Galuh Tulus Utama M.Sn.
Segala yang hadir dalam
peristiwa pertunjukan pada workshop kali ini, adalah proses menghidupkan
kembali segala “ingatan-ingatan,” sehingga aktor memiliki suatu daya.
Imajinasi aktor secara
langsung berkomunikasi dengan penontonnya. Alam bawah sadar menuntun pada
perjalanan pikiran dan perenungan yang mengalami, dialami, serta diimpresikan
oleh aktor, “Lalu mampu menjadi bahasa apakah peristiwa itu?”
Pendekatan dengan metode
penciptaan ini memungkinkan segalanya terjadi, spirit di makam Maulana Ishaq mampu
diserap oleh peserta workshop, yang kemudian menjadi energi terkait tentang
narasi memaknai kehidupan setelah kematian, barangkali yang benar-benar mampu
menyentuh Kehidupan adalah Kematian, yang mana kematian menjadi pengingat,
menyadarkan sekaligus mencerahkan, bagaimana kita menjalani dunia keseharian.
Di awal proses, aktor
mengalami kebingungan dan kepanikan tubuh disaat menyentuh batu kapur Desa
Kemantren, batu kapur inilah yang menjadi pijakan awal dalam proses pelatihan,
bagaimana bahasa tubuh dihancurkan untuk melahirkan bahasa tubuh yang baru.
Teater pada pola ini
tidak lahir dari proses yang ‘mbelibet’ dan kadangkala ‘nganeh-nganehi,’ proses
ini memperlakukan tubuh aktor dengan dilandasi penguatan ide dan gagasan.
Proses penggalian pengalaman dilakukan dalam setiap sesi pelatihan, melalui
diskusi dan tanya jawab, lalu penafsiran peristiwa pertunjukan dikembalikan
pada penontonnya.
Pertemuan intim pada
acara Kemah Budaya Pantura dari Desa Kemantren menjadi sebuah strategi
kebudayaan yang tepat dan mumpuni di akhir tahun 2019. Teater tentu saja harus
diperjuangkan oleh seniman dengan militansi dan mengupayakannya sebagai salah
satu ekpresi kebudayaan. Dengan teater, kita mampu mempertanyakan ulang serta
membaca setiap kondisi yang terus berubah di negeri ini.
Di sisi yang lain, peran
teknologi mempercepat segala informasi dan mempermudah kehidupan, memerlukan
kesiapan dan kesigapan dalam menghadapinya, sehingga kita tidak terjebak pada
perubahan yang meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.
Proses tranformasi pemikiran
dalam Kemah Budaya Pantura menjadi menarik, ketika wayang dan batik
diperkenalkan pada generasi milenial dalam sesi workshop yang lain. Generasi
milenial yang ditangannya tengah mengenggam dunia digital, pertanyaan yang
muncul adalah “akan menjadi apakah produk kebudayaan leluhur kita di tangan
mereka?”
Kemah Budaya Pantura
menjadi upaya penting tongkat estafet estetik kebudayaan yang dapat kita
lakukan bersama dalam menjaga dan melestarikan serta mengembangkan warisan
leluhur untuk kehidupan manusia mendatang.
---------
*) Komite Teater Dewan
Kesenian Jawa Timur.
http://sastra-indonesia.com/2020/01/yang-menyentuh-hidup-di-desa-kemantren/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar