Ahmad Farid Yahya
Penampilan Fisik
Covernya menarik dan seperti ada filosofi yang terkandung di dalam ilustrasi pada cover tersebut. Setidaknya begitulah kesimpulan pertama orang yang melihat covernya. Ada spot UV pada gambar pohon yang mirip bentuk jantung tersebut. Permukaan cover yang doff dengan spot UV pada gambar fokus membuat cover ini terkesan wah. Untuk ukuran cukup tebal viii+380 halaman. Ukuran buku ini 20,5cm pada tingginya, tetapi pada bagian lebar tak terlalu lebar. Berkisar 13 atau 14cm.
Mengenai desain cover ini, orang jadi penasaran dengan isinya. Digambarkan ada dua pohon di sisi kanan dan kiri. Pada sisi kanan ada seorang pria yang duduk merenung. Begitu juga dengan sisi kiri ada perempuan berjilbab yang duduk merenung. Ada satu pohon yang mati pada bagian tengah. Tapi semua pohon tersebut bermuara pada akar yang saling mengikat di bawahnya.
Ilustrasi perempuan berjilbab tersebut bisa membuat orang menebak background novel ini pasti bernuansa islam. Apalagi yang sudah mendengar desas-desus tentang novel ini. Orang akan berpikir bahwa mereka adalah pasangan yang terpisahkan, padahal aslinya mereka berasal dari akar yang sama. Barangkali begitulah spekulasi orang-orang mengenai isi novel ini, dari melihat cover.
Sinopsis
Dibuka dengan perempuan yang menunggu kekasihnya di terminal bus, untuk kabur dari rumah karena cinta mereka tidak direstui. Lalu alur menjadi flashback ke awal masalah itu bermula. Pertama ke pertemuan mereka berdua; Mif dan Fauzia. Mif adalah anak dari orang yang dianggap tua atau dihormati oleh orang-orang utara. Maksudnya adalah kawasan desa bagian utara yang notabene orang Muhammadiyah. Sedangkan Fauzia adalah anak dari kiai yang paling disegani di selatan. Istilah untuk kawasan yang mayoritas Nahdatul Ulama.
Mereka berdua bertemu di sebuah bus. Mif mengenali Fauzia dan mengajaknya bicara. Dari saling tukar alamat email dan bukannya nomor telepon, mereka terus akrab. Sampai Mif mengirimkan tulisannya kepada Fauzia mengenai NU dan Muhammadiyah untuk meminta pendapatnya. Mif lulus kuliah di Yogyakarta dan kerja di sebuah penerbitan buku sejarah. Sedang Fauzia masih kuliah di Surabaya. Tulisan tersebut tak mendapat balasan dari Fauzia karena Fauzia sendiri merasa tak bisa berkomentar banyak. Sedangkan Mif mengirim tulisan itu ke Fauzia karena ia beranggapan bahwa Fauzia adalah anak dari kiai NU. Akhirnya Fauzia menanyakan pada Mif apakah ia melihat koran Jawa Pos hari itu? Karena sepertinya tulisan Mif dimuat di sana. Ternyata Fauzia mengirimkannya ke koran.
Hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya mereka memutuskan untuk lebih serius. Tapi pertentangan terjadi. Pada saat Mif dan Fauzia mencoba berbincang dengan orang tua mereka, Mahfud Ikhwan menyajikan flashback dari masa lalu kedua orang tua mereka. Ternyata orang tua Mif dan Fauzia dulu semasa kecil adalah teman dekat, bahkan sangat dekat. Bapak dari Mif, yang memiliki nama panggilan semasa kecil "Is" dan nama panggilan semasa kecil dari bapaknya Fauzia adalah "Mad" tetapi Is sering memanggilnya "Moek" panggilan akrabnya.
Judul Kambing dan Hujan diambil dari si Is ini. Yang oleh Moek diibaratkan Is itu seperti Kambing dan Hujan. Susah ditemukan hubungannya, kedekatannya, kenyambungannya. Istilah Kambing dan Hujan ini pun butuh perenungan lebih untuk memahaminya. Penulis memiliki kedekatan emosional dengan Kambing sehingga memunculkan istilah yang dipakai judul novel tersebut. Akan tetapi hubungan antara kambing dengan hujan tak terlalu jelas di dalam novel ini. Hanya sekali disebutkan sebagai pengibaratan seorang Is yang seperti kambing dan hujan. Sedikit membingungkan, dan barangkali filosofis.
Masa kecil Is adalah seorang penggembala kambing milik orang. Ia tak terlalu mampu untuk memiliki kambing sendiri. Sedangkan Moek adalah anak orang yang lumayan kaya. Mereka berteman akrab sekali sejak kecil. Tapi kemudian keadaan berubah ketika Moek melanjutkan pendidikan di sebuah pondok pesantren di Jombang. Is tinggal di desa dan tak mampu melanjutkan sekolah.
Setting waktu saat Moek dan Is kecil adalah sekitar tahun '60-an. Tapi tak ada gonjang-ganjing mengenai PKI di desa yang hampir seluruh penduduknya Islam tersebut. Desa Tegal Centong.
Ketika Moek nyantri di Jombang, di desa Is belajar ngaji kepada Cak Ali. Di sini konflik di desa mulai terjadi. Cak Ali mengajarkan dan melakukan ritual-ritual keagamaan yang agak berbeda dengan yang biasa dilakukan di desa Tegal Centong. Seperti subuh tanpa qunut, salat id di lapangan, dan sebagainya. Kita tahu itu dengan nama Muhammadiyah. Namun saat itu belum berdiri Muhammadiyah di desa itu.
Orang-orang yang ngaji dengan Cak Ali dan beberapa rekan mereka membesarkan kelompok pengajian itu. Akhirnya banyak konflik terjadi antara warga desa dengan kelompok Cak Ali, yang salah satunya adalah Is. Ayah dari Miftahul Abrar. Tokoh utama laki-laki pada novel ini.
Moek yang mondok di Jombang, dijemput orang tuanya untuk pulang sebelum ia lulus. Demi menghadapi kelompok Cak Ali itu. Sebelumnya, telah berdiri kepengurusan ranting Nahdatul Ulama' di desa Tegal Centong. Yang kemudian disusul juga dengan berdirinya kepengurusan ranting Muhammadiyah di Tegal Centong. Moek diajak pulang karena dinilai ia adalah orang yang paling tepat untuk bisa menandingi kemampuan agama Cak Ali dan kawan-kawannya. Selain untuk tujuan lain yaitu dinikahkan. Dengan seorang gadis yang masih familinya, yang disukai oleh Is sahabatnya. Namun masalah pernikahan ini tak terlalu serius karena Is juga tak ambil pusing dengan hal itu.
Pada intinya persahabatan antara Moek dan Is ini hancur sehingga mengakibatkan permusuhan diam-diam dari dua tokoh agama di desa Tegal Centong tersebut. Is tak menegaskan penolakan terhadap Fauzia. Begitu juga Moek ayah Fauzia tak menegaskan penolakan terhadap Mif. Hanya saja hubungan kedua keluarga ini sudah sangat canggung. Apalagi ditambah dendam kakak Fauzia terhadap Mifta. Yang ternyata Mif adalah salah satu dari gerombolan anak utara yang dulu pernah membikin kepla kakak Fauzia ini bocor.
Tapi semua persoalan itu akhirnya selesai ketika terjadi keributan di balai desa. Mif berkelahi dengan kakak Fauzia karena Mif dituduh komunis. Pada waktu itu kakak dari Fauzia membawa buku yang diedit oleh Mif di penerbitannya. Buku sejarah yang berbau kiri yang diberikan kepada Fauzia itu digunakan untuk mempermalukan Mif di depan umum dlam sebuah rapat karang taruna. Setelah perkelahian hebat itu, Moek dan Is atau Pak Fauzan dan Pak Iskandar didudukkan di rumah Pakde Anwar yang merupakan sanak famili dari kedua keluarga bersangkutan. Konflik akhirnya selesai di sini.
Endingnya, Moek dan Is duduk di Gumuk Genjik, sebuah tempat yang sering mereka datangi semasa kecil. Kali ini dalam umur yang begitu tua. Mencoba mengurai semua masalah. Memaafkan semuanya. Novel selesai dengan pernikahan antara Mifta dan Fauzia. Meski kakak Fauzia kurang setuju, tapi bisa dibujuk oleh Pak Fauzan dengan syarat: kolega partai dari kakak Fauzia tersebut diundang juga.
Ulasan, Kelebihan, dan Kekurangan
Mahfud Ikhwan adalah pria kelahiran Lembor, Kec. Brondong, Kab. Lamongan, Jawa Timur, yang menamatkan kuliahnya di jurusan Sastra Indonesia UGM, Yogyakarta. Novel pertamanya berjudul "Ulid" terbit tahun 2009. Kambing dan Hujan adalah novelnya yang memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014. Kambing dan Hujan adalah sebuah novel yang membuat pembaca seperti melepaskan buku tersebut hanya untuk menghela napas, makan, ibadah, buang hajat, dan tidur. Dan bisa jadi saat buang hajat pun novel tersebut masih dibawa ke WC.
Dari awal novel ini langsung mengusung konflik. Wajar saja. Karena novel ini awalnya dilombakan. Agar bisa memenangkan lomba tentunya novel harus sudah menarik dari awal. Pada novel ini konflik bukan hanya pada cerita. Akan tetapi konflik di dunia nyata yang memang ada. Itulah yang membuat novel ini menarik untuk diperbincangkan. Masalah yang diusung sangat sentimentil. Bahkan baru sampai halaman 20 saja konflik sudah kuat. Ketika gagasan sudah diutarakan, maka konflik dalam novel ini langsung terasa karena memang ada di dunia nyata dan dekat dengan kita. Jenis konflik nyata seperti ini sering diangkat oleh Pramoedya Ananta Toer.
Novel Kambing dan Hujan memiliki ciri dialogis. Banyak dialog bertebaran di dalam buku yang lebih dari 380 halaman ini. Apalagi ditambah dengan seringnya penggunaan metode flashback.
Gaya penulisannya mirip dengan Andrea Hirata, di mana sub-bab-nya pendek-pendek dan tidak saling berhubungan dan atau ceritanya melompat-lompat lalu pada bagian akhir diketemukan dengan begitu eksentrik.
Cerita pada novel ini menarik. Karena tidak hanya berkisah tentang Mifta dan Fauzia--dua orang yang saling jatuh cinta, si tokoh utama. Tetapi juga bercerita tentang cerita-cerita yang berhubungan dengan mereka. Seperti masa lalu kedua orang tuanya. Hal ini membuat pembaca menunggu penyambungan kisah-kisah yang saling lompat plot dan sudut pandang ini pada bagian akhir di mana kisah Mif dan Fauzia ini bertemu dan didudukkan bersama dengan kisah-kisah orang tua mereka.
Entah Mahfud Ikhwan ini seorang NU atau Muhammadiyah (setahuku Muhammadiyah), yang perlu diacungi jempol di sini adalah penulis mampu mencapai dua sudut pandang ormas islam terbesar di Indonesia itu, dan bahkan bisa berada di titik tengah antara keduanya.
Ada sesuatu yang sedikit janggal pada novel ini. Tokoh Pak Fauzan/Moek/Bapaknya Fauzia diceritakan mondok di Jombang. Sedang latar desa pada novel ini adalah di pesisir Lamongan (Brondong) yang pada novel tersebut disebut sebagai Tegal Centong. Lamongan dengan Jombang jaraknya tak dekat. Apalagi dengan latar waktu tahun 60-an. Mengapa Pak Fauzan ini mondoknya di Jombang, bukan di Langitan-Widang-Tuban? Padahal Langitan lebih dekat dengan tempat tinggalnya, dan tak kalah terkenal. Jika ini fiksi, kupikir akan lebih masuk akal kalau mondoknya di Langitan. Kecuali ada alasan tertentu sebagai penekanan, tapi alasan spesifik tersebut tak dijelaskan. Mungkin hanya agar tokoh Pak Fauzan ini lebih kuat latar ke-NU-annya.
Sebenarnya permainan konfliknya bagus. Tapi bahkan konflik biasa/yang diusung sebagai background novel ini (NU dengan Muhammadiyah) sudah selesai pada tokoh Pakdhe Anwar. Salah satu tokoh dari Muhammadiyah yang menikah dengan gadis NU. Pakdhe Anwar ini sanak dari kedua keluarga yang berseteru. Kalau konflik cuma terbatas pada NU vs Muhammadiyah semestinya konflik ini sudah selesai. Sehingga kita lihat penulis meramu konflik yang lebih spesifik antara Is vs Moek, atau Pak Iskandar vs Pak Fauzan. Sahabat kecil yang ketika sudah dewasa menjadi bermusuhan. Tapi ini rancu ketika konflik berlanjut pada generasi selanjutnya, yaitu Mif dan Fauzia anak mereka. Otomatis konflik pada era selanjutnya ini akan kembali kepada konflik NU-Muhammadiyah, bukan konflik Pak Iskandar-Pak Fauzan. Sehingga, semestinya konflik Mif dan Fauzia pun selesai. Seperti banyaknya konflik-konflik serupa yang selesai di desa-desa lainnya. Penggambaran tentang sumber konflik utama juga kurang kuat alasannya. Lebih lagi ketika kakak dari Mif (sewaktu kecil) meninggal dunia sehingga membuat Pak Iskandar dan Pak Fauzan hubungannya sangat renggang bahkan sampai lahirnya Mifta dan besar kemudian mau menikah.
Tetapi, semua permasalah, kerancuan, dan kekurangjelasan konflik di atas dirasa beres jika ini diambil dari kisah nyata. Di halaman pembuka buku ini pun Mahfud Ikhwan juga menyatakan permintaan maafnya kepada orang-orang tua yang ceritanya dicuri dan dikacaukan.
Judul Buku: Kambing dan Hujan
Penulis: Mahfud Ikhwan
Penerbit: Penerbit Bentang
ISBN: 978-602-291-470-9
Edisi kedua, cetakan 1: April 2018
Tebal: viii + 380 halaman; 20,5 cm
https://sastrakelir.blogspot.com/2020/04/resensi-novel-kambing-dan-hujan.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar