Selasa, 17 September 2019

Tentang Penulis yang Juga Penerjemah

Hujuala Rika Ayu *

TIDAK banyak penulis yang berlaku sebagai penerjemah atas karyanya sendiri. Penulis yang menerjemahkan karyanya sendiri ibarat berhadapan dengan dirinya. Tidak seperti penerjemah pada umumnya, penulis yang juga penerjemah memiliki otoritas penuh atas pengkloningan karya kreatifnya. Self-translation adalah istilah yang digunakan untuk mewakili proses penerjemahan karya sastra yang dilakukan oleh penulisnya sendiri.

Penulis yang juga penerjemah sering kali adalah seorang bilingual atau multilingual. Kemampuan bilingual atau multilingual ini memungkinkan penulis untuk menerjemahkan karyanya sendiri ke dalam bahasa lain. Karya yang ditulis dan diterbitkan dalam bahasa asli dikembangbiakkan dalam bahasa lain yang dikuasai penulis.

Penulis harus berjibaku, menulis dan menerjemahkan di antara dua bahasa, yang menurut Olga Tokarczuk, penulis Polandia dan pemenang Man Booker International Prize 2018, adalah bahasa privat dan bahasa komunal. Bahasa privat adalah bahasa warisan, turunan dari orang tua. Sebaliknya, bahasa komunal adalah bahasa penghubung pada hal-hal yang nonprivat atau publik.

Dalam beberapa hal, menerjemahkan karya sendiri merupakan proses olah batin yang rumit. Proses olah batin yang intim ini melibatkan dualitas penulis yang juga penerjemah atas karyanya.

Penulis yang juga penerjemah mau tidak mau membagi kesadaran di antara dua bahasa dan dua konteks yang melatarbelakangi kebahasaan karya tersebut. Kesadaran dualitas itu sering kali membuat penulis harus berjumpalitan dengan karyanya dalam bahasa lain. Penulis yang juga penerjemah kerap kali harus menegosiasikan kata dan konteks dengan diri sendiri. Dan tidak jarang, negosiasi ini gagal dilakukan.

Pada konteks tersebut, self-translation tidak sekadar mengubah bahasa dalam teks tersebut ke bahasa yang lain. Namun, teks adalah sebuah arena re-kreasi bagi penulis. Dalam esainya, Gayatri Chakravorty Spivak (2010) mengatakan, menerjemahkan adalah sebuah aksi reparasi yang tidak biasa. Dalam konteks self-translation, sebuah karya kreatif dapat mengalami aksi reparasi dari bahasa ibu dan teks aslinya.

Teks sebagai sebuah arena re-kreasi memungkinkan penulis untuk mereorientasikan karya kreatifnya. Tidak jarang karya tersebut bertransformasi dalam bentuk lain meski masih bermuara pada karya yang sama.

Dalam proses menerjemahkan karyanya sendiri, penulis yang juga penerjemah sering kali menghadapi godaan besar untuk ’’menuliskan’’ kembali karya kreatifnya, menambahkan bumbu-bumbu ini itu pada karya terjemahannya.

Banyak hal yang mendorong penulis menerjemahkan karyanya sendiri. Salah satunya adalah penulis yang juga penerjemah sering kali adalah seorang diaspora atau seorang yang ’’diasingkan’’. Mereka memutuskan untuk tidak menetap di tanah airnya karena satu atau lain hal. Mereka tidak hanya nomaden secara geografis, namun juga secara kebahasaan.

Pengalaman bilingual itu seiring sejalan dengan pengalaman perpindahan mereka. Situasi diaspora mendukung penulis yang juga penerjemah untuk mendua, menjadi amfibia bagi dirinya dan karya yang diterjemahkan. Seperti Samuel Beckett, penulis Irlandia yang pindah ke Prancis pada tahun 1937 dan tidak pernah kembali ke Irlandia. Beckett menerjemahkan karyanya sendiri dari bahasa Inggris ke bahasa Prancis, dan sebaliknya.

Beckett yang dikenal lewat karya teatrikalnya, Waiting for Godot, menulis beberapa cerita pendek seperti First Love, Enough, Ping, dan Imagination Dead Imagine dalam bahasa diasporanya yaitu bahasa Prancis dan diterjemahkan sendiri dalam bahasa Inggris yang kemudian termuat dalam First Love and Other Shorts yang terbit pada 1974.

Lain halnya dengan Beckett, Ngugi Wa Thiong’o, seorang penulis Kenya yang pernah hidup di pengasingan, mengatakan bahwa menerjemahkan karyanya sendiri adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap dominasi bahasa dan kekuasaan. Ngugi yang menulis dalam bahasa Gikuyu menerjemahkan karya-karyanya sendiri dalam bahasa Inggris. Ngugi menulis dan menerjemahkan sendiri novelnya berjudul Devil on the Cross yang terlahir sebagai Caitaani mũtharaba-Inĩ dan kemudian terbit dalam bahasa Inggris pada 1982.

Penerjemahan, menurutnya, adalah bahasa dari segala bahasa. Dalam sebuah wawancara, Ngugi menyebut dirinya sebagai ’’language warrior’’, penyelamat bahasa minor, bahasa yang terpinggirkan.

Di tanah air, Laksmi Pamuntjak, penulis Indonesia yang menetap di Berlin, Jerman, adalah seorang self-translator dari novelnya, The Question of Red, yang secara resmi terbit pada 2013. Dalam versi bahasa Indonesia-nya, The Question of Red bermetamorfosis sebagai Amba. Amba, figur utama dalam novel, tidak lagi menjadi fokus dalam judul novel versi berbahasa Inggris.

The Question of Red dan Amba adalah sebuah perbincangan panjang nan intens. Bagi Laksmi yang juga penerjemah kumpulan puisi milik Goenawan Mohamad, apa yang disebut sebagai self-translation adalah sebuah penciptaan ulang, the rediscovery of language.

Meski membaca Amba dan The Question of Red seperti membaca saudara kembar, pada kenyataannya, kedua novel itu memiliki kehidupannya sendiri. Susunan daftar isi satu novel yang berbeda versi bahasa ini tidak lagi menghamba satu sama lain. Kata, kalimat, dan ungkapan tidak akan pernah sama persis dalam dua bahasa yang berbeda. Ada yang hilang dan tidak ada, namun ditemukan dalam versi bahasa yang lain.

Hal itu dapat dicermati dalam petilan gejolak hati Amba dalam dua versi bahasa: Di balik kemarahannya Amba tahu bahwa ia sedang membuat dirinya semakin rentan, dan bahwa kata-katanya sebenarnya melukai dirinya sendiri (hal. 318)// Where did it come from, this cruelty? She was doing herself a disservice, of that she was aware, but somewhere within her there was a loose screw she had no idea how to fix (hal. 232).

Petilan itu merepresentasikan bagaimana proses menerjemahkan karya sendiri seperti mencipta kembali beberapa bagian dalam tersebut. Metafora yang merasuki karya versi berbahasa Inggris dan yang tidak ditemukan pada versi bahasa lain merupakan improvisasi yang hanya boleh dilanggar oleh si penulis yang juga penerjemah karya tersebut.

Produk self-translation, oleh karena itu, sering kali tidak asimetris dan tidak setia. Karya itu seperti terlahir kembali sebagai dua karya dengan dua bahasa yang berbeda.

Pada kenyataannya, meski menerjemahkan karya sendiri adalah sebuah proses dialogisme yang memberikan kemerdekaan kedua bagi penulis yang juga penerjemah untuk menjaga autentisitas karya mereka, proses self-translation yang para penulis ini lalui tidaklah mudah.

Bagi Samuel Beckett, menerjemahkan karyanya sendiri adalah an experiment of agony, sebuah pengalaman yang menyakitkan. Setali tiga uang dengan Ngugi dan Laksmi. Ngugi yang mengemban misi mulia memperkuat bahasa Gikuyu sebagai bahasa Afrika yang terpinggirkan mengatakan bahwa menerjemahkan karyanya sendiri membuat dia frustrasi. Namun, di sisi lain, Ngugi sangat menikmati setiap perjuangan.

Laksmi pun tidak jauh berbeda. Dalam satu wawancara dengan Porter Anderson, Laksmi mengakui bahwa menerjemahkan karyanya sendiri adalah an excruciating process, sebuah proses yang tidak menyenangkan. Baginya, menegosiasikan kata-kata yang harus hilang, harus direlakan, dan yang tak dapat diterjemahkan sangatlah dilematis.

*) Hujuala Rika Ayu, dosen Penerjemahan Sastra Universitas Negeri Surabaya.
https://www.jawapos.com/minggu/saujana/21/07/2019/tentang-penulis-yang-juga-penerjemah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt