Rabu, 28 Juli 2021

Hikmah Pembaca, “Chemistry” Pengalaman Kebahasaan dan Keruhanian Puisi

Abdul Wachid B.S. *
badanbahasa.kemdikbud.go.id
 
Medium puisi adalah bahasa yang merupakan lambang-lambang yang digunakan untuk berkomunikasi oleh manusia sehingga membangun suatu komunitas pemakai bahasa tertentu yang disebut suku, bangsa, dan negara. Lambang-lambang yang dipakai oleh bahasa dipengaruhi oleh banyak faktor pembangunnya, baik alam maupun manusia, yang direspons oleh manusia. Dapat dipahami bahwa bahasa sehari-hari yang dipakai berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya merupakan sistem perlambangan. Sistem perlambangan bahasa itu kemudian sebagai media komunikasi yang mampu membangun kebudayaan manusia, dan sebaliknya, secara bersamaan kebudayaan manusia juga mewarnai perkembangan bahasa. Demikianlah seterusnya, tidak terkecuali di dalam kebudayaan itu adalah kesusastraan.
 
Sesungguhnya tidak ada perbedaan antara bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari dengan bahasa yang digunakan dalam komunikasi sastra, keduanya memiliki fungsi arti. Adapun yang membedakan adalah konteksnya. Dalam komunikasi sehari-hari, bahasa dipersepsikan dan diposisikan secara denotatif, yaitu makna sesungguhnya, tidak ada unsur makna lain atau makna tersembunyi yang terkandung di dalamnya.
 
Sementara itu, dalam komunikasi sastra, bahasa dipersepsikan dan diposisikan secara konotatif, yaitu makna yang bukan makna sebenarnya dari suatu kata. Makna konotasi merupakan makna tambahan dari makna dasarnya, yang dikembangkan sesuai dengan situasi yang dihadapi sehingga makna tambahan itu biasanya berupa nilai rasa yang subjektif dari penggunanya, yaitu sastrawan. Dalam puisi, ketika bahasa dijadikan media pengungkapan “keindahan”, baik keindahan bahasa puisi maupun keindahan gagasan, maka pada saat itu bahasa puisi dipersepsikan dan diposisikan sebagai metafora dan simbol. Sebagaimana dinyatakan oleh Paul Ricoeur bahwa metafora adalah miniatur puisi (via Kurniawan, 2013:22). Dalam sudut-pandang penafsiran, metafora dan simbol itu merujuk kepada makna batin puisi. Disebabkan oleh metafora dan simbol, maka bahasa puisi memiliki makna tambahan yang bukan saja bersifat referensial, tetapi hubungan penafsiran bahkan penakwilan antara penanda dan petandanya.
 
Dengan demikian, sebelum bahasa dijadikan medium karya sastra saja sudah menjadi sistem perlambangan, kemudian bahasa diberi muatan sistem sastra dengan merujuk kepada alam dan budaya manusia, bahkan agama yang juga mengandung berbagai sistem perlambangan. Oleh karena itu, bahasa mengandung teks, dan untuk memahami teks, pembaca membutuhkan penafsiran dan penjelasan atas teks yang terkandung dalam bahasa itu. Selanjutnya, kita berbicara relevansi penafsiran atas teks, yang kita kenal sebagai hermeneutika. Hal itu karena seringkali pembaca mengalami keterasingan terhadap sistem perlambangan yang meliputi teks di dalam bahasa. Untuk mengatasi keterasingan terhadap teks sastra, seorang penafsir membutuhkan pemahaman asas-asas pemikiran atau pandangan dunia yang diisyaratkan oleh teks. Ketidakpahaman hal ini bisa menjadikan makna tampak kabur bahkan tidak memiliki makna.
 
Situasi asing dalam penafsiran tersebut membutuhkan penghubung, namun cakrawala pemikiran kita cenderung menolak sesuatu yang asing. Akan tetapi, dunia dalam cakrawala teks mengundang pemikiran kita sebagai pembaca. Dunia dalam cakrawala teks terdapat simbol-simbol yang menginginkan cakrawala pemikiran kita lebur dengannya. Dalam keadaan begitu, hermeneutika dapat berperan menjembatani dua dunia atau cakrawala pemikiran yang berbeda.
 
Dalam penafsiran puisi sebagai suatu teks sangat memungkinkan terjadi perbedaan tafsir, bahkan kesalahpahaman tafsir. Faktor yang mendasarinya adalah sebagai berikut. Pertama, kenyataan bahwa puisi merupakan tindak pemakaian bahasa, yang sebelum dijadikan medium puisi sudah dipersepsi dan diposisikan sebagai tanda yang memiliki arti oleh pemakai bahasa dalam suatu masyarakat. Kedua, kenyataan bahwa puisi merupakan pemakaian bahasa secara tidak langsung. Ketaklangsungan ekspresi puisi itu disebabkan penggunaan metafora yang menjadi bagian vital dari sistem sastra yang digunakan sebagai bahasa ungkap puisi, karenanya puisi menjadi memiliki banyak tafsir (polyinterpretable). Oleh sebab itu, memaknai puisi sebagai teks sastra sangat bergantung kepada interpretasi pembaca sebagai pemberi makna. Dalam sistem komunikasi sastra, hal demikian melibatkan penyair sebagai pencipta teks, teks, dan pembacanya.
 
Pengalaman Kebahasaan dan Keruhanian
 
Sebuah sajak boleh jadi bermula dari biografi seorang penyair dalam suatu waktu, di tempat tertentu, dengan sudut-pandang tertentu terhadap sesuatu. Sebermula sangatlah personal, namun itu adalah situasi penciptaan sajak yang liris, subjektivitas seorang penyair begitu dominan, sudut-pandang “aku”, menandai hal itu. Akan tetapi, biografi seorang penyair yang dituliskan sebagai sajak itu, bagaimana agar bersifat terbuka tatkala pembaca memasukinya?
 
Banyak sajak dituliskan oleh penyairnya dengan sudut-pandang yang menutup pintu pembacanya. Sementara itu, penyairnya tidaklah menyadari bahwa dunia yang dia bangun di dalam sajaknya itu hanyalah merepresentasikan ke-aku-an dirinya. Dia lupa, boleh jadi, yang dia tulis itu tidaklah menginspirasi pembaca untuk memaknainya, apalagi hingga memperoleh hikmah dari sajaknya. Dia lupa, seorang penyair bukanlah siapa-siapa jika dia tidak punya sejarah kehidupan yang bisa dibaca di luar teks sastra yang dia tuliskan. Masa Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra, Taufiq Ismail, Wiji Thukul, yang punya latar sejarah di luar teks sastra yang dia tuliskan, telah berakhir. Sekarang, sajak harus menciptakan sejarahnya sendiri setelah dituliskan oleh penyairnya. Karena itu, jika teks sajak yang dituliskan oleh penyairnya terlampau biografisme, berpaham kepada biografi diri penyair, sementara itu, penyairnya bukanlah manusia sejarah, dunia sajak yang dituliskannya tidaklah mampu membuka pintu untuk dimasuki pembaca. Menghadapi sajak yang demikian, pembaca tidaklah memperoleh hikmah sebab terlalu tertutup (obscure), atau sebaliknya terlalu umum atau klise.
 
Sebuah sajak menjadi teks yang membuka pintu makna bagi pembacanya bila penyairnya juga memberikan teks yang menarik untuk dibaca sehingga pembaca mencari-cari hubungan antara sajak sebagai teks dan penyairnya sebagai teks yang hidup atau dihidupi oleh sejarah dirinya atau di luar dirinya. Seperti halnya Chairil Anwar, riwayat hidup dirinya menarik perhatian orang, terlepas dari setuju atau tidak setuju terhadapnya. Namun, peristiwa sejarah yang melingkupinya bisa terus menghidupi teks sajak yang ditulis oleh Chairil Anwar.
 
Sebuah sajak menjadi teks yang menarik bagi pembacanya bila pembaca memperoleh pengetahuan baru setelah membaca sajak itu. Pengetahuan itu, bisa jadi dari aspek kebahasaan sajak itu, yang unik, indah, atau yang segar. Pengetahuan itu, bisa jadi dari aspek pemikiran yang terkadung di dalam sajak. Selain itu, sebuah sajak menjadi teks yang menarik bagi pembacanya bila pembaca memperoleh pengalaman keruhanian setelah membaca sajak itu. Pengalaman keruhanian merupakan penghadiran peristiwa hidup manusia yang menjadikan kesadaran seseorang terbuka. Di balik peristiwa duniawi ini, ada eksistensi yang justru menjadi jiwa penggerak. Seperti halnya di balik wajah manusia ada jiwa kemanusiaan, yang justru menjadi eksistensi manusia. Akal sehat yang bersumber dari pikiran, dan hati nurani yang bersumber dari ruhani, adalah eksitensi jiwa kemanusiaan dari manusia. Jiwa kemanusiaan itu menyadari dirinya memiliki keterkaitan dengan sesama manusia, alam semesta, dan Allah yang menciptakannya.
 
Hal itu menyebabkan sebuah sajak yang baik menyediakan pintu bagi pembaca untuk memasukinya, memperoleh pengalaman kebahasaan sekaligus pengalaman keruhanian, hikmah bagi manusia dan kemanusiaannya.
 
“Chemistry” Puisi Faiz Adittian
 
Faiz Adittian bukanlah Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra, Taufiq Ismail, Wiji Thukul, yang punya latar sejarah di luar teks sastra yang dia tuliskan. Faiz Adittian hanyalah mengandalkan teks sajak yang dia tuliskan. Faiz Adittian juga bukanlah seorang Ahmad Tohari, yang memiliki “...tanah kelahiran yang mengingatkan peristiwa panjang”, sehingga menghidupi semua cerpen dan novelnya. Faiz Adittian tidaklah memilih untuk menghadirkan pengetahuan di dalam sajaknya, melainkan menggambarkan peristiwa yang dia transendensikan kepada pengalaman keruhanian paling asasi yakni “...kata ibu dan mata yang enak dipandang itu...” (sajak “Wajah yang Cerah”, Radar Banyumas, Minggu, 21-6-2020). Hal itu dikarenakan semua keindahan dan kebaikan akan berpuncak kepada cinta-kasih-sayang seorang ibu. Dari ibulah dimensi keruhanian mengalami “Isra dan mikraj” sehingga bertemulah kesadaran kemanusian dengan kesadaran ketuhanan.
 
Dalam pandangan ruhaniah yang demikian, apakah sebuah sajak berangkat dari bahasa, ataukah sesungguhnya setiap pengalaman keruhanian itu menghadirkan bahasanya sendiri? Dalam sajak “Wajah yang Cerah” juga, Faiz Adittian menghadirkan peristiwa puisi “...sedingin kabut yang turun kutemukan puisi yang menyerap seluruh malam ke dalam kata-kata.” Maknanya, puisi haruslah ditemukan, dan ketika puisi itu ditemukan, maka puisi itu menyerap seluruh malam ke dalam kata-kata. Akan tetapi, gambaran akan puisi semacam itu merupakan tingkat “keyakinan” dari seorang Faiz Adittian. Apakah “keyakinan” itu dia peroleh dari pengetahuan yang bersumber dari buku, ataukah dari pengalaman keruhanian? Sekali lagi, Faiz Adittian mengaku, “...tak ada yang benar-benar kuyakini selain kata ibu dan mata yang enak di pandang itu...”, berarti “keyakinan” itu baru dia tumbuhkan dari “pengetahuan”, belum dari pengalaman ruhani dia sebagai pengamal. 
 
Sekalipun dalam sajak “Ketika Kapal-kapal Bersandar” (Radar Banyumas, Minggu, 19-4-2020) Faiz Adittian “memandang malam dari pantaimu/ sudah lelah aku merahasiakan/ seluruh kalimat yang telah kucatat...”; hal itu disebabkan dia memasuki pengalaman ruhani, tanpa berpikir bagaimana bahasa melukiskannya. Pengalaman ruhani itu sendiri merupakan bahasanya sendiri yang puitis, estetik sekaligus etik. Akan tetapi, dalam sajak ini pula Faiz Adittian setengah hati menggali pengalaman ruhaninya sehingga dia masih terpukau oleh bahasa, bukan bahasa yang terpukau oleh pengalaman ruhaninya, karenanya “...separuh dari keyakinanku/ seperti pinggiran kota yang kumuh/ dari jendela-jendela apartemen/ ada pintu kecil terlihat di jauh laut...”. Sajak lain Faiz Adittian adalah “Angin Sore” (Ibid.); “Pantai Kesepuluh”, “Teluk Pananjung”, “Jalan Berkelok”, “Gerbang Perbatasan”, “Padang Yarang” (Radar Banyumas, Minggu, 22-4-2018).
 
Dalam perpuisian Faiz Adittian yang orisinal, keterpukauan bahasa terhadap “keindahan” pengalaman ruhani ini menjadikan bahasa tercelup secara kimiawi ke dalam pengalaman ruhani yang menjadi peristiwa puisi, sehingga sudah tidak ada lagi perbedaan antara pengalaman ruhani ibarat air, dan bahasa puisi ibarat gulanya. Dalam sajak “Nongchik, 18” (Radar Banyumas, 19-4-2020) dan senafasnya, perpuisian Faiz Adittian tidak hanya repot menata bagaimana metafora itu harus segar serupa “airmata di luar pagar” sebab setiap ruh itu memiliki badannya sendiri, tidak akan tertukar, kapan ia berada dan harus pergi: “seperti apa kematian?/ jatuh di kepala lelaki/ dan sepasang peluru/ tidak kenal siapa orang// tidak tertinggal darah/ dalam rentang waktu/ yang tercatat pada artefak// meski ketakutan menjadi hantu/ datang dari jalan yang sepi dan lengang/ mengetuk pintu rumah/ sebagai pelancong yang ingin kawin/ dengan gadis dan kemudian menghilang// mereka tidak kenal siapa/ atau alamat tinggal/ yang ditemukan dalam bubuk mesiu// mereka hanya air mata/ yang dicium sebagai jejak dosa/ di kepala yang ditembus peluru/ seperti kematian/ berdarah tidak menyakitkan/ kata seorang kepada malaikat/ menggandeng tangannya/ ke sebuah pemakaman” (2020).

*) Penulis adalah penyair, dan menjadi dosen negeri di IAIN Purwokerto. http://sastra-indonesia.com/2021/07/hikmah-pembaca-chemistry-pengalaman-kebahasaan-dan-keruhanian-puisi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt