Selasa, 30 Juni 2020

Menanti Cerpen Indonesia versi Yogya

Marwanto
kr.co.id

SEPERTI dimuat rubrik ini (MP No 16 th 58 minggu III Juli 2005), beberapa waktu lalu sejumlah kreator dan pengamat sastra di Yogyakarta di antaranya: Jony Ariadinata, Saut Situmorang, Raudal Tanjung Banua, Gunawan Maryanto dan Bambang Agung kembali melakukan kegiatan penilaian terhadap cerpen-cerpen yang pernah dimuat harian Kompas selama 2004. Kegiatan yang bertajuk Cerpen Pilihan Kompas 2005 versi Yogyakarta itu sebenarnya untuk yang kedua kali, setelah sebelumnya kegiatan serupa dilakukan pada tahun 2004.

Pada Cerpen Pilihan Kompas versi Yogya tahun lalu, para kreator dan pengamat sastra menghasilkan penilaian yang berbeda sama sekali dengan cerpen terbaik versi para juri tim Kompas. Hal ini sempat memberi kesan bahwa apa yang dilakukan oleh para kreator Yogya itu cuma sekadar asal beda (antitesa) dengan apa yang dilakukan oleh tim juri Kompas. Memang, penjurian yang dilakukan tim Kompas sendiri selama ini tidak menetapkan kriteria yang jelas tentang cerpen yang dianggap terbaik. Sehingga wajar jika berbagai pihak sering merasa "geram" pada tradisi penjurian di Kompas.

Namun kecurigaan terhadap para kreator di Yogya bahwa apa yang mereka lakukan sekadar memberi antitesa sedikit berkurang dengan hasil Cerpen Pilihan Kompas versi Yogya tahun ini. Seperti kita ketahui, meski para kreator di Yogya itu tak menetapkan adanya cerpen terbaik yang dimuat oleh Kompas selama tahun 2004, namun mereka menetapkan lima "cerpen baik", yang salah satunya (yakni: Rt 03 Rw 22, Jalan Belimbing atau Jalan Asmaradana karya Kuntowijoyo), menjadi cerpen terbaik versi tim juri Kompas.

Hal tersebut sedikit banyak memberi kesan bahwa yang dilakukan oleh kreator di Yogya itu tak sekadar menyodorkan cerpen berbeda dari pilihan tim juri Kompas. Lebih dari itu, lewat Cerpen Pilihan Kompas 2005 versi Yogyakarta ini para kreator itu telah menyodorkan sebuah paradigma penilaian dan memberi wacana lain dalam memandang nilai serta kualitas sebuah cerpen.

Para kreator di Yogya itu seakan bilang kalau memang tidak ada cerpen terbaik, mengapa harus dipaksakan memunculkan yang terbaik? Apakah setiap periode tertentu (katakanlah setahun) harus dicari cerpen terbaik? Untuk apa sebenarnya dipaksakan memunculkan sebuah cerpen terbaik? Untuk kepentingan memberi judul buku kah? Atau memberi hadiah bagi cerpenis yang terpilih? Atau untuk kepentingan lain?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kiranya perlu dilontarkan ke Kompas, sebab meski dalam pengantar buku kumpulan cerpennya mereka acap kali menyebut bahwa di antara cerpen-cerpen yang dipilih itu tak beda jauh kualitasnya, tetap saja imej publik melihat cerpen terbaik adalah yang dipilih dan dijadikan judul sehingga otomatis memiliki beberapa kelebihan dari cerpen yang terpilih tapi tidak terbaik. Konsekuensi psikologis selanjutnya adalah cerpenis yang cerpennya terpilih sebagai cerpen terbaik, sudah tentu akan mempunyai kedudukan yang "beda" dengan cerpenis lain yang karyanya dimuat di buku tersebut.

Simak saja pada Cerpen Pilihan Kompas 2003 yang menetapkan "Waktu Nayla" karya Jenar Mahesa Ayu sebagai cerpen terbaik. Sejak itu nama Jenar langsung melambung sebagai salah satu cerpenis papan atas Indonesia. Padahal dalam pengantarnya juri menyebut pada dasarnya cerpen-cerpen yang termuat dalam Cerpen Pilihan Kompas 2003 tak ada yang istimewa. Dari sini kemudian layak untuk dipertanyakan apakah tiap tahunnya Kompas memang hendak membaptis seorang cerpenis?

Tak dipungkiri lagi, akhir-akhir ini Kompas sering dicap sebagai barometer cerpen kontemporer di Indonesia. I Nyoman Darma Putra dalam pengantar Waktu Nayla, Cerpen Pilihan Kompas 2003, menyebut Kompas sebagai salah satu barometer pertumbuhan cerpen Indonesia mutakhir. Menurutnya, banyak mahasiswa Australia yang melakukan studi dan penelitian tentang cerpen Indonesia menggunakan referensi cerpen yang pernah dimuat Kompas.

Bergesernya peran pemetaan sastra di tanah air dari majalah ke koran, telah berimbas pula pada bergeser- nya pandangan bahwa karya sastra yang bagus (berkualitas) tidak harus yang dimuat di majalah sastra prestisius semacam Kisah, Sastra, dan Horison. Sebab tak sedikit karya sastra yang bagus justru ditemukan di koran, bahkan koran yang kurang menasional.

Satyagraha Hoerip pernah mencatat, cerpen bermutu sastra tinggi karya Budi Suniasunarsa berjudul "Orang Asing" dimuat di Minggu Indonesia Raya. Lalu cerpen Sitor Situmorang yang sangat indah, "Perjamuan Kudus" dimuat Warta Dunia Minggu edisi Januari 1964. Sementara menurut Nirwan Dewanto, harian Bali Post sering memuat puisi yang lebih berbobot dari media lain (Republika, 6/10/1994). Dari fakta ini, lanjut Satyagraha, dapat disimpulkan bahwa tidak setiap karya sastra yang dimuat oleh media prestisius pasti terjamin mutu sastranya.

Tentu kita maklum, setiap redaktur media massa sering menemui banyak kendala (baik itu berupa teknis maupun selera estetis) ketika hendak meloloskan sebuah karya sastra untuk dimuat. Namun ketika kendala itu adalah sesuatu yang di luar dua hal itu, misalnya kendala "humanis" (baca: ewuh pekewuh atau cuma karena kedekatan terhadap sosok sastrawan tertentu) sehingga bisa menyebabkan karya sastra yang bermutu rendah diloloskan dimuat, maka inilah sesungguhnya yang membuat kita prihatin.

Dan keprihatinan (sekaligus kecurigaan) terhadap hal semacam inilah yang pernah digugat oleh para sastrawan (daerah khususnya) secara besar-besaran sekitar sepuluh tahun lampau. Gugatan terhadap peran media massa (koran) itu mulai dari masalah pentasbihan media terhadap eksistensi sastrawan (perkemahan penyair di Tegal, Agustus 1994), kolaborasi redaktur budaya dengan sejumlah sastrawan (temu penyair di ASTI Bandung, September 1994), sampai seruan beberapa sastrawan di Malang untuk tidak melihat koran sebagai kiblat utama perkembangan kesusastraan di tanah air (September 1994).

Saya kira, gugatan semacam itu dapat kita maklumi. Namun di sisi lain godaan terhadap redaktur koran yang acap kali "bermain mata" dengan bebrapa sastrawan sehingga sering menggunakan pertimbangan "humanis" untuk meloloskan sebuah karya sastra adalah juga hal manusiawi. Salah satu alasannya adalah meminjam pendapat Bakdi Soemanto (Republika, 6/10/ 1994), bagaimanapun seorang redaktur budaya juga akan mempertimbangkan aspek meningkatkan tiras, dengan hanya memuat karya sastra yang sudah dikenal masyarakat. Mereka tak mau mengambil risiko dengan memuat karya sastra pemula.

Dan Kompas, sebagai salah satu koran besar di Indonesia, saya kira tak luput dari godaan semacam ini. Namun apakah para redaktur di Kompas itu bisa menghindar atau tidak dari godaan ini, kita memang tak tahu persis.

Akhirnya, sudah saatnya bagi teman-teman kreator dan pengamat sastra di Yogya pada waktu-waktu mendatang untuk memilih cerpen terbaik (di negeri ini) tak hanya bersumber dari Kompas saja. Mungkin dua atau tiga koran berskala nasional ditambah beberapa koran daerah dapat digunakan sebagai referensi untuk mencari cerpen terbaik di negeri ini setiap tahunnya. Tentu ini "proyek besar" yang membutuhkan cukup banyak biaya, waktu, tenaga dan mungkin melibatkan lebih banyak lagi para pengamat sastra. Tapi, siapa takut?
***

*) Marwanto, Pecinta sastra, tinggal di Kulonprogo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt