Aguk Irawan Mn *
sinarharapan.co.id
Dengan rasa rindu kukenang pemilihan umum setengah abad yang lewat
Dengan rasa kangen pemilihan umum pertama itu kucatat
Peristiwa itu berlangsung tepatnya di tahun lima puluh lima
Ketika itu sebagai bangsa kita baru sepuluh tahun merdeka
***
Sebagai pencinta sastra, siapa pun barangkali tak pernah tidak
memperhatikan proses kreativitas sastrawan Taufik Ismail. Maka ketika belum
lama ini Taufik Ismail membacakan sajaknya yang terbaru “Ketika Indonesia
Dihormati Dunia” di depan KPU, lantas media massa dengan reaksi yang cepat
merekamnya, sampai sekarang kita masih ingat bahwa bait sajak di atas adalah
bait pertama dari sajaknya Taufik Ismail yang baru itu.
Dalam bersastra, karya Taufik memang nyaris tak pernah kering dan sepi dari
muatan politik. Bahkan Taufik sering membenturkan isu budaya, pendidikan,
ekonomi dan sosial dengan hiruk-pikuk yang berbau politik. Demikian halnya
dengan Asrul Sani, Pramoedya Ananta Toer, B. Soelarto, Muchtar Lubis, Wiratmo
Soekito dan penulis-penulis lain, maka Taufik sebagai sastrawan pelopor
penandatangan Manikebu ingin juga memperlihatkan bahwa dengan berkesenian serta
bersastra ia tetap menekuni politik. Hal ini bisa dibuktikan sejak pertama kali
ia menyandang gelar penyair pada tahun 1966. ketika itu, dengan semangat yang
luar biasa, melalui sajak “Tirani” dan “Benteng”nya ia cukup andil menumbangkan
Orde Lama (Soekarno), dan kita lihat di sana bagaimana ia menggambarkan zaman
yang bergolak dan penuh idealisme itu. Lalu dilaksanakanlah Pemilu dengan
hura-hura berdarah, segala tipu dan fitnah dalam teriakan histeris jurdil dan
pesta demokrasi. Dan dengan gegap gempita masyarakat bergegas menyongsong
lahirnya Orba. Kemudian saat Orba ditumbangkan (1998), Taufik ?malu-malu?
meluncurkan buku berjudul Malu (Aku) Menjadi Orang Indonesia.
Sajak Taufik memang mempunyai spirit juang yang tinggi. Daya ekspresi
bahasa yang diluncurkan bisa membawa sentak tangan yang dikepalkan, telunjuk
jari yang diacungkan, dan lengan baju yang disingsingkan. Dalam sajak-sajak “Tirani”
terhadap Orde Lama dapat kita lihat pemandangan seperti itu, meskipun sajak ini
hanya berlaku satu kali saja, yakni terhadap Orde Lama. Tapi pilihan kata Taufik
tampak begitu berbobot dan “matang”, bahkan hinggga sekarang masih mempunyai
kekuatan yang sulit tertandingi oleh sastrawan lain. Saya yakin bahwa
sajak-sajak tirani Taufik Ismail tetap akan bernilai universal, meskipun Taufik
hanya memilih “diam” dalam menghadapi kenyataan Orde Baru yang lebih tirani di
permukaan Indonesia. Dengan demikian, bukankah ini lebih akan mempertegas bahwa
Taufik adalah sastrawan politikus.
Kemudian tidak berlebihan jika lahir hipotesis bahwa Taufik adalah
sastrawan politikus, yang kemudian citra ini lambat laun semakin pupus dan
tergantikan dengan stigma negatif ketika Taufik menciptakan sajak yang ganjil.
Coba kita renungkan baat terakhir dari sajak itu.
Antara rasa rindu dan malu puisi ini kutuliskan
Rindu pada pemilu yang bersih dan indah, pernah kurasakan
Malu pada diri sendiri, tak mampu merubah perilaku Bangsaku.
Taufik seperti mengalami kekecewaan yang luar biasa, sangat terpukul dengan
kondisi Orde Reformasi. Bahkan ia seakan telah menyesali kenyataan kehidupan
berkebangsaan yang sekarang ini kita jalankan bersama. Mungkin Taufik
menganggap bahwa proses reformasi ini terlalu pahit bagi kehidupan politiknya.
Sehingga benar apa yang dikatakan Ulil Abshar Abdalla, bahwa sajak Taufik
Ismail “Ketika Indonesia Dihormati Dunia” adalah sajak “melankolis”, meratap,
melihat masa lalu seolah-olah sebagai “surga” yang tak akan kembali. Pada
kenyataannya sajak Taufik memang mencerminkan sebagian pandangan yang
berkembang dalam masyarakat; pandangan yang ingin saya sebut “melankolisme-masokis”.
Menjenguk sejarah memang penting dan sangat dibutuhkan bagi kesinambungan
membangun Indonesia; di masa kini dan akan datang, agar penyegaran perjuangan
selalu ada. Tapi meratapi kepergian masa lalu yang menggembirakan dan terus
memujanya, adalah sikap memilukan bagi seorang yang berjiwa patriot. Sebab yang
terpenting bagi kita sekarang adalah menciptakan ?surga? di Indonesia yang
telah lama dirampok oleh Orba. Agaknya, sajak Taufik memang ambivalen dan
hiperbolis dalam melihat masa lalu. Sementara kita pun mengerti bahwa pemilu
1955 memang tak semuanya sempurna, dan sejarah telah mencatat ada
kejanggalan-kejanggalan di dalamnya yang berbelit. Selain masa itu, Pemilu 1955
militer masih belum begitu simpati terhadap kekuasaan dan belum menjadi gurita
yang membelit negara.
Menurut Z. Afif. Pemilu 1955 dilaksanakan oleh para republiken, orang-orang
yang sangat merasakan penindasan kolonialisme yang juga memperalat feodalisme.
Orang-orang yang bercita-cita membangun sebuah republik yang benar-benar
berlandaskan trias-politika yang sesungguhnya. Dan masa itu lepra politik uang
seperti di tubuh elite politik belum berjangkit, walaupun tidak terbantahkan
memang ada tikus dalam kepegawaian yang makan sedikit-sedikit milik negara
untuk menombok belanja rumah.
Mungkin Taufik lupa, bahwa ada perbedaan yang perlu diingat antara Pemilu
1955, Pemilu Orba dan Pemilu sekarang. Pemilu 1995 bertujuan untuk mewujudkan
republik yang demokratis dan parlemen yang ditempati oleh wakil-wakil rakyat.
Pemilu Orba untuk memperkukuh kekuasaan otokrasi militerisme dan dilaksanakan
dengan sistem politik uang dan nepotisme melalui Golkar. Sementara Pemilu
sekarang berusaha keras menuju masyarakat yang berkedaulatan penuh. Untuk itu,
nostalgia masa lalu yang menurut Taufik patut dibanggakan, biarlah sebagai arsip
pribadi dan bahan cerita untuk anak dan cucu.
Sampai akhir sajak itu ditulis “Ketika Indonesia Dihormati Dunia” Taufik
menunjukkan ratapan yang dahsyat dan merindui masa lalu yang sudah tenggelam.
Ia seakan telah memerankan tokoh dalam kehidupan tanpa opsi dan solusi. Sastra
yang seharusnya sebagai ruang pertemuan antara batin dan kenyataan, kandas di
jalan, atau dalam bahasa Rene Wellek, Taufik gagal memakai medium bahasa untuk
institusi sosial. Menurut Teeuw sastra jenis ini telah kehilangan peran dalam
meredamkan ketegangan antara konvensi (tradisi) dan inovasi (pembaruan). Sebab
peran sastra sepanjang masa hendak memperjuangkan peralihan-peralihan formasi
baru yang dapat dianggap menjalani transformasi dan sintesis. Tanpa adanya
kerinduan yang berlebihan terhadap kebangkitan kembali nilai-nilai masa lalu.
Maka bentuk seni dan kebudayaan yang mencerahkan dan memberi semangat yang
tinggi bagi pembangunan Indonesia ke depan masih tetap diperlukan sebagai lawan
dari sastra melankolis yang lebih mengedepankan sikap apatis dan pesimisnya, adalah
sastra heroik memang sepatutnya lebih ditampilkan kepada khalayak pada
masa-masa “hilang rasa eling” sebagai pengimbang bahasa propaganda dan retorika
luar biasa gencar yang acap kali membuat telinga pekak dan mata gelap. Dengan
demikian, lepas dari kekurangannya, sajak Taufiq, bagaimanapun adalah cermin
rakyat yang bimbang menghadapi gelombang masa depan, untuk itu tetap patut
dibaca di depan rakyat untuk mengkritisi sikap pemerintah terhadap pemilu.
Akhirnya saya sepakat dengan Ulil. Tak usah meratap, melihat masa lampau
terus-menerus sebagai “firdaus” yang hilang. Gejala ini tidak sehat untuk
membangun negeri ini di masa depan. Karena ada banyak perkembangan positif di
negeri kita yang harus diberi apresiasi; dan perkembangan itu hanya mungkin
karena ada reformasi. Nilai, harga, dan bobot sebagai hasil yang diperoleh
selama reformasi tak kalah dengan Proklamasi Kemerdekaan, Pemilu 1955, Sidang
Konstituante, atau pidato-pidato Bung Karno yang menyulut “adrenalin” masyarakat
kecil. Hasil-hasil selama reformasi juga tak kalah bobotnya dengan pembangunan
selama periode Soeharto.
Bagaimanapun kita memang harus mengakui, kecuali kalau kita masih ingin
terus memberi napas pada status quo (Orde Baru).
Kairo, 9 April 2004
*) Penulis adalah Staf Peneliti Kebudayaan LKiS Yogyakarta, Mahasiswa
Jurusan Aqidah dan Filsafat Al Azhar Kairo, Mesir. http://sastra-indonesia.com/2009/03/sajak-melankolisme-taufik-ismail/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar