Muhammad Fikry Mauludy
pikiran-rakyat.com 31/3/2018
Komunitas Sastra Kidung Semilir meluncurkan buku ke-7 bertajuk “Sastra Kidung Semilir dalam Wajah Indonesia,” di Aula Pikiran Rakyat Bandung, Jalan Asia Afrika, Bandung, Sabtu 31 Maret 2018. Pengurus Sastra Kidung Semilir Susy S Wiranatakusumah mengatakan, kumpulan sejumlah karya sastra itu ingin memperlihatkan wajah Indonesia terkini.
“Harapannnya mereka bisa menuangkan aspriasi kita, bisa terdengar kepada
pemerintah. Kita membuat buku ini karena melihat semua mayoritas masyarakat
wajah Indonesia itu seperti ini,” ujarnya, seusai peluncuran buku.
Selama ini, kata Susy, yang banyak muncul yakni berpuisi memberantas korupsi, namun, hanya sisi korupsi saja. Sementara wajah Indonesia lainnya perlu dimunculkan. Pada sisi lain, masih ada karya terkait isu pendidikan, kemampuan pejabat, hingga kebijakan kepala daerah.
“Kan itu hanya korupsi tok, sementara wajah Indonesia bisa dilihat seperti apa, jangan koruptor saja, pendidikan juga, pejabat, kebijakan, peraturan,” ujarnya.
Komunitas SKS juga berharap pemerintah tidak melihat sastra dengan sebelah mata. Mereka berharap ada perwakilan seniman sastra yang terwakili di pemerintahan maupun dewan.
“Sebetulnya kami sama seperti harapan lainnya karena kita
berharap sastra itu ada di pemerintahan, karena bagaimanapun sastra sangat
membantu dalam hal kemajuan dari segi literasi. Kami ingin ini dapat didengar
oleh pemerintah, isi bukunya juga bahwa harapan kami bisa didengar,” ujarnya.
Mayoritas penulis kalangan guru
Buku itu diisi oleh karya 35 penulis yang 80% di antaranya dari kalangan guru. Penyelesaian buku ini memakan waktu proses hingga tiga bulan. Dari hasil seleksi, para penulis terpilih merupakan yang terbaik dari hasil seleksi, maka karya yang terpilih sangat baik.
“Kami ingin pemerintah tolong wadahi para penulis yang karyanya sudah baik, sudah bagus, kasihlah mereka fasilitas, misalkan penerbitan gratis,” tuturnya.
Tokoh Sastra Yesmil Anwar yang hadir dalam peluncuran buku itu mengaku terkejut dengan komunitas yang sudah sangat kompak dan orang di dalamnya dinilai sudah memiliki kesetiaan seni. Mereka dinilai memperlihatkan jika seni bukan untuk sesuatu yang dianggap yang eksklusif seperti bertani, bercocok tanam, menjadi nelayan. Mereka menjadikan seni sebagai sesuatu hal yang sederhana.
“Kalau saya baca karya-karyanya sudah karya tingkat penyair, dalam artian penyair yang kita harapkan di dalam menyuburkan dunia sastra di Indonesia. Saya lihat ini guru, guru adalah tempat menularkan sesuatu yang baik, dan influence-nya bisa menggunakan sastra, dalam hal ini puisi,” ujarnya.
Yesmil menambahkan, puisi tidak lagi sebagai bagian kecil dari proses belajar mengajar dalam kehidupan sastra saja. Selebihnya telah menjadi kehidupan Bahasa Indonesia karena bahasa itu salah satu sumbernya untuk menjadi kaya adalah dengan sastra yang baik.
Kepala MGMP Bahasa Daerah Provinsi Jawa Barat Apip Ruhamdani berharap komunitas SKS dapat terus berkarya dan terus menghasilkan karya sastra yang bermutu dan lebih menjangkau banyak kalangan.
“Karena di penulis banyak guru juga, mudah-mudahan ini bisa membawa para siswanya untuk lebih memahami sastra yang baik,” ujarnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar