Rakai Lukman
Sabtu (28/12/19) di
penghujung akhir tahun, saya menunggu kedatangan Meks Soetejo, ketua KotaSeger
periode saat ini. Pukul 16.05 WIB, dia sampai di Rumah Kalirejo, Dukun, Gresik.
Kami berencana menghadiri acara Sinoman yang diselenggarakan teman-teman
Gresiknesia. Diskusi kali ini bertemakan “Mengintip Teater Gresik: Kini dan
Nanti.” Kami pun menempuh perjalanan menuju lokasi, sampai Bungah mampir di
warkop Yasak, warung kopi legendaris, tepatnya di utara jalan raya atau timurnya
MAN I Bungah. Di sini, bertemu Bapak Mudhofar Ustman, beliau bercerita tentang
Dusun Kalimati, Dukun, salah satu sesepuhnya Ki Surogono, dan berkisah mengenai
Desa Raci (Dusun Dlanyar), yang dulu sempat jadi pusat keramaian di era
transportasi air, yang sekarang malah menjadi dusun nun jauh terpencil dari
peradapan.
Menjelang magrib, kami
masih di warkop, orang-orang sudah berduyun-duyun menuju musholah dan masjid. Kami
menunggu kedatangan saudara Fatihin IC, mantan Ketua KotaSeger, yang berencana
ikut serta. Karena sedikit telat, kami tinggal meluncur, dia menyusul langsung
ke lokasi. Kami lanjut berjalan, dan sesampainya di POM timurnya pertigaan
Betoyo, saya magriban. Lima belas menit kemudian melanjutkan perjalanan,
syukurlah tidak terlalu macet, yang biasanya barisan Dump Truk mengisi jalan
dari Panceng sampai Manyar. Pukul 18.48 WIB, sampai di Gresiknesia, Jl. Beton
No. 07 Suci, Pongangan, Manyar, Gresik. Kedatangan kami disambut panitia dengan
ramah. Kami pun masuk ke ruangan, tampak adanya sebuah perpustakaan, ini tempat
kesukaan saya, dan teras menjadi lokasi diskusinya.
Dari pukul 18.48 WIB
sampai 20.30 WIB, kami menunggu dimulainya acara. Layaknya pencinta kolor kewajiban
molor. Untungnya ada Beni Nasrullah sang pencetus Ludruk Korea, kekonyolan
bersamanya menjadi keasyikan tersendiri. Juga keramahan Irfan, dan kedatangan
teman spesialis Mas Arif, jadi tidak terasa dalam menunggu. Saya dikawal dua
bodyguard dari ‘negeri aladin’ Fatihin IC, dan Si Gimbal gaul merek Quick. Datang
juga Si Duda jagoan Neon Deni Jazuli, pimpinan Sanggar Pasir dan Pengampu Rumah
Budaya Pantura (RBT).
Acara pun dimulai tepat
pukul 20.30 WIB. Kami bertiga dipanggil moderator menuju ke ruang diskusi,
Abizar Purnama, dia kawan lama. Bertiga itu bukan Si IC dan Si Quick, tapi
Saya, Mas Thohir, dan Mas Ardi. Mulanya dikenalkan oleh Mas Thohir dari Teater
Cager, Mas Ardi Teater Intra, keduanya dari lingkungan kota. Saya mewakili
Sanggar Pasir, yang letaknya di pojok utara Gresik, Desa Banyuurip,
UjungPangkah. Ya tentunya yang tua dulu memulai perbincangan, Mas Thohir-lah
yang pantas untuk itu. Beliau ketua Teater Cager mengawali kisah perjalanan
sebuah kelompok teater, butuh banyak energi yang dikeluarkan, kalau eksis
tergantung pelakunya. Ada yang keberadaanya sampai beberapa periode, ada juga
yang bubar barisan grak. Dulu diskusi seperti ini sering dilakukan, banyak
sastrawan, teaterawan, budayawan, berdialog sehingga kreativitas karya dapat dipertanggungjawabkan,
termasuk Pak Lenon Machali, Mardi Luhung, Ucok S., dan sebagainya.
Pembincang kedua Mas
Ardi, nama lengkapnya Wahyu Lazuardi Putera, Tokoh Teaterawan Gresik, Pak Lenon
Machali (Alm) Teater Cager. Beliau mulai berkisah tentang teater Intra yang anggotanya
mulanya dari alumni SMA Muhammadiyah, lalu sanggar ini membuka ruang untuk
menerima anggota dari luar. Keduanya dari kota, dari embrio yang sama teater
Cager. Giliran saya berbincang soal teater di Gresik, Wah, rasanya adem-panas.
Saya coba dari ranah historis, wacana teater, dan dikotomi Kota-Desa. Dari judulnya
kurang sesuai, kata Mengintip biasanya prilaku tanpa seizin obyek yang dibidik.
Masihlah banyak diksi lain misalnya kaleidoskop, meneroka, jelajah, memandang.
Saya si baru membaca teater Gresik.
Gresik sebagai kota
industri dan santri. Penunjukan itu rasanya kurang adil. Di Gresik juga ada
sawah, ladang, tambak, laut, kerajinan kopyah, dlsb. Bahkan Gresik pernah
menjadi Bandar atau pelabuhan utama, yang sempat jaya di masanya. Gresik juga
dilewati Sungai (Bengawan) Solo, dan Kalimireng, pula punya pulau Bawean serta
Mengare, ada juga penyebutan Gresik selatan. Wilayahnya luas, kekayaan alamnya
melimpah, termasuk jajaran bukit kapur di wilayah utara. Lalu dimana letak
seorang pelaku teater menyikapi perihal ini. Barangkali banyak ketimpangan terjadi,
dan itu di depan mata; sajiannya setiap hari. Juga kesenian yang tumbuh subur
dari tradisi serta teater modern pula ada.
Lantas apa yang
menggelisahkan kita? Tentang keberadaan teater di Gresik. Dikotomi desa-kota,
ataukah persaingan eksistensial. Yang mengesampingkan idealitas berteater?
Adapun era hari ini, kota sudah meledakkan tubuhnya desa serupa kota, kota
merindukan desa, percepatan ruang dan waktu, melipat ruangan, dan setiap orang
berhak menunjukkan siapa dirinya, komunitasnya, jasa-jasanya, karyanya, tetapi
lekas terkenal lekas pula diabaikan. Nah, di mana letak teater di Gresik? On
going proyek, atau on going proses. Ataukah kita ahistoris. Dari sub judulnya
sudah ada kode ahistoris kini dan nanti. Padahal W.S. Rendra sempat
menuliskan... “Kemarin, esok adalah hari ini...” Jika diikuti perbincangan yang
ada, kedua pembincang cenderung berbicara rumahnya sendiri, bukan Gresik secara
menyeluruh. Ini yang membuat eksklusifitas hadir pada diskusi. Setidaknya kita
hari ini harus open minded, membuka cakrawala pemikiran-kebudayaan lebih luas
dan luwes. Bahkan tidak menutup kemungkinan Cager dan KotaSeger membuat
kerjasama dalam satu kegiatan berkesenian.
Pada sudut ketokohan,
yang menjadi ukuran perkembangan teater di Gresik, ada dua tokoh di lingkungan
kota, Pak Lenon Machali (Teater Cager), lalu di sebagian kota dan desa Cak Roin
KotaSeger. Bisa dilihat hari ini, adanya Jalil, Thohir, Beni N, Siwur, Abizar,
Lazuardi, Irfan, semua bergerak hampir dalam ranah kebudayaan dan kesenian,
yang rata-rata dalam asuhan Lenon, bahkan masuk menjadi beberapa pembina teater
sekolah, dalam asuhan dan binaan mereka teater sekolah di lingkungan kota, ada
diakui keberadaanya, bahkan kerap juara. Cak Roin mengasuh beberapa generasi,
diantaranya Zuhdi Amin, pemilik Cafe Sastra dan membina beberapa teater sekolah
di Gresik sampai Lamongan pantura, bahkan kerap anak didiknya juara, baik di
tingkat daerah maupun propinsi. Juga Dicky P., yang menggawangi Gresik Teater sudah
memproduksi berkali-kali pertunjukan. Dan yang kini sedang viral menikmati
keasyikan dirinya yakni Sanggar Pasir, ini kalau diceritakan bisa panjang kali
lebar.
Bagaimana teater memiliki
daya tarik bagi generasi milenial? Agar teater menyenangkan dan memberi keasyikan
dalam menyuguhkan pertunjukannya di ruang publik. Melepaskan batas-batas ruang
eksklusivitas berteater. Mengembalikan teater sebagai wahana pengekspresian
diri, wilayah berapresiasi tanpa memandang dia itu sapa. Membuat teater riang
sekaligus ringan serta diterima masyarakat, adanya metode kedisiplinan dan
komitmen membuka ruang diskusi publik. Adapun teater pelajar seharusnya
dijembatani dan diekpresikan oleh para pelajar itu sendiri, serta butuh binaan
dari pembina yang open minded, sehingga melahirkan ide-ide kreatif kolektif
yang punya rasa kepemilikan terhadap garapan pertunjukannya. Urgensi teater
hari ini membutuhkan obyektifitas keteateran, yang memiliki nilai,
profesionalias, intelektualitas, juga spiritualitas, komentar Sholihul Huda.
Disamping itu, Gresik
membutuhkan banyak kegiatan kebudayaan. Seperti latihan bersama, di KotaSeger ada
Latihan Alam Bersama (Labs), Kemah Budaya (Lagistik). Saya yakin di Cager juga
ada. Juga parade Teater, dan pernah KotaSeger membuat Semesta Seni Pesisir
tahun 2011 di Bungah, saat itu ikut hadir Cak Nurel Javissyarqi, Pak Lenon, Pak Ucok,
Cak Roin, Ali Soejono, Mbah Tohir (Srimulat), dan Zuhdi Amin, bahkan
menghadirkan Teater Keliling dari Jakarta. Dua tahun lalu di Pon-Pes Watu Bodo,
Program pendampingan DKJT 2018, pentas di Cak Durasim 2019, dan keliling di
wilayah Gresik dalam satu tema Risalah Tujuh Bukit, yang disutradarai S. Huda,
Produser Deni J, Penasehat Cak Roin, dikawal Lek Griyadi, Mas Galuh, Mahendra,
Pak Dody. Dan di Kemantrean Lamongan dari tanggal 22-25 Des 2019, Rumah Budaya
Pantura ditemani KotaSeger menghadirkan kegiatan multi dimensional; teater,
batik, tari, dan orasi budaya, yang digawangi Deni Jazuli. Acara ini melepas
sekat batas-batas gapura perbatasan Gresik-Lamongan. Adapun di kota, kegiatan
teman-teman Cager pada Tadarus Budaya, Festival Sastra Gresiknesia, juga kawan-kawan
Gasruk yang berkali-kali mengadakan GresArt, dan pameran seni rupa. Ialah sungguh
SDM dan SDA Gresik sangat kaya-raya.
Diskusi kali ini
dipungkasi dengan kata-kata yang aduhai dari si nelayan doyan berkesenian,
ketua Sanggar Pasir, dia punya harapan menjadikan sanggar serupa iklim di
Yogyakarta pada masanya, menjadikan teater wahaya penuh kegembiraaan,
membangun, mengolah kantong-kantong budaya, menciptakan panggung teater bersama.
Inilah peran teater sebagai penjaga keseimbangan. Mampu memanfaatkan media
online sebagai sarana komunikasi, adapun si operator paham konten sajian, dengan
menyajikan sesuai kebutuhan generasi milenial dan kalayak umum. Para pelaku
teater lama berkolaborasi dengan generasi milenial, sehingga betah asyik-masyuk
berteater. Sebab teater itu multi dimensional, tidak terbatas ruang-waktu,
selalu hadir mengalir dalam perayaannya. Sedangkan teater mandiri (independen)
harus memiliki ciri khasnya, bertahan dengan ideologi teknik berteater, dan
olah tubuh sendiri. Adapun tahapan olah tubuh diriset, sehingga menarik juga
mampu bertahan.
Diskusi ini dipungkasi Cak
Thohir, teater boleh idealis, tapi jangan terlalu. Jangan menyerah soal SDM, kita
juga harus mampu menyerap keluhan dan kebutuhan kaum milenial, imbuh Mas Ardi.
Saya senyum-senyum tipis saja. Semoga catatan ini bisa memberi nutrisi, maaf
bila ada yang tak berkenan. Semoga teater Gresik jadi sesuatu yang layak
sekaligus pantas diperhitungkan, salam budaya.
Selepas diskusi kami pamit
pulang, kecuali ketua KotaSeger masih betah bercengkrama dengan teman-teman
Gresiknesia. Kemudian saya dan Cak Fatihin menuju arah pulang, seperti biasanya
pos singgah di Bungah, kami pun makan, dan ngeteh. Dikarena istri sendiri di
rumah, saya harus lekas kembali. Sampai ketemu dengan kisah berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar