Selasa, 20 Juli 2021

Khotbah di Bukit Prosa

Asarpin
lampungpost.com
 
NOVEL Bilangan Fu (2008) mengantarkan Ayu Utami meraih penghargaan Khatulistiwa Literatur Award (KLA) 2008. Bilangan Fu bagaimanapun layak meraih penghargaan itu.
 
Berbeda dengan kedua novel Ayu sebelumnya, Bilangan Fu tidak mengejar bahasa imaji yang berima, kendati beberapa tempat masih tersisa. Novel ini banyak mengungkai kisah-kisah mitologis yang, selain mengenai kosmologi dan kosmogoni, juga mengaduk-aduk matematika, geometri, fisika, agama, dan tafsir tentang Tuhan sebagai satu dan nol yang rumit.
 
Sejak halaman muka, kita dipertontonkan rajutan berbagai narasi yang hampir mati atau sudah mati, tapi berhasil dihidupkan kembali melalui jalinan kisah-kisah kejadian yang kadang mengandung alegori mistik, motif mitos, mimpi, dan fantasi. Semua ditakik dari aneka khazanah melalui riset yang tiada bandingnya bagi sebagian besar novel Indonesia.
 
Beragam masalah yang dinarasikan itu sampai juga kepada masalah tiga yang bukan menguak tabir, melainkan ikut merundung sebagian besar para pengarang: Modernisme-monotheisme-militerisme (yang oleh penulisnya dengan ringan disingkat 3M). Dari sini lalu kita diajak menjelalah spiritualisme dan rasionalisme, estetika kesatupaduan dan estetika hibrida, tentang kalender Masehi, Hijriah, dan Jawa purba. Lantas mengembara dalam ceruk-ceruk ilmu falak, ilmu bumi, fisika, biologi, filsafat, dan psikologi.
 
Novel ini tidak cuma melukiskan peristiwa nyata atau seolah-olah nyata seperti dalam novel-novel realis, tapi metafora dengan kekuatan isi. Pola-pola geometris di tangan Ayu dipintal menjadi pola perlambangan yang berisi tapi bukan pilihan estetik. Berbagai jalinan kisah seakan menggemakan suara lonceng abad tengah yang bangkit dari dalam tiap nurani para tokoh. Barang kali inilah sebuah kekosongan yang mesti ditebus dengan kesendirian dan kehilangan. Sunya kata orang Hindu. Cifr kata Arab.
 
Dengan novel ini kita diajak memasuki rawa-rawa tersembunyi melalui mitos penciptaan semesta. Dalam perjalanan memasuki hamparan luas intertektualitas, kita bersiap dikejutkan berbagai kisah dalam Kitab Kejadian.
 
Kitab ini adalah kitab pertama dalam Alkitab, yang pada mulanya tidak merumuskan Tuhan sebagai satu. Demikian pula agama Hindu India sebelum Masehi, memiliki konsep mengenai kekosongan, ketiadaan, nihilis.
 
Konsep itu terkandung pada kata shu-nya, dengan lambang spasi kosong dan titik dan lingkaran nol. Lalu lama kelamaan konsep filsafat Hindu itu bermetamorfosis menjadi bilangan 0 (nol) yang ditemukan bersamaan dengan numerasi, sistem penomoran. Inilah lambang yang kemudian dijadikan sampul novel Bilangan Fu.
***
 
Keberanian Ayu menjelajah berbagai bidang liputan yang jauh di luar sastra, sangat pantas jika novel ini disandingkan dengan novel tetralogi Pram. Selain memuat teori fisika yang segar, khususnya soal atom dan infinitesimalitas (nilai yang mahakecil yang mendekati nol tetapi tidak sama dengan nol), novel ini mengangkat permasalahan seputar jagat raya.
 
Barangkali yang paling dominan, di luar persoalan psikologi, masalah matematika dan geometri. Ada bilangan mistik dengan membagi yang tak sama dengan membelah, sebaliknya, membagi di sini sekaligus memiliki sifat penggandaan: Jika aku membagi nyawaku kepada 12 anggota, aku mengalikan nyawaku dengan 12, di mana pada saat yang sama, nyawaku tetap satu. Inilah rumusnya: 1:a = 1xa = 1, dan a bukan satu.
 
Bisa jadi matematika bisa membuat orang terasing dan terpencil, tapi ilusi matematis sebagai logis dan pasti hampir tidak bisa dipakai untuk Tuhan di sini. Tuhan yang Maha Esa itu warisan matematika yang dilacurkan ilmu antropologi dan perbandingan agama yang kelak melahirkan teori revalasi yang terkenal dengan nama monoteisme itu. Kata “ehad” dan “ahad” dalam bahasa Ibrani dan Arab itu, kata Ayu, sama-sama berinduk Semit.
 
Eka adalah satu dalam Sanskrit. Esa adalah satu dalam Islam. Ini pendapat saya. Sedang pendapat Ayu, terutama mengenai Kitab Kejadian awalnya belum merumuskannya sebagai Tuhan.
 
Kepada Abraham ia merumuskan dirinya sebagai “Akulah Tuhan” atau “Allah Yang Mahatinggi” atau “Allah Yang Mahakuasa”. Lalu Ayu menegaskan: Satu yang dirumuskan tanpa konsep nol adalah satu yang dirumuskan bukan dalam mentalitas matematis, melainkan mentalitas metaforis. Satu yang dirumuskan tanpa konsep nol adalah satu yang sekaligus memiliki properti nol.
 
Inilah, saya rasa, yang dicari-cari tokoh Ayah melalui pendekatan dan lakunya yang sulit dimengerti dalam bilangan “satu yang juga nol” itu. Siapakah Ayah yang dimaksud Ayu di situ? Mungkin ayah Esau dan Yakub dalam kisah Kitab Kejadian.
 
Menanggapi kisah keluarga Ishak itu, Ayu menafsirkan begini: Belum ada rumusan eksplisit tentang keesaan Tuhan seperti kelak dalam wahyu kepada Musa. Bahkan dalam kisah Esau dan Yakub yang panjang umur itu, kata Ayu, telah muncul persoalan nama, yakni manusia ingin mengetahui Tuhannya. Namun, Tuhan tidak mau mengungkapkan nama-Nya. Kebilangan dan kenamaan ini pula yang jadi inti novel ini.
***
 
Demikianlah. Kearifan di atas memberi renungan yang tidak mudah. Kisah dalam Kitab Kejadian menegaskan bahwa Tuhan bukan seperti dalam konsep monoteisme, yang memaksakan konsep satu yang matematis kepada nol yang mistis. Zero yang spiritual adalah yang kosong sekaligus penuh, tidak berupa, tidak terbatas, tidak berbanding, dan maha. Penemuan angka 0 dan 1 konon merupakan revolusi dalam pikiran manusia.
 
Saya pernah baca juga tentang bilangan nol dari kitab sastra yang dikarang orang Jawa. Kitab Bumi Manusia.
 
Nol itu keadaan suwung, kata Pram. Sebuah kosong. Seperti telur yang tinggal cangkang. Dari sebuah cangkang kosong, terjadi awal lagi. Dari awal terjadi mengembang sampai puncak, angka 9, kosong, berawal lagi dalam nilai yang lebih tinggi, belasan, ratusan, ribuan, kosong, dst. Kami tahu juga, betapa tidak berartinya sistem desimal tanpa nol, bukan?
 
Karena Tuhan sebagai satu, bisa jadi bahwa kosmos berubah menjadi chaos karena manusia sendiri terlampau lancung menerapkan yang puitis dan metaforis secara matematis dan geometris, dan yang spiritual menjadi yang rasional. Padahal “pikiran rasional membentangkan sebuah garis pembatas terhadap konsep seseorang dalam hubungannya dengan kosmos”, tulis John Forbes Nash–matematikawan “gila” peraih Nobel itu. Itulah “selingan-selingan rasionalitas yang dipaksakan kepada kita untuk memahami dunia”.
 
Modernisme, selain syarat dengan keyakinan yang pasti, juga syarat dengan kekhawatiran mendalam akan kelangsungan umat manusia karena kemajuan ilmu pengetahuan telah jauh-jauh hari menyandarkan rasionalisme dalam ketinggian yang bikin cemas jutaan manusia. Orang terlalu sadar dengan satu, rasa gandrung pada ruang dan bentuk, padahal itu hanya ilusi.
 
Tidak banyak yang sadar isi, yang mau menyangga Kitab Suci dengan puisi-prosa dan menjadikan kesetaraan secara tidak tampak antara dongeng tua dan Kitab Suci. Bisa jadi bahwa Esau dan Adam berhubungan dengan Saturnus dan Titan–bulan kedua Saturnus–adalah Yakub sekaligus musuh Buddha dan Iblis, sebagaimana fantasi John Forbes Nash ketika sedang berada di ambang delusi.
 
Boleh jadi matematika merupakan ungkapan nalar yang bersahaja, dan ada lambang-lambang unik dan cantik, konvensi-konvensi yang teguh, ringkas. Tapi, agama, iman, Tuhan jika didekati secara matematis-logis atau melalui pola-pola geometris atau nalar matematis, barangkali akan kehilangan aura estetis. Tak ada kata pasti untuk agama, iman, dan Tuhan. Karena kalau demikian adanya, sama saja dengan 3M yang mendesakkan yang rasional kepada yang spiritual atau mendesakkan kemurnian kepada yang campuran, etika tunggal, dan estetika hibrida. Dan makna tauhid bukan sebuah tamsil.
 
Pernyataan bahwa “Tuhan itu esa” terkesan sebagai tauhid yang tidak berhubungan dengan Tuhan karena kalimat itu menyatakan jumlah bilangan yang meniscayakan adanya kondisi yang terbatas.
 
Yuda dalam kitab Bilangan Fu seperti metamorfosis Mansur yang meninggalkan guru darwis dan beralih berguru kepada iblis. Seandainya tidak ada iblis di surga, mungkin takkan ada perintah untuk membaca karena Kitab Suci sendiri mungkin tidak ada.
 
Seandainya tidak ada Yuda yang bergelar “si iblis” itu, apa arti Parang Jati dan orang-orang Farisi dan tokoh-tokoh lain.
 
Dari sini kita diajak masuk ke ceruk-ceruk tersembunyi perihal pemanjatan tebing yang bermetamorfosis menjadi pemanjatan suci: Sacred climbing! Di sini Parang Jati seperti mengulum senyum yang menyembunyikan sesuatu, tapi bukan bertanda sebagai sinis, melainkan kritis; senyum naif yang kanak-kanak dan bukan senyum orang tua yang munafik.
 
Akhirnya, novel ini mengungkai hal-hal yang tidak selesai. Tentang Khotbah di Bukit Prosa, tentang Surat Musa, tentang Kitab Kejadian dan Kitab Kejatuhan, dan di atas semuanya adalah tentang gugatan seorang feminis atas sains yang patriarkat:
 
“Matematikawan adalah orang yang sangat eksklusif. Mereka menempati suatu dataran sangat tinggi dan memandang rendah semua orang lain. Ia membuat hubungan mereka dengan perempuan sangat rumit”. Luar biasa!
***

http://sastra-indonesia.com/2009/03/khotbah-di-bukit-prosa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt