Membaca (Lagi) "Tractus Logico-Philosophicus"
Catatan Zaman Kuliah Sunlie Thomas Alexander *
Pada mulanya adalah kata (Yohannes 1:1)
“THE world is all that is the case,” tukas Ludwig Josef Johann Wittgenstein, filsuf paling menghebohkan selepas masa Perang Dunia II itu dalam pembukaan bukunya yang termasyhur, “Tractatus Logico-Philosophicus” (1922)—yang untuk selanjutnya kita singkat Tractatus. “Dunia ini adalah sedemikian adanya”, boleh jadi merupakan sebuah pernyataan yang cukup lugas dalam ranah filsafat di masa itu. Sebagai dalil pertama dari buku yang ditulis dalam bentuk berupa dalil-dalil pernyataan pendek dan diberi nomor urut itu, sejak semula pernyataan tersebut barangkali memang telah mengisyaratkan pandangan Wittgenstein terhadap metafisika.
Bagi Wittgenstein muda dengan Tractatus-nya, metafisika adalah sebuah daerah yang tabu bagi filsafat karena tak memiliki referensi-acuan yang jelas, yang dapat diungkapkan sebagai pengalaman empiris. Tentu saja, ini merupakan buah kesepakatannya dengan pemikiran Schopenhaues yang membagi kenyataan ke dalam dua wilayah. Yaitu, wilayah yang tidak kita ketahui secara konseptual; yang tak ada apapun mengenainya yang dapat kita bicarakan, dan wilayah pengalaman indrawi kita; atau wilayah fenomenal yang kita alami sehari-hari. Wilayah berada di luar jangkauan indra itu oleh Wittgenstein kemudian disebut sebagai The Mystically; sesuatu yang tak perlu dibicarakan karena belum diketahui atau dialami.
Boleh dikatakan, inti dari buku tipis yang judulnya konon terilhami “Tractatus Theologico-Politicus” karya Spinoza ini adalah “bentuk logis”; sebuah relasi internal yang sama-sama ada pada lukisan dan pemandangan alam, yang memungkinkan kita berbicara tentang dunia dalam bahasa.
Dari sinilah kemudian Wittgenstein memperkenalkan apa yang diistilahkannya dengan “The Theory of Picture” (Teori Gambar [Mengenai Makna]). Dalam teori ini, apapun proposisi yang dibahasakan oleh manusia haruslah memiliki dua unsur, yakni struktur bahasa dan struktur realitas, sehingga dengan demikian yang satu dapat menampilkan yang lainnya. Atau dengan kata lain, setiap kata merujuk kepada benda, setiap kalimat merujuk kepada kondisi alam nyata. Dalam Tractatus, suatu bahasa tertentu dimengerti sebagai bahasa model atau bahasa standar yang dengannya kita mendeskripsikan kenyataan (A picture is a fact”, “A picture is a model of reality”).
Persoalan Utama Filsafat
FILSAFAT Wittgenstein pada dasarnya adalah sebuah filsafat kasus yang lebih mengacu kepada upaya menentukan makna, kelogisan, kelayakan ungkapan bahasa, dan ketepatan aturan bahasa.
Bersama J.L.Austin di Oxford, ia mengkritik pedas filsafat Barat yang baginya selama ini telah melakukan kesalahan dengan terlampau memusatkan perhatian pada ontologi dan membangun pondasi di atas epistemologi. Padahal persoalan terbesar yang dihadapi oleh filsafat bukanlah terletak pada misteri-misteri dunia (ruang, waktu, materi, hubungan sebab-akibat, dan lain-lain), tetapi semata-mata lebih kepada masalah penggunaaan bahasa. Filsafat menjadi ruwet, bahkan tak terpahami lantaran kekacauan dalam pemakaian bahasa secara tidak tepat. Kesalahan penggunaan bahasa mengakibatkan hal-hal yang sederhana pun menjadi rumit. Sehingga, hal ini menyebabkan kita terperosok ke dalam kerancuan logika.
Tugas seorang filsuf, menurut Wittgenstein, pertama-tama adalah meluruskan kerancuan tersebut melalui analisis-analisis mendalam terhadap penggunaan bahasa. Inilah yang seyogyanya menjadi pikulan filsafat, yakni hanya menyeleksi masalah-masalah konseptual, menganalisa dan memperjelas konsep-konsep dan penggunaaannya tersebut.
Karena itulah baginya bahasa filsafat yang masuk akal harus membatasi dirinya pada wilayah yang dapat kita bicarakan. Bila tidak, pembicaraan kita hanya akan tergelincir menjadi semacam omong kosong tak bermakna tatkala kita mencoba melampaui batas-batas tersebut. Dalam hal ini, secara amat tegas, ia menyatakan bahwa selayaknya filsuf mengkerangkeng diri dalam hal berbahasa dan logika. Tugas filsafat hanya berada sejauh perbatasan hal-hal yang masuk akal bagi pemikiran konseptual. Karena “kita selalu terkurung dalam suatu gambar”.
Metafisika dan Batas Indrawi
TENTU saja, metafisika sebagai studi tentang “yang ada” (sains of being), merupakan sebuah ranah yang menembus jauh keluar batas kemampuan pengindrawian kita dalam upaya menghargai “totalitas” pengalaman dan pengetahuan manusiawi. Secara etimologis, ia bermakna mengatasi dunia fisik yang empiris. Ia mengkaji tentang ada, struktur realitas, prinsip pertama, akar terdalam, mengkaji kategori, scientia sacra, dan sebagai kehendak keindahan; yang menyelidiki kenyataan hingga bagian yang terdalam dari semua hal.
Dengan demikian, metafisika kemudian berbicara mengenai substansi, aksidensi, esensi, dan sebagainya. Hal-hal yang tak memiliki referensinya dalam wilayah dunia fenomenal yang mampu dikecap oleh panca indra kita, tapi berada dalam kerimbunan misteri yang tak bisa diusik, diempiriskan, dilogikakan, maupun dipaksa bertekuk lutut dalam genggaman logika manusia dan hasil pertarungan logika demi pencarian kebenaran absolut transendental.
Keberadaan Tuhan sebagai The Perfect Being misalnya, adalah sesuatu yang bersembunyi di luar dunia fenomenal, tak dapat diekspresikan atau digambarkan, sehingga di sini filsafat takkan mampu melihat dan mengajakNya bertatap muka, berkomunikasi dan membawaNya ke dalam pengalaman indrawi kita. Tentang hal ini dijawab Wittgenstein dengan lantang, bahwa: I would really, this is a fact, say “I can’t say. I don’t know,” because I haven’t any clear idea what I’m saying when I’m saying “I don’t cease to exist”. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meskipun ia dapat memahami konsep Tuhan seperti keterlibatanNya dalam pengganjalan terhadap dosa dan kesalahan seseorang, namun ia tak bisa memahami konsepsi dari Sang Pencipta.
Karena itulah, bagi Wittgenstein, dunia Tuhan akan selalu berada di luar batas-batas dunia sekaligus terbaring di luar dunia, lantaran struktur bahasa adalah elemen primer yang mencerminkan fenomena realitas dalam dunia bahasa. Dalam hal ini, disadari atau tidak, bahasa menjadi pemantul dan pantulan realitas dunia yang “all thas is the case”, yang begitulah adanya “What is the case—a fact—is the existence of atomic fact,” lanjut Wittgenstein. Dunia adalah fakta, pengalaman dengan fakta-fakta yang harus dapat dibagi hingga bagian-bagian yang terkecil sebagai bentuk-bentuk peristiwa.
Maka, dalam Tractatus, paling tidak ada dua alasan pokok yang dikemukakan oleh Wittgenstein perihal penolakannya terhadap metafisika. Pertama, karena metafisika—sebagaimana telah dikemukakan di awal—dianggap bersifat The Mystically, hal yang tak dapat diungkapan (inexpressible) ke dalam bahasa logis. Kedua, karena ada tiga problem metafisika itu sendiri, yakni: 1) Subject does not belong to the world; rather it is a limit of the world, 2) Death is not a event in life, we do not live to experience death, dan 3) God does not reveal Himself in the world.
The Mistically tak dapat dipikirkan, sebab “A logical picture of facts is a thought” (sebuah pemikiran adalah gambaran logis dari fakta-fakta). Apa yang dapat kita pikirkan hanyalah berlangsung dalam dunia yang kita ketahui, tidak melampauinya. Di sini, kematian sebagaimana yang dicontohkan, adalah pengalaman yang berada jauh di luar pengalaman hidup. Hakikat bahasa merupakan gambaran logis dunia empiris, yang tersusun atas proposisi-proposisi dan menggambarkan 'keberadaan peristiwa-peristiwa' (state of affairs). “A thought is proposition with a sense” (sebuah pemikiran adalah proposisi yang bermakna), dan “A proposition is a trust—function of elementary propositions” (Sebuah proposisi adalah sebuah kebenaran—fungsi dari elemen proposisi-proposisi). Proposisi ini, menurut Wittgenstein merupakan suatu gambaran atas realitas, atau sebuah model realitas yang dapat dipikirkan.
Lingkaran Wina dan Positivisme Logis
FILSAFAT Wittgenstein sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh pemikiran gurunya di University of Cambridge, Bertrand Russell (1872-1970)—terutama dalam karya monumental, “Principia Mathematica”—dan peletak dasar logika modern, Gottlob Frege (1848-1925).
Russel terkenal dengan teori himpunan. “Logical Types”-nya sebagai usaha untuk memecahkan masalah paradoks yang menyatakan bahwa struktur bahasa harus paralel dengan struktur logis, di mana grammatika mesti mengandung logika tampak jelas dalam dalil-dalil Tractatus. Demikian pula dengan “Prinsip Isomorfi”-nya mengenai kesejajaran antara bahasa dan fakta.
Adalah dari Russell dan Frege, Wittgenstein mendapatkan fondasi lebih lebar bagi pemikiran Schopenhaues tentang dunia fenomenal yang dibacanya dengan ketat semasa remaja dan diamininya sejak semula. Dari sinilah kemudian, kita mendapatkan penjelasan bagaimana dunia dapat dilukiskan dalam bahasa, yang pada giliran berikutnya penjelasan tersebut memungkinkan kita memetakan batas-batas dari hal-hal yang dapat diungkapkan dalam bahasa secara masuk akal.
Berangkat dari Atomic Fact (Fakta Atomik) Russell-lah, Wittgenstein menyusun Tractus. Bahkan boleh dikatakan Atomic Fact Russell inilah yang menjadi landasan pacu keseluruhan pemikiran filsafat analitik Wittgenstein. Jika bagi filsuf-filsuf sebelumnya, pengetahuan adalah persoalan epistemologi, Russell yang bertolak dari pemahaman atas asumsi Frege—bahwa filsafat semestinya didasarkan pada logika sebagai sesuatu yang bebas dan terpisah dari pikiran manusia—mencoba memasukkan landasan logika bagi pengetahuan tentang dunia luar untuk mengkokohkan ilmu pengetahuan sebagai suatu kepastian yang absolut.
Dengan dasar matematika sebagai logika murni, Russell memelopori filsafat analitik dengan ciri-ciri khas antara lain menganalisis secara rinci proposisi-proposisi, istilah dan konsep di dalamnya. Sampai pada fase berikut, Vinna Circle (Lingkungan Wina) yang termasyhur dengan disiplin Matematika dan ilmu alam, menggunakan dan mengembangkan pendekatan Russel ini lebih lanjut.
Maka, tidaklah mengherankan jika kemudian Tractatus menjelma jadi semacam “kitab suci” bagi Lingkungan Wina, lingkungan keilmuan yang menjadi titik tolak perkembangan mazhab “Positivisme Logis” dengan tokohnya seperti A.J. Ayer tersebut. Bersama tokoh inilah, juga J.L. Austin, Wittgenstein memperkenalkan apa yang disebut sebagai “Ordenary Language Philosophy”.
Dengan Atomisme Logis, Wittgenstein—sebagaimana juga Filsafat Positivisme Logis dari Lingkungan Wina—mencoba membabat habis apa yang mereka sebut “omong kosong masa lalu”, termasuk dalam hal ini idealisme Jerman, bahasa Teologi, wacana politik ideologi Fasis, dan tentu saja metafisika.
Seperti yang dinyatakan dalam Tractatus, Atomisme Logis adalah “a combination of objects” (entitles, things). Di mana bahasa dapat dipecah ke dalam proposisi terkecil (atomic proposition) yang mengacu kepada fakta yang terkecil demi kepentingan verifikasi. Di sini, teknik analisa bahasa adalah sebagai metode untuk memecah proposisi majemuk menjadi proposisi molekuler. “In logic nothing is accidental; if a thing can occur in a atomic fact the possibilliy of that atomic fact must already be prejudget in the thing”, “In order to know an object, I must know not its external but all its internal quality”, dan “Space, time, and colour are forms of objects”. “In the atomic fact objects hang one in another like the links of a chain”; “The totality of existent atomic facts is the world”.
Dalam pernyataan-pernyataan Atomis Logis tersebut, suatu proposisi elementer menunjuk kepada suatu “state of affairs” dalam realitas. Suatu proposisi terdiri dari nama-nama, dan suatu nama menunjuk kepada suatu realitas pula. Berdasarkan verifikasi dalam Atomis Logisnya ini, Wittgenstein akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang dinyatakan sebagai dalil penutup Tractus Logico-Philosophicus, bahwa: “What we cannot speak about, we must pass over is silence”, bahwa apa yang tidak dapat dibicarakan, diungkapkan dengan jelas, lebih baik didiamkan.
Tentu saja, hal ini tidak berarti Wittgenstein seorang atheis. Karena dalam Tractatus Logico-Philosophicus dan juga karya terbesarnya yang lain, Philosophical Investigations (1953), ia hanya menegaskan bahwa sebenarnya metode yang tepat dalam berfilsafat adalah sebagai berikut: tidak mengatakan sesuatu kecuali apa yang dapat dikatakan, yang kemudian diteruskan dengan istilah “language game”, yang di sini dimaksudkannya untuk membawa ke dalam kenyataan yang sesungguhnya bahwa menyatakan sesuatu dengan bahasa menjadi bagian dari suatu aktivitas, atau forma kehidupan.
Tentunya forma kehidupan yang diharapkan harus berjalan searah dengan language game yang kemudian berpengaruh pada terakuinya realitas yang sangat plural, relatif dan tidak akan dipaksa untuk bersikap seragam, namun harus beragam.
Karenanya, heterogenitas dalam ranah pluralitas serta ranah relativitas sebetulnya menjadi akar pemikiran Wittgenstein tentang filsafat bahasa dalam dunia metafisika yang sangat trans-realitas dan meta-realitas di dalam meta-bahasa.[]
Sedikit Rujukan:
Wittgenstein, Ludwig. “Tractatus Logico-Philosophicus”. New York: Barnes & Noble Books, 2003.
Korner, Stephan. “Fundamental Questions of Philosophy: One Philosopher’s Answer”. Sussex: Harvester Press 1979.
Bartley III, William Warren. “Wittgenstein”. London: Quartet Books, 1974.
____________________
*) Sunlie Thomas Alexander memiliki nama lahir Tang Shunli, (lahir di Bangka, Kepulauan Bangka-Belitung, 7 Juni 1977), sastrawan berkebangsaan Indonesia keturunan Tionghoa. Ia dikenal melalui karya-karyanya berupa cerpen, puisi, esai, kritik sastra, catatan sepak bola, dan ulasan seni yang dipublikasikan di berbagai surat kabar serta jurnal yang terbit di Indonesia dan di luar negeri: Kompas, Jawa Pos, Koran Tempo, Media Indonesia, Horison, Suara Merdeka, Jurnal Cerpen Indonesia, Jurnal Poetika, Kedaulatan Rakyat, DetikSport, Jurnal Ruang, Gong, Lampung Post, Bangka Pos, Hai, Nova, Hakka Monthly, dll. Tahun 2016, menerima beasiswa residensi penulis di Taiwan dari Menteri Kebudayaan Republik China Taiwan, dan tahun 2018 menerima beasiswa residensi ke Belanda dari Komite Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
http://sastra-indonesia.com/2020/05/kematian-metafisika-dalam-perspektif-wittgenstein-awal/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar