Jumat, 18 Desember 2020

SALAH SATU POTRET CERITA KEBO KICAK

KARANG KEJAMBON DI KABUPATEN JOMBANG

Anton Wahyudi *
 
Cerita Kebo Kicak Karang Kejambon adalah salah satu cerita rakyat yang sering banyak disinggung oleh masyarakat asli Kabupaten Jombang baik dari kalangan sejarawan, akademisi, para pegiat atau praktisi budaya, masyarakat di kalangan pesantren, maupun masyarakat awam. Cerita rakyat ini sering banyak dikorelasikan atau dijadikan rujukan sebagai cerita babon atau cerita babad, oleh karena ceritanya panjang, muncul berbagai banyak versi, dan sering berhubungan erat dengan banyak cerita-cerita rakyat yang tersebar di Jombang baik cerita rakyat berbentuk mite, legenda, maupun dongeng.
 
Ada berbagai versi cerita Kebo Kicak Karang Kejambon yang beredar luas di wilayah Jombang, baik dari versi pesantren (kalangan santri), versi sejarah, versi budaya (pegiat seni tradisi), versi tokoh-tokoh masyarakat pendukungnya, dan lain sebagainya. Versi-versi cerita yang turut membedakan baik pembedaan dalam konteks fonologis nama-nama tokoh, alur cerita, hingga setting cerita. Versi cerita tersebut tentunya saling berkaitan, saling mendukung, dan sama-sama menyiratkan nilai-nilai kearifan lokal di dalamnya.
 
Cerita Kebo Kicak Karang Kejambon dalam versi sejarah dan budaya adalah salah satu dari sekian banyak versi cerita yang menarik untuk dibaca dan ditelaah isinya. Dalam versi sejarah dan budaya, diceritakan bahwa asal-muasal cerita Kebo Kicak dimulai dari misi penyebaran agama yang dilakukan oleh empat sosok bersaudara yang datang merantau dari wilayah Sedayu Gresik. Keempat tokoh tersebut bernama Ki Ageng Pranggang, Ki Ageng Sumoyono, Ki Ageng Bono, dan Ki Ageng Balong Biru.
 
Konon, dalam cerita ini dijelaskan bahwa tokoh Ki Ageng Pranggang mempunyai seorang anak cantik jelita bernama Pandan Manguri. Diceritakan bahwa Pandan Manguri mempunyai kebiasaan mencuci pakaiannya di seberang sungai. Salah satu dari sekian banyak pakaian yang sering dicucinya adalah kain jarik (Jawa: kain panjang berwarna hitam dengan corak batik berwarna cokelat yang motifnya beraneka ragam).
 
Suatu ketika pada saat Pandan Manguri meletakkan kain jariknya di atas bebatuan ia dikejutkan dengan munculnya sosok pemuda. Sesosok pemuda tampan bernama Pamulang Jagat, salah satu pangeran dari Kerajaan Majapahit yang sedang bertapa. Keduanya akhirnya saling jatuh cinta. Konon, Pandan Manguri tidak mengetahui bahwa kekasihnya adalah seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit. Keduanya pada akhirnya sering saling memadu kasih, lalu berbuat zina. Hingga pada akhirnya Pandan Manguri hamil dan kehamilannya diketahui oleh ayahandanya yang bernama Ki Ageng Pranggang.
 
Ki Ageng Pranggang sangat marah besar sesaat setelah mengetahui anaknya tengah hamil atau dihamili. Lebih marah lagi karena Pandan Manguri tidak mau menjawab atau menceritakan lelaki yang telah menghamilinya. Dengan brutal Ki Ageng Pranggang memukul, mencambuk, dan menyiksa putrinya, berharap putrinya mau menceritakan atau menyebutkan nama lelaki yang telah menghamilinya.
 
Seketika, datanglah Pamulang Jagat dan mengakui bahwa dirinyalah yang telah menghamili putrinya. Pada saat Ki Ageng Pranggang bertanya tentang siapa pemuda itu, seketika Ki Ageng Pranggang dan anaknya kaget dan menunduk, lalu berlutut hormat kepadanya. Pandan Manguri baru tahu ternyata kekasihnya adalah seorang pangeran dari kerajaan. Tidak banyak yang disampaikan oleh Pangeran Pamulang Jagat, ia hanya berpesan jika suatu saat  nanti jabang bayinya lahir laki-laki, ia berharap kepada Pandan Manguri agar memberinya nama Joko Tulus. Ia juga berpesan sembari memberikan seuntai kain tanda pengenal kerajaaan, jika nanti anaknya sudah tumbuh dewasa agar pergi ke Kerajaan Majapahit menemuinya.
 
Seiring berjalannya waktu Joko Tulus tumbuh menjadi dewasa. Ia tumbuh menjadi lelaki perkasa. Dia mulai menuntut tanya pada ibu dan kakeknya, menanyakan siapa dan di mana ayahandanya. Ia malu karena sering diolok-olok oleh teman-teman sebayanya. Anehnya, kakeknya selalu memberi tahu dengan kebohongan di mana keberadaan ayahandanya.
 
Setiap kali kakeknya memberi tahu tentang keberadaan ayahandanya, ia selalu senang dan kegirangan. Senang bukan kepalang. Ia senang dan gindrang-gindrang (Jawa: meloncat-loncat) sesuka hatinya, hingga tak sadar kakeknya terinjak-injak oleh kakinya. Begitu seterusnya. Sampai pada suatu ketika kakeknya spontan berucap tentang ia yang tingkah polahnya seperti kebo kicak (Jawa: kerbau yang suka menginjak-injak). Dari ucapan kakeknya itulah Joko Tulus mulai berubah perawakannya, berubah perangainya, mirip seperti hewan kerbau. Ia bertanduk dan terlihat aneh, tidak seperti raut wajah manusia yang semestinya.
 
Hingga pada akhirnya kakek dan ibunya memberi tahu dengan jujur tentang keberadaan ayahandanya yang tinggal di Kerajaan Majapahit. Dengan berbekal seuntai kain identitas kerajaan dan pesan-pesan dari ibunya, ia pun segera pergi ke Kerajaan Majapahit. Menariknya, sang raja dan ayahandanya tidak mau mengakui dirinya. Lalu, keduanya mempunyai inisiatif yang jelek kepadanya.
 
Sang raja dengan ayahandanya membuat siasat dengan mengatakan sama-sama tidak percaya kepadanya. Sang raja pun membuat uji coba, atau semacam sayembara, “Jikamana ia bisa membawa Pusaka Banteng Tracak Kencana ke Kerajaan Majapahit, maka raja dan ayahandanya akan memercayai bahwa Joko Tulus benar-benar anak kandungnya,” katanya.
 
Hingga pada akhirnya Joko Tulus pulang atau kembali ke rumahnya. Ia berubah menjadi pemuda yang sangat ambisius. Ia ingin sesegera memiliki Pusaka Banteng Tracak Kencana. Ia pun akhirnya bertanya-tanya pada sang kakek dan ibunya perihal pusaka itu. Alhasil, kakek dan ibunya memberitahu bahwa pusaka itu adalah salah satu pusaka milik saudara sepupunya. Pusaka milik Surontanu, anak dari Ki Ageng Somoyono.
 
Ibu dan kakeknya melarang kepergiaannya, oleh karena ibu dan kakeknya yakin pusaka itu tidak boleh dipakai sembarangan. Ibunya juga meyakini bahwa Surontanu tidak akan mungkin mau meminjamkan atau menyerahkan pusaka itu kepada anaknya. Ambisius yang tinggi membuat Joko Tulus tetap berangkat menemui Surontanu. Alhasil, benar kata kakek dan ibunya, bahwa Surontanu tidak mau meminjamkan atau menyerahkan pusaka itu kepadanya. Oleh karena pusaka itu sangat berbahaya. Dengan beringas dan ambisius Joko Tulus berusaha merebut pusaka itu.
 
Pertarungan pun pada akhirnya dimulai. Pertarungan besar antara Joko Tulus dan Surontanu. Menariknya adalah Surontanu memiliki pusaka yang bisa membuatnya menghilang dari tempat satu ke tempat yang lainnya. Dari wilayah satu ke wilayah yang lainnya. Joko Tulus pun juga mempunyai indra penciuman yang tajam. Ia mampu mencium keberadaan Surontanu. Pertarungannya berpindah-pindah. Keduanya sama-sama beradu kesaktian. Hingga pada pertarungan puncak di suatu tempat, keduanya lenyap, hilang, tertelan lendut (Jawa: tanah gembur). Dengan demikian, tidak ada pemenangnya. Keduanya sama-sama hilang ditelan bumi.
***
 
*) Anton Wahyudi, bermukim di Dusun Jambu RT/RW: 2/2, Desa Jabon, Jombang. Mengelola Jombang Institute, sebuah Lembaga Riset Sejarah, Sosial, dan Kebudayaan di Jombang, Jawa Timur. Di samping aktif dalam kegiatan menulis, dan sebagai editor lepas, menjadi Dosen Sastra Indonesia di Kampus STKIP PGRI, Jombang. Buku terbarunya “Guruku, Ayahku, Kakakku Kwat Prayitno” (2020). http://sastra-indonesia.com/2020/12/salah-satu-potret-cerita-kebo-kicak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt