Selasa, 13 Juli 2021

SATU SEGI DARI DEBAT BUDAYA ANTARA MANIKEBU DAN LEKRA

Dari Notes Belajar Seorang Awam: [Catatan Untuk Aguk Irawan Mn]
 
JJ. Kusni
 
Dalam artikel yang sangat menarik berjudul “Menuju Kebudayaan Baru Itu Meniru Barat” yang diturunkan oleh Harian Sinar Harapan, Jakarta, pada tanggal 17 Juli 2004, Aguk Irawan antara lain menulis:
 
“Di saat gelombang perdebatan Manikebu Vs Lekra bertemu di puncak yang sangat sengit (1950-1965), Mesir juga mengalami persengketaan yang meluap dan tak kalah sengitnya. Permasalahannya juga tak jauh berbeda, yaitu dalam hal dan cita-cita ”mewujudkan kebudayaan baru” persoalan itu digiring melalui konsepsi ”bahasa dan sastra Arab”. Pelaku perdebatan adalah para eksponen modernisasi dan eksponen tradisionalisasi.Dalam perdebatan tersebut, ada satu nama yang sangat penting”.
 
Artikel Aguk yang berharga sebagai pembanding dalam usaha menarik pelajaran dari negeri lain dan juga dalam usaha menyidik hukum umum dari peristiwa sejarah, telah mengangkat beberapa soal serius, antara lain apakah kebudayaan modern dan tradisional, risiko apa yang dihadapi oleh seorang pembidas, dan kemudian inti masalah dalam debat budaya antara Lekra [Lembaga Kebudayaan Rakyat] dan seniman-budayawan yang mencetuskan Manifes Kebudayaan yang oleh Pramoedya A. Toer ketika menjadi pengasuh ruang kebudayaan Lentera, Harian Bintang Timur, Jakarta disingkat dengan Manikebu — istilah ironis yang sekalipun sudah menjadi umum digunakan tapi saya sendiri enggan menggunakannya. Mengapa? Karena ironisme dan sinisme tidak hakiki dan tidak membantu dalam menjawab masalah. Saya lebih suka jika dalam perdebatan kita memasuki dan membahas masalahnya dengan tenang tanpa sinisme dan ironisme. Saya tidak pernah menemukan irionisme, sinisme, apalagi gunjing dan maki-maki bisa memecahkan masalah kecuali menghilangkan ketenangan dan membangkitkan kekalapan. Penggunaan ironisme dan sinisme, apalagi gunjing dan maki-maki bagi saya hanya memperlihatkan taraf budaya dan kemanusiaan para peserta yang disebut “debat”. Debat ide dengan cara ini akan merosot menjadi yang disebut oleh orang Jawa sebagai “eyel-eyelan” setingkat dengan “pokrol bambu”, tanpa hasil apapun selain memarakkan kedengkian.Dan barangkali tidak bisa digolongan pada kategori debat ide.
 
Dalam hal ini sungguh menarik mengingat dan mencatat praktek debat tentang “gerakan aksi sepihak” antara Harian Rakjat dan Harian Merdeka, kedua-duanya terbit di Jakarta, yang saya nilai sangat sehat dan tenang sekalipun memperlihatkan perbedaan tajam dalam pendirian, sikap dan pandangan. Adanya debat ide antara kedua harian nasional penting ini dulu di samping adanya cara-cara debat emosional, menunjukkan bahwa kaum terdidik Indonesia itu terdiri dari paling tidak dua kategori: yang bisa berdebat ide dan yang sulit melakukannya. Sikap yang mau menang sendiri, pada galibnya tidak berbeda dengan ujud otoritarianisme di bidang pemikiran dan mentalitas.
 
Dari tiga permasalahan-permasalahan utama yang diangkat oleh Aguk Irawan Mn melalui artikelnya di atas, saya mendapatkan tambahan contoh lagi, bahwa kehidupan seorang pembidas, sekalipun sebatas ide, menanggung banyak risiko, termasuk diusir dari tanahair sendiri, dienyahkan dari tempat kerja dan dikucilkan, tanpa berarti bahwa ide-idenya salah. Keadaan ini bagi saya tidak lain dari memperlihatkan taraf kemampuan suatu masyarakat untuk mengkhayati, melaksanakan dan mengelola kehidupan masyarakat yang selalu majemuk dan tidak pernah monolit.
 
Sedangkan terhadap masalah tradisi dan modernitas, saya tidak mempertentangkan keduanya karena antara keduanya ada saling hubungan tak terelakkan. Dalam hal ini saya membedakan antara tradisi dan kekolotan atau konservatisme. Tradisi secara arti tidak identik dengan kolot. Kolot menolak perobahan, sedangkan tradisi selain berarti “adat kebiasaan turun-menurun[dari nenek moyang] yang masih dijalankan di masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang baik dan benar” [lihat:”Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan dan Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hlm.959], tradisi juga bisa berarti “sebagai sesuatu hal baru tapi dijadikan sebagai kegiatan yang secara teratur dilaku ulang”. Misalnya Fête de la Musique [Pesta Musik] yang diadakan atas prakarsa menteri kebudayaan Perancis, Jack Lang pada masa kekuasaan Presiden Mitterrand di Perancis. Sampai sekarang Pesta Musik, ide yang tanggap aspirasi oleh rakyat Perancis telah dijadikan tradisi baru.
 
Kalau tradisionalitas dan modernitas dilihat dari segi kurun waktu, maka tautan keduanya akan makin jelas dan tak perlu dipertentangkan.Keduanya merupakan jawaban generasi secara budaya atas permasalahan zaman yang berbeda. Modernitas sejati tidak mungkin lahir dan berakar jika meninggalkan tradisi. Dalam artian ini modernitas membentuk dan mengembangkan diri atas dasar tradisi.Dan tidak semua nilai tradisional [sebagai kata sifat] menjadi kadaluwarsa total. Hal ini kian aktual bagi Indonesia sebagai negeri dan bangsa.
 
Mengenai debat Lekra-Manikebu, yang oleh Aguk Irawan Mn dikatakan bermula pada tahun 1950, saya kira secara data, Aguk melakukan kekeliruan. Manikebu tidak ada pada tahun 1950. Ia diumumkan pada tahun 1963 setelah gagalnya Muyarawah Teater Nasional Indonesia di pendapa ASDRAFI [Akademi Seni Drama Dan Film Indonesia] Yogyakarta dan memanasnya situasi politik nasional pada waktu itu [Di sini saya tidak memasuki pertanyaan: Mengapa keadaan politik nasional memanas setelah Gerakan Aksi Sepihak, dan juga tidak memasuki masalah apa bagaimana gerakan aksi sepihak untuk melaksanakan perobahan agraria].Di sini yang ingin saya tunjukkan bahwa Aguk melakukan ankronisme sejarah. Kecuali itu jika Aguk Irawan Mn membandingkan Mukadimah Lekra dan isi Manifes Kebudayaan maka Aguk akan menemui inti debat sesungguhnya tidak terletak pada masalah modernitas dan tradisionalitas. Katakanlah Aguk benar. Lalu dalam konteks ini, siapa yang modern dan siapa yang tradisional? Karena itu saya kira, Aguk perlu menjelaskan pengertian modern dan tradisional sebagai konsepsi. Apakah Manikebuis itu modern dan Lekra itu tradisional? Jika Lekra itu tradisional bagaimana Aguk menjelaskan seluruh prinsip-prinsip Lekra seperti metode penciptaan 1:5:1, tiga pemaduan [pemaduan kreatifitas pimpinan, massa dan seniman], prinsip-prinsip Mukadimah Lekra, pandangan filsafat kebudayaan Lekra, fungsi dan peranan sastra-seni dan seluruh prinsip-prinsip Lekra yang lain? Dalam konteks sejarah pada waktu itu, memahami debat Lekra-Manikebu tidak bisa lepas dari pemahaman atas keadaan politik pada waktu itu baik secara nasional maupun internasional. Debat budaya dan politik Lekra-Manikebu jauh lebih luas dari yang disebut Aguk sebagai “Permasalahannya juga tak jauh berbeda, yaitu dalam hal dan cita-cita ”mewujudkan kebudayaan baru” persoalan itu digiring melalui konsepsi ”bahasa dan sastra Arab”. Pelaku perdebatan adalah para eksponen modernisasi dan eksponen tradisionalisasi.”
 
Memahami debat Lekra-Manikebu hanya sebatas dan bermula dari permasalahan bahasa dan sastra, saya khawatir Aguk tidak memahami benar latarbelakang dan inti debat tersebut dan masih kurang cermat mengikuti dokumen-dokumen yang masih tersedia serta bisa didapat mulai dari yang anti dan yang sangat anti Lekra maupun yang mencoba obyektif. Menempatkan dan melihat masalah sebagaimana adanya, barangkali sekarang sangat diperlukan kalau kita masih merasa sejarah mempunyai makna. Karena itu saya menyatakan kesediaan diri untuk debat dengan mereka yang paling anti Lekra dengan syarat mampu atau paling tidak mencoba melihat masalah tanpa emosi. Sangat memalukan jika setelah tiga dasawarsa lebih kita masih saja tidak bisa duduk bersama di satu meja selagi sama-sama masih bernafas untuk berbicara tenang dan melihat masalah sebagaimana adanya. Berusaha melihat masalah sebagaimana adanya, saya kira hanya memberikan manfaat kepada anak bangsa dan negeri, terutama angkatan sekarang dan selanjutnya. Hanya memberikan kegunaan bagi eksistensi dan perkembangan bangsa dan negeri bernama Indonesia ini. Artikel Aguk di atas memperlihatkan keperluan angkatannya tentang kejelasan sejarah dan betapa perlunya belajar sejarah serta adanya sejarah obyektif.
 
Paris, Juli 2004.
—————-

JJ.Kusni http://sastra-indonesia.com/2014/06/satu-segi-dari-debat-budaya-antara-manikebu-dan-lekra/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt