Asarpin
lampungpost.com
NOVEL Bilangan Fu (2008) mengantarkan Ayu Utami meraih penghargaan
Khatulistiwa Literatur Award (KLA) 2008. Bilangan Fu bagaimanapun layak meraih
penghargaan itu.
Berbeda dengan kedua novel Ayu sebelumnya, Bilangan Fu tidak mengejar
bahasa imaji yang berima, kendati beberapa tempat masih tersisa. Novel ini
banyak mengungkai kisah-kisah mitologis yang, selain mengenai kosmologi dan
kosmogoni, juga mengaduk-aduk matematika, geometri, fisika, agama, dan tafsir
tentang Tuhan sebagai satu dan nol yang rumit.
Sejak halaman muka, kita dipertontonkan rajutan berbagai narasi yang hampir
mati atau sudah mati, tapi berhasil dihidupkan kembali melalui jalinan
kisah-kisah kejadian yang kadang mengandung alegori mistik, motif mitos, mimpi,
dan fantasi. Semua ditakik dari aneka khazanah melalui riset yang tiada
bandingnya bagi sebagian besar novel Indonesia.
Beragam masalah yang dinarasikan itu sampai juga kepada masalah tiga yang
bukan menguak tabir, melainkan ikut merundung sebagian besar para pengarang:
Modernisme-monotheisme-militerisme (yang oleh penulisnya dengan ringan
disingkat 3M). Dari sini lalu kita diajak menjelalah spiritualisme dan
rasionalisme, estetika kesatupaduan dan estetika hibrida, tentang kalender
Masehi, Hijriah, dan Jawa purba. Lantas mengembara dalam ceruk-ceruk ilmu
falak, ilmu bumi, fisika, biologi, filsafat, dan psikologi.
Novel ini tidak cuma melukiskan peristiwa nyata atau seolah-olah nyata
seperti dalam novel-novel realis, tapi metafora dengan kekuatan isi. Pola-pola
geometris di tangan Ayu dipintal menjadi pola perlambangan yang berisi tapi
bukan pilihan estetik. Berbagai jalinan kisah seakan menggemakan suara lonceng
abad tengah yang bangkit dari dalam tiap nurani para tokoh. Barang kali inilah
sebuah kekosongan yang mesti ditebus dengan kesendirian dan kehilangan. Sunya
kata orang Hindu. Cifr kata Arab.
Dengan novel ini kita diajak memasuki rawa-rawa tersembunyi melalui mitos
penciptaan semesta. Dalam perjalanan memasuki hamparan luas intertektualitas,
kita bersiap dikejutkan berbagai kisah dalam Kitab Kejadian.
Kitab ini adalah kitab pertama dalam Alkitab, yang pada mulanya tidak
merumuskan Tuhan sebagai satu. Demikian pula agama Hindu India sebelum Masehi,
memiliki konsep mengenai kekosongan, ketiadaan, nihilis.
Konsep itu terkandung pada kata shu-nya, dengan lambang spasi kosong dan
titik dan lingkaran nol. Lalu lama kelamaan konsep filsafat Hindu itu
bermetamorfosis menjadi bilangan 0 (nol) yang ditemukan bersamaan dengan
numerasi, sistem penomoran. Inilah lambang yang kemudian dijadikan sampul novel
Bilangan Fu.
***
Keberanian Ayu menjelajah berbagai bidang liputan yang jauh di luar sastra,
sangat pantas jika novel ini disandingkan dengan novel tetralogi Pram. Selain
memuat teori fisika yang segar, khususnya soal atom dan infinitesimalitas
(nilai yang mahakecil yang mendekati nol tetapi tidak sama dengan nol), novel
ini mengangkat permasalahan seputar jagat raya.
Barangkali yang paling dominan, di luar persoalan psikologi, masalah
matematika dan geometri. Ada bilangan mistik dengan membagi yang tak sama
dengan membelah, sebaliknya, membagi di sini sekaligus memiliki sifat
penggandaan: Jika aku membagi nyawaku kepada 12 anggota, aku mengalikan nyawaku
dengan 12, di mana pada saat yang sama, nyawaku tetap satu. Inilah rumusnya:
1:a = 1xa = 1, dan a bukan satu.
Bisa jadi matematika bisa membuat orang terasing dan terpencil, tapi ilusi
matematis sebagai logis dan pasti hampir tidak bisa dipakai untuk Tuhan di
sini. Tuhan yang Maha Esa itu warisan matematika yang dilacurkan ilmu
antropologi dan perbandingan agama yang kelak melahirkan teori revalasi yang
terkenal dengan nama monoteisme itu. Kata “ehad” dan “ahad” dalam bahasa Ibrani
dan Arab itu, kata Ayu, sama-sama berinduk Semit.
Eka adalah satu dalam Sanskrit. Esa adalah satu dalam Islam. Ini pendapat
saya. Sedang pendapat Ayu, terutama mengenai Kitab Kejadian awalnya belum
merumuskannya sebagai Tuhan.
Kepada Abraham ia merumuskan dirinya sebagai “Akulah Tuhan” atau “Allah
Yang Mahatinggi” atau “Allah Yang Mahakuasa”. Lalu Ayu menegaskan: Satu yang
dirumuskan tanpa konsep nol adalah satu yang dirumuskan bukan dalam mentalitas
matematis, melainkan mentalitas metaforis. Satu yang dirumuskan tanpa konsep
nol adalah satu yang sekaligus memiliki properti nol.
Inilah, saya rasa, yang dicari-cari tokoh Ayah melalui pendekatan dan
lakunya yang sulit dimengerti dalam bilangan “satu yang juga nol” itu. Siapakah
Ayah yang dimaksud Ayu di situ? Mungkin ayah Esau dan Yakub dalam kisah Kitab
Kejadian.
Menanggapi kisah keluarga Ishak itu, Ayu menafsirkan begini: Belum ada
rumusan eksplisit tentang keesaan Tuhan seperti kelak dalam wahyu kepada Musa.
Bahkan dalam kisah Esau dan Yakub yang panjang umur itu, kata Ayu, telah muncul
persoalan nama, yakni manusia ingin mengetahui Tuhannya. Namun, Tuhan tidak mau
mengungkapkan nama-Nya. Kebilangan dan kenamaan ini pula yang jadi inti novel
ini.
***
Demikianlah. Kearifan di atas memberi renungan yang tidak mudah. Kisah
dalam Kitab Kejadian menegaskan bahwa Tuhan bukan seperti dalam konsep
monoteisme, yang memaksakan konsep satu yang matematis kepada nol yang mistis.
Zero yang spiritual adalah yang kosong sekaligus penuh, tidak berupa, tidak
terbatas, tidak berbanding, dan maha. Penemuan angka 0 dan 1 konon merupakan
revolusi dalam pikiran manusia.
Saya pernah baca juga tentang bilangan nol dari kitab sastra yang dikarang
orang Jawa. Kitab Bumi Manusia.
Nol itu keadaan suwung, kata Pram. Sebuah kosong. Seperti telur yang
tinggal cangkang. Dari sebuah cangkang kosong, terjadi awal lagi. Dari awal
terjadi mengembang sampai puncak, angka 9, kosong, berawal lagi dalam nilai
yang lebih tinggi, belasan, ratusan, ribuan, kosong, dst. Kami tahu juga,
betapa tidak berartinya sistem desimal tanpa nol, bukan?
Karena Tuhan sebagai satu, bisa jadi bahwa kosmos berubah menjadi chaos
karena manusia sendiri terlampau lancung menerapkan yang puitis dan metaforis
secara matematis dan geometris, dan yang spiritual menjadi yang rasional.
Padahal “pikiran rasional membentangkan sebuah garis pembatas terhadap konsep
seseorang dalam hubungannya dengan kosmos”, tulis John Forbes
Nash–matematikawan “gila” peraih Nobel itu. Itulah “selingan-selingan
rasionalitas yang dipaksakan kepada kita untuk memahami dunia”.
Modernisme, selain syarat dengan keyakinan yang pasti, juga syarat dengan
kekhawatiran mendalam akan kelangsungan umat manusia karena kemajuan ilmu
pengetahuan telah jauh-jauh hari menyandarkan rasionalisme dalam ketinggian
yang bikin cemas jutaan manusia. Orang terlalu sadar dengan satu, rasa gandrung
pada ruang dan bentuk, padahal itu hanya ilusi.
Tidak banyak yang sadar isi, yang mau menyangga Kitab Suci dengan
puisi-prosa dan menjadikan kesetaraan secara tidak tampak antara dongeng tua
dan Kitab Suci. Bisa jadi bahwa Esau dan Adam berhubungan dengan Saturnus dan
Titan–bulan kedua Saturnus–adalah Yakub sekaligus musuh Buddha dan Iblis,
sebagaimana fantasi John Forbes Nash ketika sedang berada di ambang delusi.
Boleh jadi matematika merupakan ungkapan nalar yang bersahaja, dan ada
lambang-lambang unik dan cantik, konvensi-konvensi yang teguh, ringkas. Tapi,
agama, iman, Tuhan jika didekati secara matematis-logis atau melalui pola-pola
geometris atau nalar matematis, barangkali akan kehilangan aura estetis. Tak
ada kata pasti untuk agama, iman, dan Tuhan. Karena kalau demikian adanya, sama
saja dengan 3M yang mendesakkan yang rasional kepada yang spiritual atau
mendesakkan kemurnian kepada yang campuran, etika tunggal, dan estetika
hibrida. Dan makna tauhid bukan sebuah tamsil.
Pernyataan bahwa “Tuhan itu esa” terkesan sebagai tauhid yang tidak
berhubungan dengan Tuhan karena kalimat itu menyatakan jumlah bilangan yang
meniscayakan adanya kondisi yang terbatas.
Yuda dalam kitab Bilangan Fu seperti metamorfosis Mansur yang meninggalkan
guru darwis dan beralih berguru kepada iblis. Seandainya tidak ada iblis di
surga, mungkin takkan ada perintah untuk membaca karena Kitab Suci sendiri
mungkin tidak ada.
Seandainya tidak ada Yuda yang bergelar “si iblis” itu, apa arti Parang
Jati dan orang-orang Farisi dan tokoh-tokoh lain.
Dari sini kita diajak masuk ke ceruk-ceruk tersembunyi perihal pemanjatan
tebing yang bermetamorfosis menjadi pemanjatan suci: Sacred climbing! Di sini
Parang Jati seperti mengulum senyum yang menyembunyikan sesuatu, tapi bukan
bertanda sebagai sinis, melainkan kritis; senyum naif yang kanak-kanak dan
bukan senyum orang tua yang munafik.
Akhirnya, novel ini mengungkai hal-hal yang tidak selesai. Tentang Khotbah
di Bukit Prosa, tentang Surat Musa, tentang Kitab Kejadian dan Kitab Kejatuhan,
dan di atas semuanya adalah tentang gugatan seorang feminis atas sains yang
patriarkat:
“Matematikawan adalah orang yang sangat eksklusif. Mereka menempati suatu
dataran sangat tinggi dan memandang rendah semua orang lain. Ia membuat
hubungan mereka dengan perempuan sangat rumit”. Luar biasa!
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar