinisikan alam semesta secara ontologis. Kebutuhan dasar berikutnya adalah tentang epistemologis, atau metode mengungkap misteri di balik tanda.

Tuhan menjelaskan metode pengungkapan misteri tanda tersebut, seperti dalam firman-Nya: “tidakkah mereka melihat unta, bagaimana diciptakan? Langit, bagaimana ditegakkan? Bumi, bagaimana dihamparkan?” (Qs. Al-Ghasyiah: 17-20). Pertanyaan-pertanyaan bagaimana, mengapa, kenapa, apa, dan siapa adalah pertanyaan-pertanyaan dalam batasan dan rumusan sebuah penelitian. Tanpa batasan dan rumusan masalah, maka pendekatan dan kerangka teori sebuah penelitian tidak dapat dilanjutkan.

Ketika alam semesta sudah diperlakukan dengan benar, sebagaimana pengertian ontologis dan epistemologis dari Tuhan, maka jaminannya sudah pasti, pengetahuan baru yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Inilah serendipitas. Ketika pertanyaan-pertanyaan kritis diajukan, data-data dikumpulkan sebanyak mungkin, lalu dianalisis secara tajam dan kritis, pada akhirnya seorang peneliti mendapatkan kebaruan atau serendipitas.

Serendipitas ini lebih luas dan panjang dibahas oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya berjudul ar-Risalah al-Ladunniyah (Epistemologi Ilmu Ladunni). Ada dua jenis serendipitas, tapi yang kontekstual dengan topik sains hanya satu, seperti yang ada dalam tulisan ini. Serendipitas itu sendiri merupakan janji Allah swt yang berfirman: “Dia (Tuhan) mengajari manusia apa pun yang belum diketahui,” (Qs. Al-‘Alaq: 5).

Ayat 5 surat al-‘Alaq ini bicara tentang hasil akhir kerja penelitian, yakni mendapati kebaruan (novelty), yang belum diketahui sebelumnya. Artinya, Tuhan menjamin akan menganugerahkan pengetahuan baru bagi mereka yang sudah bekerja secara saintifik. Namun pengetahuan baru itu tetap tidak dapat diprediksi sejak awal, sebelum penelitian dilakukan secara purna. Pengetahuan baru itu akan menjadi serendipitas, bila diukur dari posisi calon peneliti yang baru akan memulai kerja riset ilmiahnya.

Naifnya, kepongahan manusia terletak pada klaim. Mereka, mengklaim secara subjektif bahwa pengetahuan yang diraih, diperoleh, dengan jalur metodologis ilmiah-rasional-positivistik bebas dari “anugerah ilahiah,” dan sepenuhnya hasil kerja keras banting tulang manusia. Klaim sepihak ini tidak akan pernah menggoyahkan sedikit pun saintis beriman teguh berpegang kepada Tuhan.

Segala jenis gonjang ganjing, saling serang, saling merevisi, saling validasi, dan falsifikasi satu sama lain, bukan topik utama bagi saintis muslim. Sebaliknya, hal itu akan dianggap sepenuhnya cara Tuhan mengajari manusia untuk bekerja lebih profesional di dunia sains. Yakni, Fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan). Dalam dunia sains, berlomba-lomba mencari novelty. Itulah perintah utama Islam. Karena Tuhan sendiri berfirman: “sampai menjadi jelas bagi mereka bahwa itulah kebenaran,” (Qs. Fushshilat: 53).

Sebelum kerja ilmiah tersebut melahirkan kebenaran, proses pencarian jawaban dari segala jenis pertanyaan masih berlangsung, maka saintis muslim yang berpegang teguh pada al-Quran, akan terus berpacu dalam riset ilmiah, baik lewat pendekatan empiris-positifis maupun rasional-logis.

Orang muslim yang baik tidak akan meninggalkan al-Quran, dan al-Quran sendiri mendorong, memacu, mewajibkan semangat saintifik, dan kerja-kerja riset. Meninggalkan kerja-kerja riset ilmiah dan berpikir al-Quran tidak mendorong ke arah sana ialah keyakinan keliru dalam Islam. Memang manusia pertama kali lahir ke bumi tidak punya “sikap rasa ingin tahu yang besar pada kehidupan”—meminjam istilah Lukas Luwarso (Facebook, 9/6/2020). Namun, setelah tumbuh dewasa, manusia dihadapkan pada dorongan, perintah, dan kewajiban dari al-Quran, misalnya.

Intinya, agama Islam sebagai penyebab dan faktor pendorong kerja-kerja saintifik. Tidak cukup di situ saja, Islam dengan kitab suci al-Quran juga berperan sebagai “reason for being (raison d’etre)” bagi munculnya teori sains. Bahkan, wahyu pertama dalam Islam berbunyi: “bacalah atas nama Tuhanmu yang menciptakan!,” (Qs. Al-‘Alaq: 1). Ayat ini berbicara tentang alasan mengapa umat muslim harus menciptakan banyak teori saintifik.

Ayat 1 surat Al-‘Alaq ini dapat dibaca dengan dua cara: pertama, sebagai alasan (raison d’etre) menciptakan teori-teori sains. Kedua, sebagai alasan mengapa pencapaian sains dihubungkan pada dimensi Ilahiah. Dan melalui ayat: “bacalah!”, umat muslim memiliki alasan meriset dan melahirkan teori baru agar berkontribusi dalam peradaban sains. Dengan kebebasan berpikir di dalam kerangka kerja membaca, umat muslim berkarya. Segala jenis disiplin ilmu pengetahuan yang pernah ada dalam sejarah manusia, boleh ditekuni. Itu perintah agama.

Melalui ayat: “atas nama Tuhanmu!”, umat muslim memiliki alasan untuk tidak memisahkan agama dari prestasi sains. Sebaliknya, segala prestasi ataupun pencapaian kerja saintifik harus diatasnamakan Tuhan, sebagai sebuah persembahan, pengabdian, dan bukti telah menjalankan perintah.

Di titik inilah, saintis muslim berbeda identitas dengan saintis lain. Tuhan dalam agama Islam tidak menuntut apa pun selain segala prestasi kerja saintifik diatasnamakan kepada-Nya. Meriset bagi muslim adalah menantikan anugerah Ilahiah, dan serendipitas atau penemuan berharga yang tidak disangka-sangka merupakan perkara suci nan sakral dalam dunia sains Islam.

Serendipitas dalam sains Islam itu sakral sebagaimana Serendip itu sendiri merujuk pada Kota Suci Sri Lanka yang juga sakral.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt