Selasa, 02 Juli 2013

Mimpi Buruk Pendidikan Kita

Sutejo
Radar Madiun, 3 Mei 2001

Mendiknas, Yahya A. Muhaimin dalam “Temu Konsultasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Tahun 2001”, di Sawangan Bogor, 25/4/2001, mensinyalir parahnya kemampuan membaca siswa SD, yang menempati posisi terendah di antara negara-negara ASEAN. Hal itu didasarkan pada laporan hasil studi kemampuan membaca, yang dilakukan oleh organisasi Internasional Educational Achievement (IEA), Indonesia menduduki rangking ke-38 dari 39 peserta studi. Di samping itu, kemampuan Matematika juga berada di urutan ke-34 dari 38 negara, dan kemampuan IPA berada di urutan ke-32 dari 38 negara.

Mencemaskan? Luar biasa. Ada lagi yang lebih mencemaskan, yakni tentang peringkat SDM kita. Hasil studi yang menggambarkan daya saing SDM Indonesia ini, sebagaimana disinyalir Ali Khomsan (Kompas, 29/9/2000), yang mengutip laporan UNDP berkaitan dengan Human Development Index (HDI), yang menggambarkan daya saing SDM Indonesia, yang terus terpuruk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 lalu, kita terjatuh pada rangking ke-109 dari 174 negara. Sebelumnya, tahun 1996 daya saing SDM kita menduduki peringkat ke-102, tahun 1997 dan 1998 di urutan ke-99, dan pada tahun 1999 menduduki peringkat ke-105.

Satu lagi laporan tentang dunia pendidikan kita yang juga tidak menyenangkan, meski sudah agak lama, namun menarik untuk didiskusikan berkaitan dengan dua hasil studi di atas. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Hanover (Jerman), menyebutkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia (50 anak dari Jakarta) usia 10 tahun menduduki rangking terendah di antara 8 negara lainnya. Berturut-turut peringkat itu diduduki oleh Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia. (lihat: Dr. Dedi Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek, 1994:84-5).

Fenomena di atas, mengingatkan “tidak berdayanya” dunia pendidikan kita. Sebuah mimpi buruk pendidikan di masa depan. Mengapa dapat terjadi? Banyak hal yang secara spekulatif dapat diajukan sebagai penyebabnya. Pertama, tidak kreatifnya para guru kita. Kalau DK. Simonton dalam Genius, Creativity, and Leadership (1984) menyindir bahwa great thinker tend to have great teacher, maka ungkapan demikian mengingatkan demikian pentingnya kreativitas guru terhadap perkembangan kreativitas anak didiknya. Semakin tidak kreatif para guru karenanya, akan semakin tidak kreatif pula siswa didiknya.

Hal ini masih diperparah dengan gejala keberhasilan pendidikan di kelas yang tidak ditandai oleh tingginya kreativitas, inovasi, dan keterampilan hidup siswa. Tetapi pada ketaatan, kesopanan, dan “kediaman” (keantengan?) siswa. Anak yang baik adalah anak yang astane ngapurancang (tangan tertib di atas meja), yang sendiko dhawuh (menerima perintah) atas instruksi guru. Kondisi demikian potret pendidikan yang feodalistik, untuk tidak menyebutnya militeristik.

Kedua, rendahnya penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru. Jika di masa Orde Baru, sering disinggung pelaksanaan pendidikan yang menggunakan “pendekatan kemiskinan”, “pendekatan militeristik”, dan “pendekatan politis”, maka buah ketidakberdayaan dunia pendidikan itu kini kita petik. Paradigma demikianlah, kemudian yang mengingatkan pentingnya hakikat pendidikan yang bersifat antisipatoris. Pendidikan mampu memprediksi masa depan bangsanya, dan menyiapkan generasinya ke masa depan. Jika pemikiran ini ditarik dalam konteks pendidikan mutakhir yang digenggam daerah (didesentralisasi), maka pemerintah daerah harus memiliki visi-misi perubahan terhadap pola pendidikan lama. Meminjam istilah Prof. Dr. Winarno Surachmad, dunia pendidikan dalam konteks otonomi daerah harus mampu melakukan perubahan paradigma: pendidikan yang daerah yang bervisi kesejagadan.

Ketiga, tidak adanya semacam reading society (masyarakat membaca) di sekolah dan masyarakat kita. Tradisi dunia pendidikan kita ialah tradisi kelisanan. Tradisi ceramah yang membuat siswa tidak emoh sekolah. Sekolah idealnya, dapat menciptakan “masyarakat sekolah” menjadi “masyarakat membaca”. Sebaliknya, bukan “masyarakat ngrumpi”, “masyarakat kelisanan”, ataupun “masyarakat warung” yang hanya memiliki “ideology ngobrol”. Jika masyarakat sekolah telah berubah menjadi “masyarakat membaca”, maka dinamika informasi dan keilmuwan akan dengan mudah tertransformasi secara dinamis. Ideologi reading society and writing society harus menjadi filosofi bergerak sekolah yang memimpikan perubahan.

Jika kita menengok tradisi reading society Jepang, maka akan kita temukan bagaimana membaca adalah “makanan pokok” setiap hari yang harus dimasukkan ke dalam pikiran masyarakatnya.

Budaya membaca di sana sudah terkondisi sejak kecil di lingkungan informal. Bangun tidur, tulis Hamdan Dulay (Kedaulatan Rakyat, 4/10/1994), yang dilakukan pertama kali oleh orang Jepang adalah membaca koran. Mereka juga memiliki prinsip: tiada hari tanpa membaca.

Bahkan, masih dalam gendongan anak-anak sudah ditunjukkan pada gambar-gambar buku dan menceritakannya. Konon, ketika orang Jepang di bus misalnya, dipastikan mereka aktif membaca memburu informasi. Di masyarakat kita, siap diomeli orang: kaya biso maca-maca-a dhewe! (seperti bisa membaca sendiri). Dalam masyarakat kita, bangun tidur yang pertama dilakukan ngemil makanan kecil, kemudian kangkau (nongkrong).

Keempat, tidak adanya landasan “kecerdasan emosional” dalam praktek pendidikan di sekolah. Sebaliknya, pendidikan kita hanya mengideologikan kecerdasan kognitif (IQ) sebagai dasar pengemban kualitas produk didiknya. Padahal, sebagaimana laporan hasil studi terhadap mereka yang sukses berkarier (dunia kerja) seringkali ditentukan apa yang oleh Daniel Golemen (1995) disebutnya dengan “kecerdasan emosi” (EQ).

Kelima, dan ini yang paling memprihatinkan: rendahnya kepedulian pemerintah terhadap dunia pendidikan. Seorang kepala sekolah mengeluh kepada penulis, bahwa dia diminta untuk mengajukan anggaran DIK sebesar sepersembilan dari sebelumnya. Sungguh tidak rasional!

Ketika pendidikan dikendalikan pusat saja demikian tidak berdaya, apa jadinya nanti jika daerah pun masa bodoh, acuh, dan memandangnya dengan sebelah mata. Dalam sejarah anggaran pendidikan di Indonesia, belum pernah mencapai 10 persen dari APBN. Pada tahun 91/92 sekitar 8%; 92/93 sebesar 8,2%; 93/94 sebesar 8,5%; 94/95, 95/96, dan 96/97 berkisar 8%; 97/98 sebesar 8,2%; 98/99 sekitar 5%; 99/00 sebesar 6,7%; 00 sebesar 7,9%; serta 2001 hanya sekitar 4,4%. (Kompas, 1/5/2001). Dan ini jauh berbeda dengan misalnya Singapura dan Jepang yang sudah mengalokasikan anggarannya lebih dari 25 persen.

Keenam, munculnya budaya yang tidak kondusif dalam pendidikan kita. Seperti paternalistik, feodalistik, militeristik, yang sama sekali tidak memberikan iklim kondusif dalam pembelajaran siswa didiknya.

Politikisasi dunia pendidikan bahkan di era Orba, tampak sangat dominan sehingga siswa pun sering digiring untuk “ber-Golkar-ria”.

Jika fenomena demikian tidak direformasi oleh daerah si pemegang “kekuasaan pendidikan” di era desentralisasi maka kecil kemungkinan keberartian pendidikan akan berubah. Sebaliknya, akan terus terpuruk dan terarus ke limbah derita bangsa yang terperikan. Bagaimana Pak Bupati? Monggo sak kerso.

*) Sutedjo, Dosen STKIP PGRI Ponorogo, mahasiswa pascasarjana UNS Surakarta.
Judul yang sama: http://sastra-indonesia.com/2013/05/mimpi-buruk-pendidikan-kita/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt