Kamis, 22 Agustus 2019

Nglaras Nasionalisme Sukarno

Dr. H. Sutejo, M.Hum. *

Selalu, setiap kali datang bulan Agustus kita merayakan kemerdekaan dengan berbagai rupa. Yang paling banyak, merayakannya dengan “eforia yang tanpa makna” –untuk tidak menyebutnya bukan hakikatnya–, yakni berupa permainan-permainan dan perayaan yang lebih mengarah pada “hiburan”. Bukan mementingkan urgen substansinya, ngelaras pesan para founding father.
Khususnya apa, bagaimana, dan mengapa Soekarno-Hatta misalnya, memiliki kekuatan brilian sehingga mampu mengantarkan persalinan bangsa besar bernama Indonesia. Bangsa Jepang contohnya, selalu merayakan “duka Hiroshima” untuk memantik dendam di satu sisi dan pada sisi lain untuk mengobarkan nasionalisme “melawan” bangsa yang lain. Sekutu telah menjadi “api dendam positif” bangsa Jepang yang terus menyala-nyala.

Bulan Agustus mestinya mengingatkan kita untuk terus belajar kepada sejarah. “Jangan melupakan sejarah,” kata Sukarno. Ya, sejarah sebuah bangsa untuk menjadi dinamo besar dalam bergerak. Begitu banyak orang khilaf, –paling tidak memandang sederhana perjuangan pahlawan—Dan, Sukarno adalah seorang pahlawan, proklamator, dan inspirator besar bangsa Indonesa. Kali ini, mari merenungkan sejenak beberapa pesan beliau untuk modal bekerja, belajar, “berbakti” kepada kehidupan, dan untuk mengisi kemerdekaan.

Suatu waktu, Sukarno bilang, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Apa maknanya? Sebuah metafora dahsyat! 1000 orang tua, kata Sukarno, bisa mencabut akar Semeru. Semeru sendiri adalah sebuah gunung berapi kerucut di Jawa Timur, Indonesia. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut. Meletus terakhir pada tahun 2015 dan terletak di kabupaten Malang dan Lumajang. Sementara, hanya dengan 10 orang pemuda, janji Sukarno, akan mampu mengguncang dunia. Kala itu, mungkin, “revolusi kepemudaan” didorong untuk merebut kemerdekaan dan mengisi di awal kemerdekaan. Sekarang, 10 pemuda kreatif dan inovatif seperti perintis Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia; dan seterusnya dipastikan akan menggonjangkan dunia, itu akan sangat nyata ke depan.

Menjadi pemuda dengan demikian, pesan Sukarno mengisyaratkan mental petarung, kreatif, inovatif, tanpa kenal menyerah, dan –tentu bermental revolusioner–. Indonesia, di usianya yang ke-74 ini, tentu sangat membutuhkan pemuda demikian. Sosok pengubah kehidupan dan peradaban untuk mampu bersaing dan kancah nasional dan internasional. Bukan pemuda pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bukan penunggu tetapi pelaku perubahan. Pemuda pekerja keras dan petarung di segala bidang bukan terlibas dalam konsumsi teknologi-digital sehingga menjadi ampas-ampas zaman; pemuda-pemuda sial, bermental opurtunis dan pengecut kepada bangsanya. Pemuda-pemuda pemburu birahi tanpa kreasi. Korban-korban semu peradaban kehidupan baru! Tentu, bukan inilah yang diimpikan Sukarno. Realitas pemuda mutakhir, jika kita mau berselancar di media sosial dan maya, –termasuk you tube—ironi dan paradoks tentang realitas pemuda itu sungguh memprihatinkan. Apalagi, berita-berita “abnormalitas”-nya hampir memenuhi halaman kehidupan sehari-hari.
***

Dalam era disrupsi sekarang, yang dibutuhkan adalah manusia pemikir (jernih-logis) yang terus mau belajar. Pesan Sukarno berikut menarik direnungkan. “Belajar tanpa berpikir itu tidaklah berguna, tapi berpikir tanpa belajar itu sangatlah berbahaya!” Begitu banyak mereka yang hanya berpikir tetapi tidak mau belajar. Belajar yang hakiki untuk melakukan perubahan dan mendapatkan kemenangan. Bukan korban-korban kehidupan, yang semakin terkilir tanpa jernih pikir. Maka, berpikir untuk belajar tentu adalah pesan filosofis agar sebagai bangsa kita memiliki harga diri tinggi, mampu berkompetisi, siap belajar dari kekalahan-kesalahan, dan mampu berdiri rendah ketika menjadi pemenang.

Menjadi pembelajar sejati kata Sukarno, adalah mereka yang mau dan senantiasa belajar dari para pahlawan. Apa, bagaimana, dan mengapa penghormatan dengan kata “pahlawan” dilekatkan. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” Begitulah pesan Sukarno. Jika para pahlawan menyediakan darah, pikiran, tenaga, jiwa, dan raganya untuk bangsa; lalu di manakah kita mampu meletakkan jiwa pembelajar di tengah pijar pesona aura kepahlawanan itu? Mengisi kemerdekaan dengan menyadari harga diri untuk tidak terus diperbudak oleh bangsa lain mungkin adalah yang pertama-tama. Itulah, yang sejak dulu digaungkan Sukarno. Bagaimana agar kita memiliki jiwa “kematian” (berkalang tanah) daripada hidup dijajah oleh bangsa lain.

Penjajahan dalam konteks mutakhir, tentu berbeda dengan penjajahan tempo dulu. Penjajahan intelektual contohnya, kini massif terjadi di kalangan ilmuwan perguruan tinggi (PT) dengan begitu tunduk dan membungkuk-bungkuk pada “tuhan Scopus”. Padahal ia, sebuah “mesin yang tak bernyawa”, yang tak “memberikan” apa-apa bagi kehidupan luas. Masyarakat awam tak kenal Scopus, mereka mengenal tulisan dan buku yang menyadarkan, menggerakkan, dan mampu mengubah cakrawala pemikiran untuk keadaban. Scopus tak memberikan ruang keadaban, tetapi tunduk pada mesin-mesin pengiring semacam Mendeley sebagai alat penjebaknya. Jejaring jurnal internasional yang melahirkan broker-broker jurnal. Kritik Budi Darma dalam opininya berjudul Jebakan Rogue Journals, dituliskannya begini, “Kalau ada permintaan, pasti ada persediaan.  Itulah adagium ekonomi yang paling utama. Ada keinginan untuk masuk Scopus, apalagi diimingi dengan berbagai kemudahan, antara lain lewat seminar  internasional.  Itulah demand, pasti ada supply, yaitu pihak-pihak penyedia. Maka orang-orang nakal pun berkelebatan sebagai ujung tombak dari rogue journals.”

Membangun kepercayaan diri sebuah bangsa bukan perkara mudah. Di sinilah, maka Sukarno pernah berpesan: “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” Bukankah hakikat pendidikan itu memerdekakan dan memandirikan? Tetapi, mengapa kita semakin terdidik semakin tidak mandiri? Guyonan tentang pentingnya rektor asing adalah sebuah kecelakaan paling dramatis dalam sejarah membangun kepercayaan diri bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa besar dengan perabadan besar, mengapa kemudian berubah menjadi mental tempe? Budaya instan itu cermin mental tempe. Budaya instan adalah produk mentalitas yang tidak memiliki kepercayaan diri, dan itu wajib dilawan dengan pemikiran dan perbuatan nyata untuk memulihkannya kembali. Penjajahan harus dihapuskan di atas “dunia” Indonesia!

Bagaimanapun kita wajib memiliki kepercayaan diri. Di bulan kemerdekaan ini, kita penting merefleksikan kembali: masih adakah kemerdekaan itu? Kita takut berbeda dari kecenderungan umum, indeks pemeringkatan PT misalnya, semua PT berbondong-bondong mengejar peringkat, sementara tak ada yang berani mencari cara sendiri untuk melawan pemeringkatan penjajahan intelektual itu. Ingat pesan Sukarno: “Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.” Menjadi “elang kehidupan” mutakhir sungguh berat, apalagi “menjadi elang perguruan tinggi” sangat berat. Indikator keterwakilan mahasiswa asing, publikasi Scopus berikut sitasinya adalah “godaan” dagelan gaya Belanda yang dirancang jauh waktu untuk memenangkan pertarungan “combe-combe” penulisan jurnal ilmiah dunia.

Mari belajar menjadi insan terdidik, intelektual kampus –yang bukan bebek-bebek intelektual—tetapi pemikir dan perentas perubahan pendidikan. Ingat, pendidikan –terlebih perguruan tinggi—wajib menyadari titik tolak keberangkatan pendidikan sehingga penting menentukan peta jalan untuk dilalui sehingga tidak menyesatkan. Dengan gaya bahasa eufimisme, marilah mencontoh kerendahan Ki Hajar Dewantara yang pernah berpesan begini: “Taman siswa menurunkan mutu pengajaran dan membawa kita kembali sepuluh tahun ke belakang! Memang kita harus kembali beberapa puluh tahun, kita amat mengingini untuk menemukan ‘titik tolak’ agar kita dapat berorientasi kembali: kita telah salah jalan.”
***

*) Sutejo adalah Ketua STKIP PGRI Ponorogo, Ketua Litbang PCNU Ponorogo, Anggota Dewan Pakar PC ISNU Ponorogo, Ketua Bidang Pengembangan SDM PGRI kabupaten Ponorogo, Anggota Dewan Pakar PW LTNU Jawa Timur.
https://www.stkippgriponorogo.ac.id/2019/08/nglaras-nasionalisme-sukarno/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt