Ahmad Zaini *
Di depan rumah, Mbah Sanusi duduk sambil menghisap rokok. Dari mulutnya keluar kepulan asap membumbung menerpa atap rumahnya. Seketika asapnya menghilang bersama hembusan angin yang lewat pada siang hari. Tubuh kurus yang terbalut seragam veteran disandarkan pada kursi goyang peninggalan orang tuanya sewaktu zaman penjajahan. Di sebelah kanan seragam dinasnya tersemat lencana veteran yang dikenakan setiap peringatan hari pahlawan.
Mbah Sanusi meraih tongkat warna coklat mengkilat yang disandarkan di dinding rumah. Tangan kurus dengan kulit keriput perlahan memegang erat tongkat yang sejak jaman penjajahan sebagai teman hidupnya. Tongkat tersebut sebagai penyangga kaki kanannya yang cacat akibat disiksa oleh para kompeni waktu itu. Masih segar dalam ingatannya, sewaktu ia berangkat menuju pos komando. Di tengah perjalanan ia dihadang oleh para kompeni. Ia diperiksa kemudian ditangkap. Tidak cukup sampai di situ, Mbah Sanusi juga disiksa hingga kaki kanannya menderita cacat permanen seperti sekarang ini.
Jika ia mengenang masa lalu, saat Mbah Sanusi bergerilya beserta kawan-kawannya, ia selalu menitikkan air mata. Ia merasakan betapa beratnya merebut kemerdekaan yang selama bertahun-tahun dikuasai penjajah. Setiap malam ia bergerilya, menyelinap ke sarang-sarang penjajah guna memata-matai mereka. Setiap hari ia meninggalkan istrinya yang sedang hamil delapan bulan. Sampai-sampai saat kelahiran anak pertamanya ia tidak bisa menunggui istrinya yang berjuang antara hidup dan mati demi kelahiran buah hatinya. Akan tetapi, semangat patriotis dan nasionalis Sanusi muda tetap bergelora mengalahkan kepentingan keluarga demi martabat nusa dan bangsa.
Lamunan Mbah Sanusi ke masa lalunya seketika sirna ketika mendengar bunyi sirine meraung dari tengah alun-alun kota. Bergegas ia menyeka air matanya dengan sapu tangan di sampingnya. Mbah sanusi berdiri dengan bantuan tongkat di tangan kanannya. Badannya gemetar saat melangkahkan kakinya yang mulai ringkih. Ia berdiri di pagar rumahnya menyaksikan segelintir orang yang sedang melaksanakan upacara memperingati Hari Pahlawan. Sayup-sayup terdengar aba-aba komandan upacara memberikan istruksi kepada peserta upacara lalu disusul renteran tembakan yang berdentuman di angkasa. Riuh rendah lagu Indonesia Raya berkumandang dari tengah lapangan. Diiringi kibaran merah putih yang merayap menapaki tiang. Tangan kanan Mbah Sanusi bergerak memindah tongkat penyangga kakinya. Ia alihkan tongkatnya ke tangan kiri. Dengan segala tenaga yang tersisa, tangan kanan Mbah Sanusi membentuk sikap hormat kepada sang saka merah putih. Mata sayu berkaca-kaca terkena pantulan cahaya surya. Tak lama kemudian air mata bening sisa-sisa perjuangan masa lalu meleleh melintasi pipinya yang sudah kempong dimakan usia.
Panas menyengat tiada ia rasa. Semangat kepahlwanan Mbah Sanusi seakan menggelora kembali. Namun, apa daya energi sudah tidak mumpuni. Akhirnya, ia hanya pasrah saat putra pertama yang kini mengasuhnya, menuntun tangan kirinya mengajak masuk ke rumah.
”Merdeka!” pekik Mbah Sanusi kepada putranya.
”Merdeka!” putranya menimpali dengan tangan kanan mengepal.
Tubuh kurus Mbah Sanusi kemudian disandarkan lagi pada kursi yang berada di ruang tamu.
”Sholihan, tolong nyalakan televisi!” perintah Mbah Sanusi kepada putranya yang kini sudah menduda.
Pukul 12.00 WIB ada tanyangan berita dari salah satu televisi swasta. Setiap ada tanyangan berita, Mbah Sanusi selalu mengikutinya. Ia ingin mengetahui perjalanan bangsa ini yang sudah memasuki usia setengah abad lebih. Pada tayangan pertama, tersiar kabar pembunuhan. Seorang anak tega membunuh ayah kandungnya gara-gara tidak menuruti permintaannya agar dibelikan sepeda motor. Pada berita berikutnya, telah terjadi tawuran antarpelajar yang dirangkai dengan berita rekaman video mesum yang melibatkan seorang siswi dengan seorang pejabat pemerintahan. Berita selanjutnya berisi para petinggi negara terlibat kasus tindak pidana korupsi. Dan yang terakhir adalah berita kelaparan yang melanda berbagai daerah di Indonesia.
”Astaghfirullahal Adziim!” ucap Mbah Sanusi seraya melepaskan rokok yang dijepit dengan kedua jari tangan kanannya.
Ia merasa belum sempurna perjuangannya di masa lalu. Melihat kondisi bangsa yang semakin rusak seperti sekarang ini, ingin rasanya ia bangkit untuk berjuang menanggulangi kebobrokan moral yang dialami para pejabat dan generasi penerus bangsa. Terasa sia-sia pula darah yang mengalir di setiap luka teman-temannya.
”Kami telah berjuang dengan mengorbankan harta benda, nyawa, dan keluarga. Tapi apa balasan generasi muda sekarang ini? Kami tidak butuh tanda jasa. Kami tak butuh penghargaan. Kami tak butuh dikenang. Yang kami butuhkan adalah munculnya generasi-generasi baru yang meneruskan perjuangan kami dan juga kawa-kawan yang gugur di medan peperangan,” keluhnya.
Suara Mbah Sanusi melemah. Tubuh kurusnya gemetar. Lambat laun tubuh itu lunglai di sandaran kursi tuanya. Sholihan bergegas membopong tubuh ayahnya lantas dibaringkan di sebuah ranjang beralas kasur dengan sprei berlogo veteran. Penyakit tuanya, asma, kambuh lagi. Napasnya tersengal-sengal. Tubuh kurusnya terguncang-guncang di atas ranjang. Sholihan segera memanggil tetangganya untuk dimintai bantuan memanggilkan dokter yang selama ini merawat orang tuanya. Tak lama kemudian dokternya datang.
Mbah Sanusi berjuang melawan asma saat upacara peringatan Hari Pahlawan berlangsung. Detik-detik menegangkan telah berlalu setelah dokter memberikan suntikan obat di bokongnya. Mbah Sanusi perlahan mulai sadar. Jari-jarinya bergerak seperti mengisyaratkan sesuatu. Sholihan yang sudah paham dengan isyarat itu segera mengambilkan sebatang rokok kepada ayahnya. Saat rokok itu akan disulut dengan korek api, dokter segera mencegahnya.
”Jangan diberi rokok, Mas!”
”Biarlah, Dok! Biarkan rokok ini menenangkan pikiranku. Tanpa rokok saya akan teringat dan trauma dengan tayangan berita yang baru saja kusaksikan tadi,” kata Mbah Sanusi menentang larangan dokter.
”Tapi, Mbah San, pengidap penyakit asma itu tidak boleh merokok!”
”Aku ingin merasakan racun tembakau ini karena bahaya racun rokok yang kurasakan tak sebanding dengan racun yang menggerogoti moral generasi muda sekarang,” ucapnya sekali lagi pada dokter yang merawatnya.
Sholihan sebagai putra satu-satunya mencoba memberikan pengertian kepada ayahnya. Tapi, selalu gagal. Setiap kali ia akan membujuk ayahnya agar tidak merokok, Mbah Sanusi selalu beralasan seperti itu lagi. Akhirnya, Sholihan menyerah dan menuruti apa yang diminta oleh ayahnya.
Sebatang rokok telah ia apit dengan dua jari tangan kirinya. Sholihan membantu menyulutkan korek api pada rokok ayahnya. Sekali disulut bara memerah di ujung rokok ayahnya merambat mendekati bibir hitam Mbah Sanusi akibat sering merokok. Dengan mendesah Mbah Sanusi menghisap rokok kemudian asap rokoknya disemburkan memenuhi ruangan tengah rumahnya. Sholihan, para tetangga dan dokter hanya diam mematung melihat aksi nekat yang dilakukan oleh Mbah Sanusi.
”Uhuk, uhuk, uhuk! Dok, tolong aku!” pinta Mbah Sanusi dengan suara parau.
Dokter beserta mereka yang masih berada di situ segera beranjak dari tempat mereka berdiri. Mereka segera menghampiri dan memeriksa keadaan Mbah Sanusi. Napasnya kembali tersengal. Tubuhnya terguncang-guncang. Dari mulut dan telinganya mengalir darah segar. Tubuh Mbah Sanusi segera diangkat ke ambulance yang dibawa oleh dokter. Segera ambulan itu melesat meninggalkan rumah sederhana di pinggiran kota menuju rumah sakit.
Setengah hari Mbah Sanusi dalam perawatan intensif tim dokter. Mata sayunya perlahan terbuka. Ia melihat sekelilingnya dengan senyum keramahan. Bisik suaranya memanggil anak semata wayangnya. Kemudian telinga Sholihan didekatkan pada mulutnya. Sebentar Sholihan mencium bau amis darah yang bercampur dengan bau asap rokok.
”Panji-panji perjuangan harus ditegakkan. Selamatkan generasi penerus bangsa dari segalam macam bentuk penjajahan. Lindungilah moral mereka dari racun kehidupan modern!” bisiknya.
Kemudian mata yang sempat terbuka perlahan tertutup dan terpejam untuk selama-lamanya.
”Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiuun!” kata dokter.
”Beliau telah meninggal dunia!” sambungnya.
Mulut mungil dengan simpul senyumnya mengakhiri perjuangan Mbah Sanusi selama ini. Ia telah pergi ke tempat peristirhatan abadinya.
Karangan aneka bunga berjajar rapi di pagar rumahnya sebagai ungkapan belasungkawa dari kerabat dan handai taulan. Gundukan tanah dengan batu nisan telah mengubur sejuta kenangan selama dalam perjuangan. Namun harum wangi bunga yang ditaburkan di atas pusara, semerbak wanginya tercium sepanjang masa. (*)
Lamongan, November 2011
*) Dilahirkan di Lamongan, 7 Mei 1976. Beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Majalah MPA (Depag Jatim), Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (Dewan Kesenian Lamongan,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Kidung Rumeksa Praja (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010).
http://sastra-indonesia.com/2011/11/hanya-bisa-meratap/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar