Kamis, 28 Mei 2020

Sastra Tanpa Kredo

F. Rahardi *
Kompas, 3 Juni 1970

Sejak 20 tahun terakhir, sastra buku dan koran maju cukup pesat. Namun, kemajuan itu tampak hanya sekadar teknis, sekadar kulit. Bukan isi dan bukan esensi, alias sastra tanpa kredo.

Bait puisi Wiji Thukul yang sangat terkenal adalah, Hanya ada satu kata: Lawan! Itulah "Kredo Puisi" Wiji Thukul yang walau tak pernah ditulis seperti Kredo Puisinya Sutardji Calzoum Bachri, tetapi tetap kuat dan punya makna. Sebab yang dia tulis juga dia lakukan dalam bentuk perbuatan. Selain menulis, Thukul juga aktif secara konkret melawan kekuasaan yang represif dan otoriter. Akibat perlawanan melalui kata dan perbuatan ini, Thukul raib sampai sekarang.

Ada memang pihak yang mencemoh Thukul bahwa dia terlalu maju, terlalu berani, terlalu sembrono. Hingga nasib yang menimpanya adalah sebuah konsekuensi dari kesembronoan itu sendiri. Namun, sembrono membela buruh yang digencet kekuasan kapital, kekuasaan birokrasi dan senjata, jauh lebih mulia dibandingkan dengan mereka yang sembrono bermunafik, apalagi sembrono menembaki rakyat sampai mati. Mereka yang munafik tampak seakan-akan kritis terhadap kapitalis AS dan Pemerintah RI, tetapi uang proyek dari dua negeri ini diembat juga dengan lahap.

Sastra lalu menjadi bagian dari proses degradasi nasional. Mereka yang bersedia ikut arus besar akan segera menjadi makmur dan tampak mulia. Mereka yang masih konsisten menjalankan semangat Chairil Anwar, Iwan Simatupang dan Wiji Thukul, dan secara ekstrem menolak berkompromi, akan tertinggal jauh dalam keterbelakangan atau gugur di tengah jalan. Sementara kota-kota besar di Indonesia sudah dipenuhi mal yang menawarkan semua kenikmatan hidup sebuah metropolis.

Inovasi penerbit

Tidak semua kemajuan bersifat negatif. Tak bisa dimungkiri, selama dua dekade terakhir ini, sastra koran dan buku memang sangat menonjol dan jauh mengungguli sastra majalah yang pernah berjaya pada tahun 1970-an. Kemajuan ini terutama tampak dari kuantitas oplah dan luasnya peredaran. Dampak dari kuantitas cetak yang tinggi adalah, menulis karya sastra menjadi bisa diandalkan secara ekonomis. Tampilnya generasi penulis cantik yang beredar dari kafe ke kafe bak selebritis juga telah ikut mendongkrak prestise sastra.

Kolaborasi antara media audiovisual, pers, dan penerbit buku telah ikut memosisikan sastra ke ranah publik yang lebih luas dan terhormat. Penerbit buku, koran, televisi, dan radio tidak saling mengungguli, melainkan berkolaborasi. Dekade 1990-an, penulis dan penerbit buku berada dalam posisi tawar yang lebih rendah dibandingkan dengan produser film. Ketika itu, novel yang terpilih untuk difilmkan menjadi tampak lebih terhormat dan terangkat martabatnya.

Sekarang, penerbit buku bisa meminta teks skenario film dan sinetron untuk dinovelkan. Promosi dalam bentuk roadshow dilakukan melalui radio. Novel yang lahir dari skenario ini bisa "meledak" di pasaran. Di AS, Jepang, Korea, dan Taiwan, kolaborasi ini malahan meluas. Di negeri-negeri ini, satu cerita dengan tokoh, plot dan setting sama bisa tampil dalam bentuk novel, komik, film, theme song, dan game. Pasar diserbu oleh pemilik modal dengan enam jenis produk massal sekaligus.

Manipulasi pasar

Ciri utama produk massal adalah tunduk pada selera pasar. Kalau pasar Indonesia dianggap pemilik modal sedang menyenangi hantu dan setan, materi ini menjadi andalan produk massal berupa sinetron, film, dan juga novelnya. Indonesia masih belum mampu melengkapi tiga produk ini sekaligus dengan komik, theme song, dan game. Meskipun beberapa fiksi yang difilmkan dan sekaligus dinovelkan, theme songnya juga ikut meledak di pasaran. Misalnya Cinta Pertama (Sunny) yang penyanyi sekaligus pemeran utamanya sama, yakni Bunga Citra Lestari.

Sastra koran dan buku yang maju pesat dan menjadi produk massal juga merupakan pengabdi selera pasar. Sebagai abdi, produk massal demikian harus patuh pada titah pasar sebagai Sang Majikan. Namun, pasar ini bisa dimanipulasi oleh pemilik modal. Film sampah yang sejak tahun 1970-an mendominasi bioskop kita, dan sinetron yang sejak tahun 1990-an merajai televisi, sebenarnya bukan merupakan kehendak pasar, melainkan kehendak "selera rendah" pemilik modal. Dan, publik terpaksa menonton dan membaca produk sampah ini karena tidak ada alternatif lain.

Film-film Usmar Ismail, Nyak Abas Akub, dan Syumanjaya, misalnya, juga tetap diterima pasar, tanpa harus mengeksploitasi selera rendah. Demikian pula dengan Losmen, Si Doel Anak Sekolahan, dan Bajaj Bajuri. Untuk bisa mencapai oplah cetak puluhan sampai ratusan ribu eksemplar, sastra koran dan sastra buku juga tidak harus serta merta mengabdi pada selera rendah. Sebab, produk massal yang mutlak harus tunduk pada kehendak pasar, tidak harus identik dengan selera rendah. Namun, kalangan bisnis sering terkecoh menyamakan produk massal, tren pasar dan selera rendah.

Narasi besar

Kalangan pengamat sastra sering bertanya: Selama 20 tahun ini telah terjadi banyak peristiwa besar di dunia dan juga di Indonesia. Namun, mengapa tidak ada karya sastra dengan "narasi besar" lahir dari sana? Penculikan aktivis, rusuh Mei 1998, gempa dan tsunami Aceh, korupsi, pemanfaatan isu sektarian untuk tujuan politik praktis dan lain-lain hanya sekadar melahirkan karya sastra yang bersifat "reaksioner". Jenis karya sastra ini beda dengan "sastra kontekstual" dan memang menjadi tuntutan koran yang harus selalu aktual. Namun, sastra yang baik tidak cukup hanya bersifat reaksioner.

Ada pula anggapan bahwa narasi besar memang sudah tidak diperlukan lagi dalam kehidupan yang "ultra modern" ini. Sebab, dunia harus bergerak dengan super cepat dengan jet foil, kereta api kapsul berbantal udara, dan jumbo jet. Informasi juga bisa menembus ruang publik sampai sedetail dan sekecil mungkin melalui internet dan SMS. Puisi bisa ditulis di layar telepon seluler dan menyebar secara cepat sesuai dengan kebutuhan. Lalu untuk apa narasi besar? Apakah kredo sastra juga masih diperlukan? Bukankah sah kalau sastra hanyalah berupa kerajinan tangan sebagai aksesori dalam sebuah koran dan novel hanyalah bagian dari industri hiburan di televisi?

Sebenarnya, selama 20 tahun terakhir ini, bukan hanya telah terjadi dominasi industri sastra secara massal, melainkan juga penindasan terhadap harkat kemanusiaan. Publik hanya dianggap sebagai target pasar yang harus dieksploitasi oleh kapitalisme global. Ozon yang bolong karena pemanasan atmosfer akibat pembakaran bahan bakar fosil yang berlebihan menjadi bukan lagi urusan sastra. Ketidakadilan, keserakahan, dan kekerasan terhadap masyarakat sipil juga bukan pula urusan sastra yang sudah menjadi bagian dari bisnis besar, tanpa isi, tanpa kredo.

_____________
*) Floribertus Rahardi atau F. Rahardi, lahir di Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah 10 Juni 1950, seorang penyair, petani, wartawan, penulis artikel, kolom, kritik sastra, cerpen, novel, dll. Pendidikan drop out kelas II SMA tahun 1967, dan lulus ujian persamaan SPG (1969). Pernah menjadi guru SD, dan kepala sekolah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Tahun 1974 ke Jakarta, lalu alih profesi menjadi wartawan, editor serta penulis artikel/kolom di berbagai media. Pertama menulis puisi akhir tahun 1960-an, dimuat di Majalah Semangat, Basis (Yogyakarta), dan Horison (Jakarta).
http://cabiklunik.blogspot.com/2007/06/esai-sastra-tanpa-kredo.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt