Rabu, 04 April 2018

Membaca Buku Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia

: Membaca Subyektivitas (Nurel) atas Subyektivitas (Ignas Kleden dan Sutardji Calzoum Bachri)
Siwi Dwi Saputro *

Telah hadir buku Esai (mungkin kritik juga) yg berjudul Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia yang ditulis oleh Nurel Javissyarqi. Buku setebal 500 halaman ini semakin mengukuhkan pandangan bahwa kritik sastra itu merupakan karya kreatif juga.
Sastrawan menafsirkan hidup dan lalu menuliskan ke dalam karya sastra. Kritikus sastra menafsirkan karya sastra dan lalu menuliskannya dalam bentuk kritik sastra.
Jadilah kritik sastra sebagai karya re-kreasi. Kreasi atas kreasi, tafsir atas tafsir.
Nah, dalam buku ini Nurel dirangsang oleh tafsir Ignas Kleden atas puisi Sutardji Calzoum Bachri. Sebagai tafsir sangat mungkin subjektivitas Ignas Kleden muncul. Subjektivitas inilah yang mendorong subjektivitas Nurel membedahnya kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Buku ini merupakan kritik atas kritik. Subjektivitas atas subjektivitas. Sangat menarik untuk dibaca. Siapa tahu nanti juga akan lahir kritik atas buku ini. Anda harus membacanya. (Tengsoe Tjahjono).

Semelah mbah buyut...(mantra diajarkan oleh embah putri dan emak saya).
Saya meniru Sabrank Suparno dengan mengucapkan mantra juga untuk mengawali bahasan tentang buku MMKI ini, walaupun mantra Sabrank terkait dengan penjualan buku.

Sebelum masuk ke buku, ijinkan saya cerita sedikit ketika saya bertandang ke FIB UI. Saya langsung jatuh cinta dan simpatik kepada M. Yoesoef, Kepala Departemen Susastra. Ketika kami bertemu, saya utarakan maksud saya dan ringkasan tentang buku ini. Respon yang saya dapat langsung menukik pada persoalan: ada esainya Ignas Kleden di buku ini? Kredo Sutardji juga ada? Begitu tanyanya. Langsung saya mendapatkan beberapa point yang ingin saya punguti.

Kembali ke buku.
Pertama-tama ketika melihat judul bukunya saja dan membaca nama Nurel tertera sebagai penulisnya, saya langsung pusing. Walau hanya mengenal Nurel lewat tulisan-tulisan yang di posting di facebook, saya sudah dapat merasakan kepusingan itu sejak membaca embrio buku ini yang di posting di status facebook Nurel, dan kemudian diberinya komentar sendiri. Komentarnya itu berupa lanjutan paragraf yang ditulis pada status yang di posting.  Karena cukup mengikuti apa yang menjadi kelakuan dan kebiasaan Nurel, maka tak mengherankan bagi saya, kalau kemudian status dan komennya itu disembunyikan atau malah dihapus sekalian untuk kemudian di file dan disimpan rapi untuk dikompilasi menjadi satu paragraf.

Secara keseluruhan buku MMKI memang memusingkan. Barangkali kalau ditulis dengan gaya bahasa yang lugas dan tidak berbelit-belit akan lebih dapat diterima oleh semua kalangan. Juga pemilihan beberapa kosa kata yang tidak lazim dipakai menjadikan buku ini semakin terkesan mbulet (berbelit-belit) dan nggladrah (tidak fokus, tersebar kemana-mana). Perlu diperhatikan bahwa kita menulis adalah untuk dibaca oleh orang lain. Agar tidak terjebak pada apa yang dikritiknya seharusnya penulis menghindarkan diri dari cuci tangan dan ikut bertanggungjawab dengan apa yang ditulisnya.

Sejauh yang saya ketahui, buku MMKI ini memang lama sekali penyusunannya. Jika dilihat dari tanggal awal yang tertera di bagian pertama disana tertulis 15 Juni 2011/23 malam Juni 2015 dan 26 Oktober 2015. Saya tak tahu pasti penanda apakah ini, tapi mungkin Nurel ingin mengatakan bahwa bagian pertama ini diawali penulisannya pada tanggal 15 Juni 2011, dan dibaca ulang dan diedit lagi pada tanggal-tanggal yang tertera belakangan. Bagian akhir buku ini ditulis pada Agustus 2017. Enam tahun adalah waktu yang panjang, maka tak mengherankan kalau buku ini penuh dengan kajian mendalam yang dilakukan penulisnya selama kurun waktu tersebut. Suatu kurun waktu yang berdarah-darah.  Nurel mengatakan bahwa penulisan buku ini 80 persen dikerjakannya pada kurun waktu 15 juni 2011 dari bagian I sd 26 Oktober 2012 bagian XXIII. Otomatis dalam kurun waktu satu tahun lebih ini, sudah 80 persen dari buku ini digarap. Sedangkan sisanya diselesaikan pada tahun 2013 sd 2017.

Syukurlah. Nurel sendiri menyadari kalau membaca bukunya pasti membuat pembaca pusing. Kalau boleh dianalogikan dengan salah satu slogan You scratcth my back I scratch yours. Ini salah satu kata-kata ampuh yang dapat menggambarkan bagaimana digdayanya Soeharto pada zamannya. The Smiling General, Raja Jawa dan banyak sebutan lain yang melekat. Kesemuanya itu terpaut dengan istilah diatas. Istilah yang menggambarkan bagaimana suatu keterkaitan yang akibatnya bisa baik ataupun buruk.

Kepusingan yang dibuat Nurel untuk para pembacanya juga banyak sekali. Ada beberapa hal yang saya catat disini:

1. Penggunaan kata-kata bahasa daerah yang tidak ada keterangan dalam bahasa Indonesia. Dijamin para pembaca yang tidak punya bahasa ibu bahasa Jawa akan pusing lebih dari tujuh keliling.

2. Cara penulisan catatan kaki yang langsung tempel pada tulisan, membuat buku ini terkesan ruwet dan tidak luwes. Juga buku-buku yang jadi bahan bacaan tidak ditulis dalam bagian tersendiri dalam Daftar Pustaka. Walaupun Nurel berdalih itu pilihannya, namun sebaiknya untuk edisi revisi atau buku-buku selanjutnya tidak dilakukan.

3. Banyak kata-kata yang salah ketik atau typho dan suara bakti. Seharusnya suara bakti muncul kalau kata itu dibunyikan atau disuarakan bukan dalam teks. Contoh suara bakti terlampir pada kata-kata yang dicetak tebal.

4. Banyak pemilihan kata-kata yang tidak baku, sehingga sebagai pembaca dan  saya kesulitan mengkonsultasikannya pada KBBI ataupun PUEBI. Semisal Nurel lebih suka memilih kata dinaya daripada daya. Apabila salah ketik dinaya dengan huruf kapital D, maka akan berbeda maknanya dan maksud tujuannya. (daftar terlampir)

5. Penulisan yang tidak lazim misal dll ditulis &ll. Atau saya yang kurang update. Disini Nurel juga tidak konsisten menuliskannya. Ada sebagian menggunakan dll dan sebagian lain memakai &ll.

Membaca MMKI memang memerlukan ekstra tenaga, demikian juga apabila ingin membedahnya. Memberikan komentar. Tak kurang seorang Tarmuzie, yang notabene guru Nurel berucap : "Kejam”. Kekejaman itu pula rupanya yang mungkin menyurutkan langkah Binhad dan juga yang lain urung membedah buku ini. Kalau boleh menyitir kata-kata Nurel di bukunya “Kritik itu semacam saudara tidak mukrim, sudah menikah masih boleh digugat balik untuk membatalkan wudhunya”. Mungkin juga karena alasan ini atau juga mungkin karena alasan lain buku ini terlahir dari subyektivitas Nurel, seperti yang ditulis oleh Tengsoe Tjahjono (diatas).

Namun demikian demi menjawab atas subyektivitas yang dilekatkan kepadanya, saya menemukan juga obyektivitas yang dilakukan Nurel tentang kajiannya.
Saya menangkap 6 hal yang esensi dari buku ini secara keseluruhan:

A. Kritik Nurel akan Esai Ignas Kleden
Nurel menganggap posisi Ignas Kleden yang abu-abu, antara mau mengkritik atau memujanya. Disisi lain IK mau mengkritik, namun disisi lain tak ada atau kurang keberanian atau malas dan enggan untuk mengkritik SCB. Jadilah esai IK ini menjadi kurang ketajamannya dan yang ada adalah upaya membelokkan atau mencarikan Alibi kalau dalam istilah SCB untuk karya SCB. Hal ini dikupas tuntas oleh Nurel di setiap paragrafnya. Dari upaya memaknai kata semisal perbedaan antara menerobos dan membebaskan, antara upaya dan usaha. Selanjutnya dapat dilihat di buku pada bagian awal. Disini Nurel lengkap menuturkan tentang makna, jenis kata, bentuk kata dan tata bahasa dari Menerobos.

Lebih lanjut Nurel memberontak, bahwa seharusnyalah sesuatu yang menjadi mitos itu telah melalui kurun waktu yang lama, setidaknya satu abad, sehingga gagasannya sudah teruji. Sekarang yang terjadi, kebanyakan orang, mahasiswa ataupun  juga para pengkritik enggan membaca, lebih senang mendengar cerita dan kurang memupuk daya nalar sehingga boleh dikatakan banyak para perilaku sastra terpukau pada kupasan-kupasan yang dinalarkan, dialog yang diandaikan memperkuat bangunan yang hendak dicanangkan, ketakutan tidak sesuai. Atau lebih singkatnya semacam ketakutan pada nama besar.

Hal itu juga terlihat pada esai Ignas Kleden yang mengesankan Ignas Kleden tidak berani terang-terangan berseberangan dengan SCB. Tidak hanya Ignas Kleden yang berlaku demikian, pun juga Sapardi Djoko Damono yang menyatakan “Jadikan Sastra sebagai seni Bukan Ilmu Sekolah”. Demikian juga dengan Abdul Hadi W.M.,Dami N. Toda.

 B. Alibi
Kritik kedua adalah tentang Alibi dalam puisi adalah alibi kata-kata. Nurel sangat tidak berpendapat dengan istilah ini, karena alibi itu berkonotasi buruk dan mengesankan tidak bertanggungjawab. Dalam hal ini, SCB tidak bertanggungjawab atas karyanya. Sebagai perbandingan Nurel mengutip kata Pablo Picasso “Seni adalah kebohongan yang memungkinkan  kita untuk menyadari kebenaran”.

C.  Kredo Puisi
Saya kutipkan kata-kata SCB dari halaman 167 buku MMKI “Sebagaimana Tuhan tidak bisa dimintakan pertanggungjawabannya atas ciptaannya, atas mimpinya, atas imajinasinya”. Salah satu kata yang juga ditentang Nurel, karena disini SCB menempatkan Tuhan sebagai sosok yang tak bertanggungjawab. Nurel memberikan pembandingnya dengan cerita Nabi Musa. Bayangkan bila Tuhan menyuruh Musa untuk melempar tongkatnya, tapi tak membuat mukjizat dengan mengeluarkan ular dari tongkat Musa. Apa yang terjadi? Pun demikian dengan hasil puisi dan karya sastra lainnya. Penulisnya tak bisa lepas tanggungjawab.

Pembahasan tentang kata terdapat ini dapat dilihat di Kredo Puisi SCB hal 425. Sejalan hal ini ada satu keberatan Nurel tentang apa yang dikatakan Taufiq Ismail tentang kuasa kata  yaitu tentang penyair adalah penguasa kata-kata. Menurut Nurel ini merupakan hal yang sangat gegabah. Lebih tragisnya lagi, di banyak kehidupan sehari-hari, kata-kata seorang penyair kalah ampuh dengan kata-kata yang diungkapkan politisi.

D. Kun Fayakun
Tentang Kun Fayakun, Nurel menolak keras apa yang dikatakan oleh SCB yang mengartikan Kun Fayakun sebagai Jadi maka jadilah dan Jadi lantas jadilah. Bahkan Nurel menyebutnya sebagai sangat ugal-ugalan (hal 492) dengan bertingkah “melupa dan mengingat”. Kata-kata ini yang mengingatkan saya pada salah satu baris syair lagu Hotel California dari Eagles “Some dance to remember, some dance to forget”. Kun Fayakun seharusnya diterjemahkan dengan Jadilah maka Jadilah. SCB telah dengan berani mengubah kata perintah menjadi kata benda. Nurel membandingkannya dengan kalimat dari Rene Descartes “Cogito Ergo Sum” yang artinya “Aku berpikir maka aku ada”, bagaimana kalau diubah menjadi “Aku pikir maka aku ada.” Mungkin disini lebih jelas maksudnya.

Istilah ini mengingatkan saya pada salah satu ayat Kitab Suci yaitu Kitab Kejadian 1:3  yang menyebutkan Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Mungkin ini dapat sedikit menjelaskannya. Dengan mengacu pada Jadilah adalah kata perintah, maka di bagian ini saya mau tidak mau harus memihak Nurel. Allah berfirman: Jadilah terang, lalu terang itu jadi. Pembahasan panjang lebar tentang hal ini terdapat mulai halaman 136.

E. Hari Sastra
Hari Sastra Indonesia diperingati setiap tanggal 3 Juli yang disamakan dengan lahirnya sastrawan Abdul Muis. Maklumat ini atas gagasan Taufiq Ismail. Lagi menurut Nurel, para senior ini telah kehabisan akal dalam penciptaan karya yang lebih ampuh dari sebelumnya dan lebih banyak mencari jalan agar tetap dianggap eksistensinya.

F. Sumpah Pemuda dan hari Puisi Indonesia
Tentang Sumpah Pemuda ini, SCB dkk juga menafikan peran tokoh-tokoh dibalik Sumpah Pemuda. Hal itu terlihat dalam kata-kata SCB yang menganggap bahwa kesadaran masyarakat banyak pada waktu itu dengan berbangsa satu, bertanah air satu dan juga berbahasa satu itu belum ada, masih in absentia. Keberadaannya masih di depan sadar. Hal ini bisa terjadi karena SCB malas untuk  dan kurang rendah hati untuk membaca karya-karya tokoh Sumpah Pemuda yaitu M. Yamin.

Demikian pula dengan deklarasi hari Puisi Indonesia yang mengambil hari lahir Chairil Anwar, 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Lagi disini Nurel berteriak keras, pertama dalam mukadimah pendeklarasian hari Puisi, SCB dan kawan-kawan berpegang pada teks Sumpah Pemuda yang dianggap sebagai puisi pendek dan lalu memakai hari lahir Chairil Anwar sebagai hari Puisi Indonesia, sementara disisi lain, terlontar kabar dari HB. Jassin bahwa Chairil Anwar tak lebih seorang penyadur.
Fakta ini semakin menunjukkan kalau SCB kurang rendah hati untuk membaca karya-karya terdahulu, karya-karya M. Yamin.

LAIN-LAIN
Dari nggladrahnya buku ini, sebenarnya dapat ditemukan beberapa pengetahuan tentang tasawuf, tentang tata bahasa Indonesia, tentang filsafat, tentang sejarah dan juga kajian sosiologis dan seni. Kalau Nurel membayangkan para mahasiswa sastra harus belajar filsafat juga mungkin harus menulis sesuatu yang lebih menukik tajam ke persoalan inti. Mengingat di UI, di FIB ada departemen Filsafat. Dan mengingat Filsafat adalah cabang dari semua ilmu, maka pastinya sudah ada pengantar ilmu filsafat diberikan kepada para mahasiswa. Mungkin kalau Nurel menulis dan berdasar pada rambu-rambu atau tatanan penulisan ilmiah semacam thesis atau disertasi, maka tidaklah mustahil kalau impian untuk tampil atau memberikan kuliah umum di Brunell University dapat kesampaian.

     Ada beberapa Pengetahuan Umum yang terdapat di dalam buku ini semisal tanggal lahir raja Louis, tanggal lahir Chairil Anwar dan juga Abdul Muis. Juga pengetahuan tentang Kayu besi. Juga ada petikan syair lagu, semisal dari Eagle, Hotel California (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia), tentang Aesop Fable “cerita tentang Rubah yang tak bisa memetik buah anggur, lalu menggerutu barangkali buahnya masam”. Yang tak kalah menarik adalah perjalanan spiritualnya ke bumi Nuca Nepa atau Pulau Ular. Tentang Nuca Nepa atau Pulau Ular sebaiknya dibuat satu buku tersendiri. Perjalanan imajiner yang sungguh sayang jika dilewatkan tetapi terlalu membuat bosan apabila diikutsertakan di buku ini. Boleh diambil beberapa paragraf sebagai pengantar tentang lingkungan atau alam tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Lingkungan, adat istiadat, kebiasaan dan budaya sangat berpengaruh pada seseorang termasuk dalam proses pembentukan mindset atau cara berpikir. Bukan rahasia karakteristik orang kota, orang desa, orang gunung, orang pantai atau orang pedalaman dapat terbaca dari tingkah laku sehari-hari. Tak kurang di salah satu novelnya Romo Mangun mengungkapkan hal ini, tentang perempuan gunung dan perempuan dusun. Tentang perempuan pantai dan perempuan kota. Kalau tidak salah ada di novel Lusi Lindri, salah satu dari novel triloginya.

Karena Nurel berpijak memakai tanah kelahiran Ignas Kleden dalam menelaah karya-karyanya, maka akan lebih memudahkan bagi kita untuk juga mengetahui latar belakang Nurel. Bisa dilihat di halaman biografi. Mungkin imajinasi tentang Bengawan Solo dapat membantu.

Juga beberapa catatan atau kutipan dari Wikipedia, biarkan para pembaca mencari dan membacanya sendiri. Seperti kata-kata dalam dialog imajiner dengan M. Yamin. Tak usah beralasan biar menambah beberapa halaman.

Agar tulisan ini mampu melewati zaman dan berbagai kepentingan aturan yang kemungkinan akan menderanya, apabila dimungkinkan akan ada edisi revisi, hendaknya Nurel mencoba menulis ulang dalam bentuk thesis yang tertata rapi dan ikut aturan baku, semisal penggunaan catatan kaki, daftar literatur yang dibaca, alangkah elok kalau ditulis dalam bab tersendiri. Hal ini diperlukan untuk memudahkan pembaca dan mungkin peneliti untuk melalukan pengecekan dan counter attack. Saya rasa para penulis yang bukunya dijadikan bahan bacaan akan merasa senang dan bangga bila karyanya tercantum dalam daftar pustaka. Dan bagi penulis sendiri, boleh berbangga akan banyaknya literatur yang dibaca, sehingga studi literatur yang dilakukannya dapat terdokumentasi dengan baik dan tak menutup kemungkinan akan jadi bahan kajian di kelak kemudian hari. Juga alangkah lebih classy lagi kalau di dalam buku diberikan indeks, sehingga memudahkan pembaca atau peneliti mencari kata-kata kunci di halaman-halaman yang bertebaran di buku ini.

Satu lagi yang ingin saya sampaikan, di buku ini Nurel mengkritik akan sebutan Presiden Penyair dan beberapa sebutan lain. Tapi Nurel sendiri terjebak pada satu predikat atau julukan yang dipilihnya, yang dikiranya aman tanpa ada protes yaitu : pengelana. Pengelana bisa di sama artikan dengan pengembara. Kata dasar kelana, kata benda yang artinya mengadakan perjalanan ke mana-mana tanpa tujuan tertentu; kembara. Nah disini letak persolannya. Kalau menyebut diri sebagai pengelana berarti tak mempunyai tujuan tertentu. Sehingga buku yang ditulis ini menjadi tak ada maknanya, kalau ditulis tanpa ada tujuan. Sebaiknya pilihlah sebutan lain dan itu bukan pengelana. Nanti bisa juga terjebak bahwa buku ini hanya semacam klangenan, penggembira yang tak ada isi pengetahuan yang dapat diserap.

Akhirnya, sampai ketemu di bedah buku 9 April dan 3 Mei. Syalom.
eof
Sds. 31.3.2018

Daftar terlampir:
1. 38 intah intan, 2. 69 hasana khasanah, 3. 75 Webset Website, 4. 78 &st dst, 5. 78 Krakalau Krakatau, 6. 79 jatung : jantung, 7. 81 memangfaatkan memanfaatkan, 8. 85 dinaya?, 9. 86 mana perlu penjelasan, 10. 86 diasmak?, 11. 93 bermain jaratan bermain jaranan?, 12. 97 pelahan perlahan, 13. 97 sedaya bantul 97/98 :sedaya pantul, 14. 100 Howking?, 15. 104 awalkali : awal kali?, 16. 104 pelitian penelitian, 17. 106 hiasa : hiasan?, 18. 113 rabahan : rabaan? Atau rebahan?, 19. 113 dipunggah perlu penjabaran, 20. 114 rating ranting, 21. 114 kerkataan : perkataan?, 22. 121 Bejawa Bajawa, 23. 123 betebaran bertebaran, 24. 127 ternging :terngiang, 25. 134 halil?, 26. 134 deladapan 238 ??, 27. 134 cekeremes?, 28. 134 memunjeri?, 29. 149 dipatenkendipatenkan, 30. 153 perkembaangan perkembangan, 31. 165 khasana?, 32. 166 akli?, 33. 166 Aesop fox :pindah ke halaman utama, 34. 167 menyuruny menyuruhnya, 35. 167 Renuangan renangan, 36. 170 Sinahui :sianui?, 37. 175 kemengslean mengsle?, 38. 175 asatir : harusnya huruf besar Asatir, 39. 179 ritua?, 40. 206mugil mungil, 41. 207 kintir : dikasih penjelasan, 42. 226 Jleguran di blumbang dikasih penjelasan, 43. 232daya bukan dinaya?, 44. 239 Sim sala bim sim salabim?, 45. 240 Grubyag-grubyug : dikasih penjelasan, 46. 244 mederai menderai, 47. 245 banter bahasa Indonesia, 48. 253 fitna?, 49. 253 Pergeserak pergerseran?, 50. 253 wedar Indonesia?, 51. 254 pangling?, 52. 257 Noted halaman, 53. 269 dikator diktator, 54. 269 ngelokro :bahasa Indonesia, 55. 270 terlunta-lunda terlunta-lunta, 56. 270 mempuni mumpuni, 57. 301 pemengaruh :pengaruh, 58. 305 lansung langsung, 59. 323 Howking Hawking?, 60. 377 uang ketas uang kertas? 61. 383 fabebook facebook, 62. 405 yepyur mengepyurkan?, 63. 450 melubagi melubangi, 64. 454 ketagikan :ketagihan, 65. 454 kemuliaanya kemuliaannya, 66. 455 dikjaya digjaya atau digdaya?, 67. 468 lowak?, 68. 490sinahu?, 69. 494 diprekes Indonesia?, 70. hilaf?, 71. ilangkah?, 72. Dll?, 73. Penuwaan?, 74. Pegapesane (titikkelemahan) pengapesane?, 75. hianat?, 76. akli? 77. ijtihat?, 78. festifal?, 79. ksatri?, 80. pelahan? 81. didedah?,82. vi digelilingi?, 83. pebukitan?, 84. menjelmah? 85. 380 musah : mudah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt