Rabu, 03 Januari 2018

Buku, Kecerdasan, Dan Pendidikan

Ignas Kleden *
jehovahsabaoth.wordpress.com

PENCANANGAN bulan buku pada saat ini tentulah dimaksudkan untuk mengingatkan kita semua akan arti pentingnya buku, khususnya dalam peranannya sebagai sarana utama untuk mencerdaskan bangsa. Dalam hubungan itu yang bisa dibuat ialah melihat jumlah judul yang terbit setiap tahunnya, lalu membandingkan dengan jumlah penduduk, untuk melihat berapa besar konsumsi bacaan yang diserap oleh tiap-tiap penduduk.
Kalau kita dapat mengandalkan pemberitaan surat-kabar, maka jumlah buku yang terbit di Indonesia termasuk sangat rendah, dan hal ini menjadi lebih rendah lagi kalau masih dihubungkan dengan jumlah penduduk. Bagian pertama dari dua tulisan Jumlah judul yang terbit setiap tahunnya secara rata-rata di beberapa negara adalah sebagai berikut: Indonesia 2.400 judul, Malaysia 4.000 judul, Thailand 8.000 judul, Korea Selatan 43.000 judul, Australia 7.500 judul. Dari negara-negara maju dapat dicatat: Negeri Belanda 13.000 judul, Jepang 44.000 judul, Inggris 61.000 judul dan Amerika Serikat 100.000 judul (Kompas 5 Mei 1995). Apakah artinya angka-angka tersebut? Sekurang-kurangnya dapat diandaikan adanya dua macam hubungan. Pertama, diandaikan bahwa buku adalah sumber informasi dan rekaman pikiran-pikiran pengarang yang telah teruji oleh publik dan karena itu bisa dijadikan pegangan dan pedoman. Dengan membaca lebih banyak buku, penduduk negara bersangkutan mendapatkan informasi yang berguna, dihadapkan dengan pikiran-pikiran yang sudah teruji dan karena itu menjadi lebih cerdas.

Buku adalah input untuk kecerdasan penduduk suatu bangsa. Dari segi itu kita lalu dengan mudah berkesimpulan, bahwa dengan mencetak lebih banyak judul buku, maka suatu bangsa seakan- akan dengan sendirinya menjadi lebih cerdas. Pada titik inilah anggapan pertama ini harus diuji dengan anggapan kedua, yang berhubungan dengan pertanyaan: mengapa gerangan penduduk Jepang misalnya lebih banyak membaca buku dari bangsa kita? Bolehkah kita berkata bahwa keinginan bangsa Jepang untuk menjadi cerdas lebih besar dari keingingan bangsa kita? Apakah bangsa Jepang menjadi cerdas karena membaca banyak buku, ataukah justru karena tingkat kecerdasan umum di negara itu sudah demikian tinggi sehingga permintaan intelektual (intellectual demand) mereka hanya bisa dilayani dengan produksi buku yang besar-besaran? Barangkali kita perlu merelatifkan sedikit anggapan pertama di atas dengan mengandaikan bahwa buku bukan hanya sarana mencerdaskan bangsa, akan tetapi indeks atau petunjuk tingkat kecerdasan bangsa itu. Ini berarti, hanya bangsa yang cukup cerdaslah yang akan menghasilkan penulisan buku secara teratur. Buku bukan hanya input untuk kecerdasan, tetapi adalah output atau produk kecerdasan penduduk bangsa bersangkutan.

Semakin cerdas suatu bangsa, akan semakin banyak buku dihasilkan, dan kita bisa mengandaikan seterusnya bahwa semakin banyak buku dihasilkan akan semakin cerdas pula bangsa itu. Kedua anggapan ini pada hemat saya perlu dipertahankan secara berimbang, agar supaya kita dapat melihat peranan buku dalam kaitan yang lebih realistis.

Persoalan penulisan buku mungkin bisa dihadapi sebagai masalah teknis seorang pengarang. Demikian pun persoalan penerbitan buku barangkali adalah masalah teknis sebuah penerbit. Tetapi persoalan pembacaan buku dan penggunaan buku dalam kehidupan sehari-hari adalah persoalan sosial-budaya, dan karena itu menangani persoalan buku secara tuntas hanya bisa dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji kembali kaitan-kaitan sosial budaya yang berhubungan dengannya. Harga kertas yang sekarang naik lebih dari 20 persen sudah langsung menunjukkan bahwa bahkan produksi buku pun bukan hanya masalah penerbit tetapi masalah yang langsung berkaitan dengan kebijaksanaan ekonomi umumnya dan kebijaksanaan perdagangan pada khususnya. Hal ini merupakan suatu aspek yang tentu amat penting dan menarik, tetapi tidak akan menjadi fokus tulisan ini. Kembali kepada persoalan sosial budaya, dapatlah kita berangkat dari pertanyaan yang sederhana: apakah yang menyebabkan kecerdasan umum suatu bangsa meningkat atau tidak meningkat? Jawabannya adalah pendidikan. Yang dimaksudkan dengan pendidikan di sinni bukan hanya pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah formal, yang menyangkut pedagogik, didaktik atau metodik tetapi suasana umum yang memungkinkan atau menghalangi perkembangan inteligensi, baik secara individual maupun secara kolektif. Dengan lain perkataan pendidikan yang secara mikro merupakan masalah pedagogis, secara makro lebih merupakan masalah sosial budaya.

Sebagai contoh yang banal saja, marilah kita bayangkan dua buah keluarga. Keluarga A dengan tiga anak adalah keluarga yang amat rukun. Ayah dan ibu adalah orang yang mempunyai pekerjaan tetap. Hidup mereka berkecukupan, dan suasana dalam rumah tertib karena semuanya sudah diatur oleh kedua orangtua dan anak-anak hanya harus menjalankan segala sesuatu yang sudah diatur. Yang tidak ada dalam keluarga itu adalah waktu untuk berbicara bersama dan berdiskusi. Keluarga B adalah keluarga dengan 2 anak. Ibu dan ayah juga bekerja, tetapi keduanya selalu melibatkan kedua anak mereka dalam persoalan keluarga. Kalau kedua orangtuanya kebetulan kekurangan uang, anak-anak juga diberitahu. Anak-anak selalu diminta pendapatnya dan kalau pendapat anak-anak tersebut berbeda dengan kedua orangtuanya, hal itu diterima sebagai normal, dan bahkan pendapat mereka dapat diterima kalau alasannya lebih kuat dan meyakinkan. Kalau tingkat inteligensi anak-anak keluarga A dan B diandaikan sama, maka bisalah kita andaikan bahwa anak keluarga B akan lebih cepat berkembang inteligensinya, karena kepada mereka diberi kesempatan untuk itu. Dengan kata lain, pendidikan yang dimaksudkan di sini, adalah penciptaan dan pengadaan kesempatan untuk mengembangkan inteligensi, yang praktis berarti terhalang atau tidak terhalangnya seorang atau sekelompok orang untuk menggunakan pikirannya.

Tentu saja pendidikan mencakup aspek yang lebih luas dari inteligensi dan penggunaan pikiran, tetapi dalam membicarakan hubungan antara buku dan kecerdasan, hal inilah yang sebaiknya menjadi pokok tinjauan di sini. Kesempatan mempergunakan pikiran adalah syarat minimum yang harus ada supaya kecerdasan bisa meningkat. Ibaratnya, sebuah mesin mobil yang bagus, baru ketahuan fungsinya kalau kita menjalankan mobil itu, dan tidak hanya menyimpannya dalam gudang atau diparkir sepanjang tahun.

Inteligensi, dalam arti tertentu, sama dan berbeda dengan mesin mobil itu. Mesin mobil itu berfungsi dengan baik kalau dihidupkan dan dijalankan, sementara inteligensi yang diberi kesempatan berkembang bukan hanya berfungsi tetapi dalam berfungsi itu langsung pula mengalami perkembangan dan menjadi tajam dan hidup. Namun demikian, inteligensi yang kita maksudkan adalah inteligensi manusia dan bukannya inteligensi buatan (artificial intelligence) seperti yang ada pada komputer. Kalau anda menghidupkan komputer dan mengerti programnya, komputer itu akan bekerja dengan baik selama Anda memberinya perintah yang benar. Inteligensi komputer hanya perlu dikomando dan tidak perlu dimotivasi. Inilah perbedaan pokok sebuah komputer dengan inteligensi seorang anak manusia. Seorang anak akan berpikir dengan baik, kalau dia dimotivasi untuk itu. Dan motivasi selalu berhubungan dengan suatu tujuan. Dalam praktek ini berarti, seseorang akan terdorong untuk mempergunakan pikirannya, kalau memang terbukti dalam lingkungannya bahwa mempergunakan pikiran memberinya manfaat dan kemajuan yang lebih besar daripada tidak mempergunakan pikiran.

Dalam sekolah-sekolah di Jerman salah satu pokok yang amat diperhatikan untuk memberi angka kepada rapor anak murid adalah seberapa seringnya anak tersebut mengacungkan tangannya dalam kelas untuk menjawab pertanyaan. Hal ini dianggap penting karena inisiatif dan keberanian berpikir dianggap sama pentingnya dengan soal apakah jawaban anak itu benar atau salah. Jadi kalau seorang anak yang pintar tetapi malas mengacungkan tangan, guru-gurunya akan menurunkan angkanya dengan alasan bahwa dia kurang berinitiatif dalam kelas. Terlihat di sini bahwa berpikir artinya bekerja dan berusaha dengan memakai otak sebagai modal dan alat. Akan tetapi hal itu akan berkembang jikalau suasana yang ada mendorong seseorang untuk menggunakan otaknya. Kalau seorang anak terus-menerus mengalami bahwa diam lebih berguna daripada bertanya maka lambat laun dia akan memilih diam. Kalau kesalahan dalam menjawab pertanyaan ditertawakan atau dimarahi, dan bukannya dibantu untuk dibernarkan, maka dia akan enggan berinisiatif. Seorang guru sekolah menengah di Bielefeld yang menjadi teman dekat keluarga kami, selalu mengatakan bahwa dalam pendidikan menjawab salah dan mennjawab benar sebetulnya sama manfaatnya secara ilmu pendidikan.

Kesalahan murid selalu memberi ilhan kepada guru untuk menemukan jalan baru untuk membimbing muridnya kepada jawaban yang benar. Kesalahan murid justru membuka cakrawala bahwa ada begitu banyak jalan menuju jawaban yang benar, dan jalan-jalan itu tidak akan kelihatan kalau semua murid selalu menjawab benar. Tanpa kesalahan-kesalahan yang dibuat murid, guru juga akan kehilangan kreativitasnya dalam mengajar dan membimbing.

*) Dr. Ignas Kleden, M.A. Lahir di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, 19 Mei 1948, adalah sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra berkebangsaan Indonesia. Dia merupakan salah satu penerima Penghargaan Achmad Bakrie tahun 2003.
https://jehovahsabaoth.wordpress.com/2011/09/06/buku-kecerdasan-dan-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt