Hujuala Rika Ayu *
TIDAK banyak penulis yang berlaku sebagai penerjemah atas karyanya sendiri. Penulis yang menerjemahkan karyanya sendiri ibarat berhadapan dengan dirinya. Tidak seperti penerjemah pada umumnya, penulis yang juga penerjemah memiliki otoritas penuh atas pengkloningan karya kreatifnya. Self-translation adalah istilah yang digunakan untuk mewakili proses penerjemahan karya sastra yang dilakukan oleh penulisnya sendiri.
Penulis yang juga penerjemah sering kali adalah seorang bilingual atau multilingual. Kemampuan bilingual atau multilingual ini memungkinkan penulis untuk menerjemahkan karyanya sendiri ke dalam bahasa lain. Karya yang ditulis dan diterbitkan dalam bahasa asli dikembangbiakkan dalam bahasa lain yang dikuasai penulis.
Penulis harus berjibaku, menulis dan menerjemahkan di antara dua bahasa, yang menurut Olga Tokarczuk, penulis Polandia dan pemenang Man Booker International Prize 2018, adalah bahasa privat dan bahasa komunal. Bahasa privat adalah bahasa warisan, turunan dari orang tua. Sebaliknya, bahasa komunal adalah bahasa penghubung pada hal-hal yang nonprivat atau publik.
Dalam beberapa hal, menerjemahkan karya sendiri merupakan proses olah batin yang rumit. Proses olah batin yang intim ini melibatkan dualitas penulis yang juga penerjemah atas karyanya.
Penulis yang juga penerjemah mau tidak mau membagi kesadaran di antara dua bahasa dan dua konteks yang melatarbelakangi kebahasaan karya tersebut. Kesadaran dualitas itu sering kali membuat penulis harus berjumpalitan dengan karyanya dalam bahasa lain. Penulis yang juga penerjemah kerap kali harus menegosiasikan kata dan konteks dengan diri sendiri. Dan tidak jarang, negosiasi ini gagal dilakukan.
Pada konteks tersebut, self-translation tidak sekadar mengubah bahasa dalam teks tersebut ke bahasa yang lain. Namun, teks adalah sebuah arena re-kreasi bagi penulis. Dalam esainya, Gayatri Chakravorty Spivak (2010) mengatakan, menerjemahkan adalah sebuah aksi reparasi yang tidak biasa. Dalam konteks self-translation, sebuah karya kreatif dapat mengalami aksi reparasi dari bahasa ibu dan teks aslinya.
Teks sebagai sebuah arena re-kreasi memungkinkan penulis untuk mereorientasikan karya kreatifnya. Tidak jarang karya tersebut bertransformasi dalam bentuk lain meski masih bermuara pada karya yang sama.
Dalam proses menerjemahkan karyanya sendiri, penulis yang juga penerjemah sering kali menghadapi godaan besar untuk ’’menuliskan’’ kembali karya kreatifnya, menambahkan bumbu-bumbu ini itu pada karya terjemahannya.
Banyak hal yang mendorong penulis menerjemahkan karyanya sendiri. Salah satunya adalah penulis yang juga penerjemah sering kali adalah seorang diaspora atau seorang yang ’’diasingkan’’. Mereka memutuskan untuk tidak menetap di tanah airnya karena satu atau lain hal. Mereka tidak hanya nomaden secara geografis, namun juga secara kebahasaan.
Pengalaman bilingual itu seiring sejalan dengan pengalaman perpindahan mereka. Situasi diaspora mendukung penulis yang juga penerjemah untuk mendua, menjadi amfibia bagi dirinya dan karya yang diterjemahkan. Seperti Samuel Beckett, penulis Irlandia yang pindah ke Prancis pada tahun 1937 dan tidak pernah kembali ke Irlandia. Beckett menerjemahkan karyanya sendiri dari bahasa Inggris ke bahasa Prancis, dan sebaliknya.
Beckett yang dikenal lewat karya teatrikalnya, Waiting for Godot, menulis beberapa cerita pendek seperti First Love, Enough, Ping, dan Imagination Dead Imagine dalam bahasa diasporanya yaitu bahasa Prancis dan diterjemahkan sendiri dalam bahasa Inggris yang kemudian termuat dalam First Love and Other Shorts yang terbit pada 1974.
Lain halnya dengan Beckett, Ngugi Wa Thiong’o, seorang penulis Kenya yang pernah hidup di pengasingan, mengatakan bahwa menerjemahkan karyanya sendiri adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap dominasi bahasa dan kekuasaan. Ngugi yang menulis dalam bahasa Gikuyu menerjemahkan karya-karyanya sendiri dalam bahasa Inggris. Ngugi menulis dan menerjemahkan sendiri novelnya berjudul Devil on the Cross yang terlahir sebagai Caitaani mũtharaba-Inĩ dan kemudian terbit dalam bahasa Inggris pada 1982.
Penerjemahan, menurutnya, adalah bahasa dari segala bahasa. Dalam sebuah wawancara, Ngugi menyebut dirinya sebagai ’’language warrior’’, penyelamat bahasa minor, bahasa yang terpinggirkan.
Di tanah air, Laksmi Pamuntjak, penulis Indonesia yang menetap di Berlin, Jerman, adalah seorang self-translator dari novelnya, The Question of Red, yang secara resmi terbit pada 2013. Dalam versi bahasa Indonesia-nya, The Question of Red bermetamorfosis sebagai Amba. Amba, figur utama dalam novel, tidak lagi menjadi fokus dalam judul novel versi berbahasa Inggris.
The Question of Red dan Amba adalah sebuah perbincangan panjang nan intens. Bagi Laksmi yang juga penerjemah kumpulan puisi milik Goenawan Mohamad, apa yang disebut sebagai self-translation adalah sebuah penciptaan ulang, the rediscovery of language.
Meski membaca Amba dan The Question of Red seperti membaca saudara kembar, pada kenyataannya, kedua novel itu memiliki kehidupannya sendiri. Susunan daftar isi satu novel yang berbeda versi bahasa ini tidak lagi menghamba satu sama lain. Kata, kalimat, dan ungkapan tidak akan pernah sama persis dalam dua bahasa yang berbeda. Ada yang hilang dan tidak ada, namun ditemukan dalam versi bahasa yang lain.
Hal itu dapat dicermati dalam petilan gejolak hati Amba dalam dua versi bahasa: Di balik kemarahannya Amba tahu bahwa ia sedang membuat dirinya semakin rentan, dan bahwa kata-katanya sebenarnya melukai dirinya sendiri (hal. 318)// Where did it come from, this cruelty? She was doing herself a disservice, of that she was aware, but somewhere within her there was a loose screw she had no idea how to fix (hal. 232).
Petilan itu merepresentasikan bagaimana proses menerjemahkan karya sendiri seperti mencipta kembali beberapa bagian dalam tersebut. Metafora yang merasuki karya versi berbahasa Inggris dan yang tidak ditemukan pada versi bahasa lain merupakan improvisasi yang hanya boleh dilanggar oleh si penulis yang juga penerjemah karya tersebut.
Produk self-translation, oleh karena itu, sering kali tidak asimetris dan tidak setia. Karya itu seperti terlahir kembali sebagai dua karya dengan dua bahasa yang berbeda.
Pada kenyataannya, meski menerjemahkan karya sendiri adalah sebuah proses dialogisme yang memberikan kemerdekaan kedua bagi penulis yang juga penerjemah untuk menjaga autentisitas karya mereka, proses self-translation yang para penulis ini lalui tidaklah mudah.
Bagi Samuel Beckett, menerjemahkan karyanya sendiri adalah an experiment of agony, sebuah pengalaman yang menyakitkan. Setali tiga uang dengan Ngugi dan Laksmi. Ngugi yang mengemban misi mulia memperkuat bahasa Gikuyu sebagai bahasa Afrika yang terpinggirkan mengatakan bahwa menerjemahkan karyanya sendiri membuat dia frustrasi. Namun, di sisi lain, Ngugi sangat menikmati setiap perjuangan.
Laksmi pun tidak jauh berbeda. Dalam satu wawancara dengan Porter Anderson, Laksmi mengakui bahwa menerjemahkan karyanya sendiri adalah an excruciating process, sebuah proses yang tidak menyenangkan. Baginya, menegosiasikan kata-kata yang harus hilang, harus direlakan, dan yang tak dapat diterjemahkan sangatlah dilematis.
*) Hujuala Rika Ayu, dosen Penerjemahan Sastra Universitas Negeri Surabaya.
https://www.jawapos.com/minggu/saujana/21/07/2019/tentang-penulis-yang-juga-penerjemah/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar