Jumat, 15 Mei 2020

TAFSIR SEJARAH DALAM NOVEL SALAH ASUHAN

Maman S. Mahayana *

Setiap karya sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial-politik-kultural. Novel Salah Asuhan (1928) karya Abdoel Moeis, juga kelahirannya tak dapat dilepaskan dari faktor-faktor tersebut. Itulah sebabnya, usaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di balik teks Salah Asuhan, penting artinya untuk menangkap amanat pengarangnya yang juga berkaitan erat dengan situasi sosial dan semangat zamannya.

Novel Salah Asuhan ditulis awal tahun 1927 ketika Abdoel Moeis sudah meninggalkan kegiatan politiknya dalam Sarekat Islam (1912-1924), dan menjadi petani di Garut sejak tahun 1924. Waktu itu (sejak 19 Januari 1924), Abdoel Moeis dikenai larangan mengunjungi semua daerah di luar Jawa dan Madura sebagai akibat terjadinya peristiwa Toli-Toli di Sulawesi Tengah (Juni 1919), pemogokan pegawai pegadaian di Jawa (11 Februari 1922), dan keterlibatannya dalam membantu masyarakat Minangkabau dalam memperjuangkan hak-hak tanahnya yang juga berkaitan dengan masalah belasting (pajak).

Pada Februari 1928, naskah Salah Asuhan dikirimkan ke Balai Pustaka. Sebelumnya novel itu pernah dimuat di harian De Express sebagai cerita bersambung. Balai Pustaka yang menerima naskah itu, tidak segera menerbitkannya, bahkan bermaksud menolaknya. Menurut kriteria Balai Pustaka, Salah Asuhan menampilkan tokoh wanita Belanda (Corrie) yang justru dapat menimbulkan citra buruk bangsa Belanda (Barat) secara keseluruhan.
***

Menurut Dr Drewes, Hoofdambtenaar Balai Pustaka waktu itu, Salah Asuhan termasuk karangan yang ditulis secara lancar dan memikat, tetapi karena adanya unsur-unsur "negatif" yang digambarkan pada diri tokoh wanita Belanda itulah yang membuat Balai Pustaka merasa perlu mempertimbangkan kembali penerbitannya.

Selanjutnya, Dr Drewes, menyatakan bahwa bagi Balai Pustaka akan sulit mempertahankan diri terhadap kemungkinan kritik tentang penerbitan karangan itu. Volkslectuur seharusnya memperhatikan batas-batas dalam penerbitannya. "Saya kira kepada Volkelectuur saya tidak dapat menyarankan untuk diterbitkan," demikian Drewes yang dikutip Sjafii St. Batuah dalam esai Di Balik Tirai Salah Asuhan, Pustaka dan Budaya, 22/V/ November-Desember 1964.

Pertimbangan K. St. Pamuntjak, salah seorang redaktur Balai Pustaka kala itu antara lain begini: Saya kira tak akan melebih-lebihkan kalau saya katakan bahwa oleh Volkslectuur belum ada diterbitkan suatu roman pribumi yang dapat dibandingkan dengan karangan ini. Dari mula sampai akhir perhatian pembaca terikat olehnya. "Ia mempunyai nilai didikan besar bagi orang pribumi yang menganggap diri mereka orang-orang Eropa hanya karena dapat bicara Hollands dan adalah suatu pedoman bagi orang-orang tua pribumi dalam memberikan didikan kepada anak-anak mereka." Tanggapan Pamuntjak ini berbeda dengan salah seorang pegawai Belanda waktu itu: "Seluruh pokok karangan dan penggarapannya tak simpatik. Ini bukanlah karangan yang baik untuk Volkslectuur."

Setelah Abdoel Moeis diminta untuk mengadakan perubahan pada peranan yang dimainkan tokoh Hanafi dan Corrie, akhirnya Salah Asuhan dapat juga diterbitkan. Dalam hal ini, St Batuah menyatakan: "Dalam naskah asli Corrie adalah wanita 'royal' yang disamping menjadi istri Hanafi, juga 'main' dengan laki-laki lain. Hanafi tidak sanggup lagi, karena itu mereka bercerai. Corrie terjerumus dalam percabulan: Ia menjual dirinya untuk membayar utang kepada seorang Arab, dan jadi langganan kapten kapal, akhirnya jadi pelacur umum. Ia mati ditembak salah seorang 'kekasih'-nya yang cemburuan. Beda sekali dengan Corrie versi Balai Pustaka yang dibidadarikan. Pembeberan Abdoel Moeis yang menelanjangi kehidupan 'donker Batavia', juga dihilangkan!"

Sebuah resensi buku berjudul Abdoel Moeis: Salah Asuhan (Indonesia, 1954 : 662 -5) menyatakan hal yang sama, bahwa naskah asli roman itu telah banyak diubah dan diolah Balai Pustaka. "Hingga di mana unsur-unsur autobiografis terdapat di dalam Salah Asuhan masih belum diketahui, tapi tidak mustahil, bahkan sangat boleh jadi terdapat unsur tersebut. Tentu dengan paduan seperlunya antara Dichtung und Wahrheit."

Demikianlah, dilihat dari segi orisinalitas Salah Asuhan sudah mengalami perubahan yang masalahnya erat kaitannya dengan kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda di tanah jajahan. Di samping itu, kita sesungguhnya masih dapat melihat sikap seorang bumiputera terhadap masalah sosial politik yang terjadi pada zamannya. Untuk mengungkapkan masalah tersebut, tidak bisa lain, kita terpaksa mengandalkan sumber-sumber sejarah yang tersedia.
***

Secara tematis Salah Asuhan mempertegas tema novel-novel sebelumnya, Azab dan Sengsara dan Sitti Nurbaya; tema tidak lagi terkukung pada masalah adat, melainkan pada hubungan Timur (Hanafi) dan Barat (Corrie). Dalam kaitannya dengan masalah itu, Salah Asuhan dapat dipandang sebagai kritik Abdoel Moeis atas kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda dan orang (-orang) yang membelanda. Gambaran Hanafi yang menjadi "Malin Kundang" adalah sikap keprihatinannya pada golongan terpelajar kita waktu itu yang tak sedikit justru melupakan bangsanya sendiri. pembicaraan Corrie dengan ayahnya, Du Bussee, tampak jelas hendak mengangkat ketidakadilan yang berlaku di tanah jajahan. Jika lelaki Eropa (: Belanda) dapat begitu gampang memelihara istri-istri simpanan (nyai-nyai), lalu mengapa pula ada semacam larangan bagi lelaki bumiputera yang hendak mengawini wanita Eropa?

Alasan yang dikemukakan Du Bussee yang mengutip kata-kata Rudyard Kipling, "Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat, dan tidaklah keduanya menjadi satu" (hlm 27) sesungguhnya merupakan pembenaran pada ketidakadilan rezim penjajah. Kipling dikenal sebagai penyair imperialisme. Menurutnya, imperialisme bagaikan agama; ia merupakan "kekuatan pembudaya" (civilizing force). Salah satu kewajiban imperialisme adalah membawa misi "membudayakan orang-orang pribumi". Dengan kata lain, ia harus bertindak sebagai "mesias", sebagaimana yang menjadi misi sistem pendidikan kolonial di tanah jajahan.

Tindakan Hanafi yang memandang rendah bangsanya sendiri, juga merupakan "pantulan" pandangan Belanda terhadap bumiputera. Demikian pula perlakuan tak adil yang dialami Hanafi dalam usahanya memperoleh pengakuan haknya sederajat dengan bangsa Eropa, merupakan satu ironi bahwa seorang bumiputera dinegerinya sendiri, justru harus bersusah payah mengurusi soal haknya sebagai manusia. Ini menunjukkan ketidakadilan bangsa penjajah yang merasa lebih berbudaya dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, namun malah mencampakkan hak manusia bangsa lain.

Masalah ketidakadilan bangsa Belanda itu, terutama dalam memandang rendah bangsa Timur, tampak pula dalam peristiwa di dalam hal yang ditumpahi Hanafi. "Seorang penumpang sedang membaca sehelai surat kabar Belanda yang terbit di Betawi, yang sudah masyuhur bencinya kepada Bumiputera. Surat kabar itu memperkatakan hal pertunangan seorang studen bangsa Indonesia (Moeis tidak menyebut bangsa Bumiputera; MSM) di Nederland dengan seorang nona, yang sama-sama menuntut ilmu di sekolah tinggi dengan dia. Bukan sedikit nista dan maki dituliskan oleh surat kabar itu terhadap kepada kaum Bumiputera yang terpelajar terhadap kepada ethischepolitiek?"

Begitulah, dalam banyak hal, Salah Asuhan condong mengangkat persoalan ketidakadilan bangsa penjajah. Hanafi laksana simbol seorang bumiputera yang lupa akan kewajibannya terhadap bangsanya sendiri. dalam hal ini, sumber sejarah menyebutkan bahwa studen bangsa Indonesia di Nederland yang bertunangan dengan seorang nona, tidak lain adalah Dr Abdoel Rivai. Dokter pertama yang mendapat beasiswa ke Belanda itu memperistri gadis Belanda. Ia kemudian tinggal di sana.
***

Sikap Abdoel Moeis kiranya makin jelas jika kita perhatikan novel Abdoel Moeis lainnya, katanya, Robert Anak Surapati (1953). Tokoh Robert hasil perkawinan Surapati (Timur) dan Suzane Moor (Barat/Belanda), dihadapan dua dunia. Ia berkeras untuk diakui sebagai bangsa Belanda, tapi bangsa Belanda sendiri menolaknya. Sementara, ayahnya, Surapati, secara ksatria menawarkan pilihan; memilih bangsa ayahnya (Indonesia) atau bangsa ibunya (Belanda). Secara naif akhirnya Robert memilih menjadi bangsa Belanda dan bertempur dengan pasukan ayahnya sendiri. Robert akhirnya mati, dan bangsa Belanda baru mengakui kebelandaanya justru setelah Robert tewas. Inikah sikap bangsa yang konon hendak mengadabkan bangsa lain? Sebuah sikap diskriminatif yang sering justru dipertahankan bangsa Barat.

Jelas kiranya bahwa kasus Hanafi-Corrie lebih merupakan sebuah binkai untuk menutupi kecamannya terhadap bangsa penjajah. Bangsa Timur memang memerlukan pendidikan  Barat, tetapi tidak berarti bahwa semuanya harus dibaratkan. Itulah sebabnya, tokoh Syafei (bandingkan dengan tokoh Robert) merasa perlu untuk menyatakan janjinya: "Sepulangnya dari negeri Belanda kelak, akan kembali ke kampung meluku sawah?"

Itulah yang tampaknya menjadi sikap Abdoel Moeis dalam memandang persoalan Timur-Barat. Dunia Barat tetap dipandang penting dalam hubungannya dengan dunia pen-didikan waktu itu. Akan tetapi, kemajuan yang telah diperoleh dari dunia Barat, hendaknya jangan sampai melupakan tradisi dan akar budaya tanah tumpah darah sendiri. Malahan, lewat kemajuan yang telah dicapai di dunia Barat itulah, keadaan dunia pendidikan bangsa Timur (Indonesia) justru harus lebih ditingkatkan. Persoalan itulah yang sesungguhnya menjadi amanat novel Salah Asuhan.

_____________________
*) Maman S. Mahayana, lahir di Cirebon, Jawa Barat, 18 Agustus 1957. Dia salah satu penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (2005). Menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FS UI) tahun 1986, dan sejak itu mengajar di almamaternya yang kini menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI). Tahun 1997 selesai Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Pernah tinggal lama di Seoul, dan menjadi pengajar di Department of Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea Selatan. Selain mengajar, banyak melakukan penelitian. Beberapa hasil penelitiannya antara lain, “Inventarisasi Ungkapan-Ungkapan Bahasa Indonesia” (LPUI, 1993), “Pencatatan dan Inventarisasi Naskah-Naskah Cirebon” (Anggota Tim Peneliti, LPUI, 1994), dan “Majalah Wanita Awal Abad XX (1908-1928)” (LPUI, 2000).
http://sastra-indonesia.com/2008/11/tafsir-sejarah-dalam-novel-salah-asuhan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt