Minggu, 29 Agustus 2021

Cinta Gila

Heru Kurniawan *
sinarharapan.co.id
 
“Aku mencintaimu,” kata ini meluncur dari seorang pemuda yang berpakaian rombeng dan belepotan kotor. Ia nyengir, seperti tak ada beban berkata seperti itu. Dan perempuan yang diajaknya bicara hanya cengar-cengir, menggerak-gerakkan tubuhnya yang terbalut kain kotor. Ia senyam-senyum, cengengesan dan mengulum ibu jarinya.
 
“A…..pa, akang mencintaiku,” kata perempuan itu pelan dan lenjeh, “aku juga mencintai akang,” lanjutnya.
 
Pemuda itu tersenyum, cengengesan, dan segera berlari. Aneh, tapi itulah yang selalu diperbuatnya. Ia lari kencang sekali, tak peduli. Lari tanpa arah, yang dibenaknya hanya ada kata: sungai. Dan, di sungai yang kotornya tak ketulungan pemuda itu menceburkan diri,”byuuuurrrrr”
 
“Ha…ha…ha….,” rupa-rupa anak gelandangan yang melihat kejadian ini tertawa.
 
“Sungai inikan habis kita kencingi”
 
“Tadi, aku juga buang tahi”
 
“Orang gila itu hebat, berani mandi dengan kencing dan tahi kita”
 
Kata-kata anak gelandangan itu bersahutan. Menertawakan.
 
Pemuda itu tak peduli, terus mandi dan berenang ke tepian. Seterusnya ia mengusir anak-anak gelandangan itu.
 
“Dasar anak-anak gila, edan, gila…,” teriak pemuda itu.
 
“Kamu yang gila, ceritanya lagi jatuh cinta…ha..ha..ha..” ledek anak-anak itu.
***
 
Di perkampungan kumuh itu, siapa yang tidak mengenal pemuda gila itu. Orang-orang memanggilnya pemuda gila. Tingkahnya yang selalu aneh semakin melegitimasinya sebagai pemuda gila; suka mandi di kali yang kotor, berteriak memanggil nama-nama perempuan, nyanyi-nyanyi sendiri, bicara sendiri semuanya sudah jadi kebiasaan setiap hari. Tapi, ada penghargaan terhadap pemuda gila itu, ia pintar, cerdas, dan dermawan sekalipun hidupnya sangat hina dan miskin. Jangan menyebutnya miskin, karena dalam dunia orang gila yang hina tak ada yang memikirkan harta, yang ada hanya pikiran mengisi perut untuk hari ini. Hebat, tak pernah memikirkan uang untuk jadi kaya.
 
Ceritanya pemuda gila itu lagi jatuh cinta. Sama siapa? Sama gadis gila yang biasa berkeliaran di jalan. Siapa namanya? Tidak tahu. Rumahnya? Juga tidak tahu. Di mana ketemunya? Di tepi jalan. Waktu itu, gadis gila itu lagi nyanyi-nyanyi dengan menggendong boneka. Di matanya boneka itu adalah anaknya.
 
“Mau ke mana, Neng?”
 
“Cari ayah, untuk anak ini”
 
“Emangnya siapa ayahnya?”
 
“Tidak tahu. Tapi, kamu kok mirip juga dengan pemuda yang memerkosaku dan mengambil anakku.”
 
“Masak!”
 
“Iya bener, wajahmu, matamu, hidungmu, tubuhmu, iya mirip benar dengan orang yang kucari”
 
Sejak itu, pemuda itu merasa bangga dengan dirinya. Ia merasa lelaki, sebab ada perempuan yang mencari. Dan dia jatuh cinta, saban hari yang selalu dilakukannya adalah berkata tentang Cinta. Cinta. Cinta. Tak mengherankan bila sebagian teman-temannya yang gelandangan dan gila juga mengatakan ia semakin gila karena Cinta. He…he…he…
 
Pemuda itu terus berlari, anak-anak gelandangan mengikutinya di belakang.
 
“Hidup Cinta, hidup Cinta, hidup Cinta,” teriak anak-anak itu layaknya suporter kesebelasan yang mendukung timnya bermain pertandingan sepak bola.
 
Di depan warung penjual es, semua berhenti. Dan, pemuda itu memesan es sejumlah dengan pengikutnya. Semua ditraktir es oleh pemuda gila itu. Asyik kan.
 
“Wah, hebat. Cinta itu hebat, ya. Bisa bikin kaya, buktinya si Gila ini mentraktir kita hanya karena Cinta,” seru salah seorang anak.
 
Pemuda itu tersenyum. Nyengir. Bego.
 
“Cinta itu sebenarnya apa sih, Gila,” tanya seorang anak pada pemuda gila itu.
 
“Cinta itu,…nanti dech kutunjukkan. Sekarang habiskan dulu es-nya.”
 
Setelah selesai pesta es, pemuda gila itu berkata, “apa kalian pingin tahu, Cinta itu apa?”
 
Serentak anak-anak gelandangan itu menganggukkan kepala.
 
“Ayo, sekarang ikut aku. Akan kutunjukkan pada kalian Cinta itu apa,” kata pemuda gila itu. Dan berlari. Semua anak mengikuti dengan perasaan penasaran. Di tepi jalan raya yang dipadati kendaraan pemuda gila itu berhenti. Anak-anak gelandangan itu mengikuti. Berhenti. Napas mereka tersengal-sengal. Kesal.
 
“Ayo, dong katakan Cinta itu apa, Gila?” kata salah seorang anak.
 
“Cinta itu tidak bisa dikatakan, tapi hanya bisa ditunjukkan,” kata pemuda gila itu. Menegaskan.
 
“Kalau begitu tunjukkan dong, biar kita tahu Cinta itu apa?” tanya anak yang lainnya.
 
“Baiklah, lihat ini”
 
Pemuda itu segera berlari menyeberang jalan raya itu. Dan…
 
“Ha!”
 
Semua mata anak-anak gelandangan itu terbelalak. Gila, seru mereka dalam hati. Melotot, mereka tak percaya. Menyaksikan pemuda gila itu menabrakkan tubuhnya sendiri pada sebuah mobil yang melaju sangat kencang. Darah berhamburan membuncah. Tubuh pemuda gila itu berkeping-keping hancur. Pisah. Kepala pemuda itu menggelinding ke arah gerombolan anak gelandangan itu.
 
“Inilah Cinta,” lirih kata kepala pemuda gila itu. Kemudian menutup matanya. Mati.
 
“Lari….!” seru salah seorang anak.
 
Mereka berhamburan pergi. Berlari dan salah seorang anak itu membawa kepala pemuda gila itu.
 
Di padang perkebunan yang luas anak-anak gelandangan itu berhenti. Napas mereka tersengal-sengal. Dan ingatan mereka terus terbayang kematian pemuda gila itu yang tragis.
 
“Itulah Cinta anak-anak, sama dengan kematian,” kata ruh pemuda gila itu yang merasuk ke batin anak-anak gelandangan itu. Semua pikiran anak gelandangan itu sedang berkecamuk, menafsirkan arti Cinta yang tadi dijawab oleh pemuda gila itu dengan kematian.
 
Anak-anak, Cinta itu mati. Cinta itu mengorbankan nyawa. Cinta itu bunuh diri. Cinta itu membinasakan. Cinta itu memisahkan tubuh menjadi bagian-bagian kecil. Cinta itu sama dengan kematian. Ha…ha…ha…bisik ruh pemuda gila itu pada anak-anak gelandangan itu.
 
“Apa yang kau bawa”
 
“Kepala si Gila”
 
“Ha!”
 
Semua anak terperanjat kaget, melihat teman mereka yang membawa potongan kepala pemuda gila itu. Kepala itu diletakkan di tanah, sebagian anak-anak menutup matanya takut melihat potongan kepala pemuda gila itu yang masih segar dan berlumuran darah.
 
“Untuk apa kau bawa kepala pemuda gila itu?”
 
“Untuk kuberikan pada gadis gila itu”
 
“Maksud, kamu, pacar si Gila ini”
 
“Ya”
 
Semua mata anak-anak gelandangan itu menatap kepala pemuda gila itu. Tenang. Hening. Seperti sedang terjadi penghormatan atas kematian pemuda gila itu.
***
 
Di tepi jalan ramai, seorang anak kecil menyerahkan sebuah bungkusan plastik pada gadis gila itu.
 
“Ini untukmu, Gila”
 
“Hore..hore…ada anak edan ngasih hadiah padaku. Hore..”
 
“Dasar gila,” gerutu anak itu seraya pergi. Berlari.
 
Di rumahnya yang kotor, berlantai tanah, berdinding kertas kardus dan beratap plastik gadis gila itu membuka bungkusan plastik itu. Darah tersegap. Berhenti sejenak, mata gadis gila itu membulat seperti bumi. Muka memerah dan air mata berurai. Tarikan napasnya mengisyaratkan tekanan batin yang luar biasa memilukan.
 
Seketika ia mengamuk, rumah kotornya diobrak-abrik dan dibakar, tak ayal api merambat cepat dan membakar seluruh isi perkampungan kumuh itu. Api membara melahap semua yang menghadang, dan ratusan orang berteriak-teriak minta tolong seraya berusaha memadamkan api dengan air. Tapi sia-sia, api kadung sudah gila pula.
 
Gadis gila itu lari. Hilang. Entah ke mana.
 
“Lihat, itu ada mayat, di tepi sungai” seru seorang anak gelandangan. Segera, teman-temannya melihat yang ditunjuk anak itu. Dan, semua kaget saat mengetahui kalau mayat itu adalah gadis gila pacar dari pemuda gila itu.
 
“Inikah Cinta, Gila” seru hati setiap anak gelandangan itu.
***
 
Masanya terus beranjak, kini usia anak-anak gelandangan itu bertambah dua puluh tahun. Mereka telah dewasa. Tapi, aneh tak satu pun di antara mereka yang mau menikah atau pacaran. Kenapa? Mereka bilang takut dengan Cinta. Kenapa? Cinta itu Gila. Maksudnya? Dua manusia Gila itu telah mengajari Cinta, sungguh Cinta itu benar-benar Gila. Mematikan. Mereka tak mau mati. Tapi, apa kalian tidak melihat ibu-ibu kalian yang selalu resah menantikan kehadiran cucu, demi kelangsungan hidup manusia-manusia gila. Dunia perlu ekosistem, ada yang mulia, harus ada juga yang hina! Ha, apa benar, kita harus bagaimana?
 
Desa Mengger, 10 April 2005

* Judul Cerpen ini diambil dari salah satu judul lagu DEWA “Cinta Gila”. http://sastra-indonesia.com/2010/03/cinta-gila/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt