Rabu, 28 Juli 2021

Menikuskan Tikus

F. Rahardi *
 
Jikalau tikus-tikus sudah menjadi tidak seperti tikus lagi lantaran tak mau maling dan jinaknya bukan main hingga dia mau saja kita elus-elus lalu ketika kita masukkan ke saku celana dia diam saja, apa jadinya dengan manusia. Mereka pasti sudah menjadi tidak seperti manusia lagi hingga gemar sekali di tempat gelap untuk berbuat seperti tikus dan kadangkala menyuruk-nyurukkan moncongnya yang juga berkumis apabila kedapatan olehnya apa saja yang patut untuk disuruki moncong. Ini tak boleh terjadi. Hingga tikus harus kembali kita tikuskan dan kita biarkan maling apa saja atau janganlah dia diusik walaupun dengan ganas menggeragoti makanan manusia yang memang ditakdirkan juga menjadi makanannya. Aku lalu tidak berani lagi mengejar-ngejar dia atau memasang perangkap. Dan tatkala dia dengan berani memanjat tubuhku lalu menggeragoti bibirku yang baru saja melahap ikan asin, kubiarkan saja sambil menahan sakit yang ditimbulkannya. Bahkan ketika istriku kaget dan menjerit aku tetap tenang dan bilang :
 
“Tenang. Aku tetap manusia dan dia normal sebagai tikus”.
“Kalau begitu, meskipun manusia, kamu ini sudah sinting. Lihat bibirmu, berdarah kan?”
“Biar”.
“Itu kan bisa diobati”.
“Lalu tikus-tikus itu?”
“Biarkan saja, itu sudah perangainya. Sebagai manusia kita ini harus tetap menjadi manusia. Hanya paling-paling lebih dituntut untuk berhati-hati”.
“Tidak bisa”.
“Lalu?”
“Tikus-tikus itu harus binasa”.
“Itu juga tidak bisa. Bayangkan sekali beranak berapa. Dan kau hamil sekali dia sudah melahirkan enam kali”.
“Kalau begitu kita harus menjinakkannya”.
 
Betul. Sejak malam itu istriku selalu menyediakan makanan yang lezat-lezat di atas meja. Dan ketika barisan tikus itu menyerbunya dibiarkannya saja hingga makanan itu dalam sekejap saja ludas. Dia membuka lemari dan tempat beraspun tak pernah ditutupnya lagi. Sedikit demi sedikit dia melatih tikus itu agar menjadi jinak dan mau dipegang-pegang. Karena biasa diberi makan, lama-kelamaan usaha istriku ini berhasil. Bahkan ketika usahanya ini akan menemui kegagalan lantaran perbuatan seekor kucing, dengan ganas binatang itu dicincang dan dagingnya disajikan pada tikus piaraannya. Akibat dari perbuatannya ini tikus memang menjadi sangat jinak. Dia mau dielus-elus dan dipegang, bahkan tak jarang ada anak-anak tikus yang keluar masuk kutang dan dasternya. Makanan memang tak pernah lagi dicuri sebab telah disajikan dengan aman di tempat terbuka. Aku tak perlu repot lagi menjahitkan bibirku karena sejak itu tikus yang memanjat tubuhku bukan bermaksud untuk menggigit bibirku tapi sekedar berolahraga sambil bercanda menggodaku. Aku senang sekali melihat hasil jerih payah istriku. Tapi ketika uang rapelanku turun, segera kuantar dia ke depan penghulu untuk kuceraikan. Sejak itu aku menjadi duda dan istriku pun sekarang menjadi seperti manusia lagi. Sering kulihat dia keluar masuk di tempat-tempat yang gelap entah apa saja yang dikerjakannya di sana, hanya saja aku berharap dia tetap seorang manusia dan tak pernah berbuat seperti tikus.
 
Akibat dari perceraian itu anggaran belanja istriku untuk para tikus terpaksa dikurangi sedikit, hingga akhirnya dihapuskan sama sekali. Dia terpaksa membeli beras hanya khusus untuk dirinya sendiri. Dan ketika inipun sulit untuk dilaksanakannya terpaksalah dia menggantinya dengan singkong. Dan entah bagaimana caranya dia tetap bisa bertahan hidup. Entah sebagai manusia seratus persen atau sebagai tikus sekian persen aku kurang begitu tahu. Yang jelas dia tetap tabah dan bertahan. Justru aku yang dalam keadaan ini kerepotan.
 
Seperti lazimnya manusia yang dikaruniai kelamin laki-laki dan kebetulan juga normal bentuk serta kerjanya, lama-kelamaan hidupku tambah runyam. Aku memang tetap bisa menggauli wanita-wanita gituan, tapi jelas bukan secara teratur tiap malam seperti yang kuharapkan. Soalnya anggaran untuk itu kelewat besar bila dibiarkan. Hitung punya hitung akhirnya kuputuskanlah untuk kembali saja menemui istriku. Tapi apa katanya?
 
“Aku kan bukan lagi istrimu?”
“Tapi aku kan laki-laki dan kau perempuan?”
“Tapi aku tetap bukan istrimu lagi. Aku tidak mau”.
“Tapi dengan lelaki lain mau?”
“Tapi kau kan bukan tikus yang mampu menunggangi tikus lain yang bukan bininya? Katanya kau manusia?”
“Ya, tapi aku mampu menunggangimu. Maksudku aku mampu membayarmu”.
“Tapi aku tidak mau. Aku tidak mau!”
 
Baiklah, aku mengalah. Malam itu aku terpaksa kembali pada langgananku. Maksudku langganan bakti. Karena perutku lapar, makanlah aku kenyang-kenyang. Sejak menduda aku memang selalu makan di luar. Dalam bulan-bulan biasa memang tak ada persoalan. Tapi ketika bulan Ramadhan tiba repotlah semua. Aku terpaksa bekerja sambil menanggung lapar dan haus. Bukan hanya di siang hari tapi juga malamnya, sebab tak ada warung yang buka di sekitar tempat tinggalku. Untuk mengatasi keadaan ini datanglah aku menemui bekas istriku lagi. Dia nampak sedang masak dan nampaknya enak sekali yang dimasaknya.
 
“Hallo!” Seruku di depan pintu. Dia kaget dan melongok.
“Datang lagi?”
“Ya. Sedang masak apa, nampaknya kok enak?”
“Jelas enak karena ini paha ayam, itu nasinya dan sambalnya juga siap sebentar lagi.
“Tepat kalau begitu. Aku juga sudah lapar kok”.
“Ya, silahkan. Teruskanlah laparmu, aku mau makan sendirian”.
“Jangan keterlaluan”.
“Siapa yang keterlaluan?”
“Kamu!”
“Lo, ini kan hasil jerih payahku sendiri, masakan kau mau minta?”
“Bukan minta. Ini aku juga bisa kalau disuruh membayar”.
“Sori, ini bukan warung bakti”.
“Tapi aku sudah sangat lapar dan sekarang tak ada warung yang buka lantaran bulan Ramadhan”.
“Aku tak mau tahu, kita kan sudah tak ada hubungan!”
 
Bajingan! Aku lalu mengumpat dan pergi. Tapi sesampai di rumah aku tak kunjung bisa memejamkan mata. Kalau tikus sudah tidak seperti tikus lagi, manusia memang celaka. Bayangkan, yang namanya tikus saja tak pernah dia kelaparan. Masakan aku yang konon makhluk lebih mulia sampai terpaksa puasa siang-malam sebulan lamanya. Esoknya aku tak berangkat kerja dan buru-buru kutemui bekas, sekali lagi “bekas” istriku. Sayang dia tak ada di rumah. Sorenya aku kembali lagi dan kukatakan terus terang bahwa aku ingin sekali kembali padanya.
 
“Baik, katanya dengan tegas. Tapi carikan rumah yang lebih layak untuk tinggal seorang manusia, hingga tikus-tikus tidak kerasan tinggal di sana”.
 
Permintaan bekas istriku itu kusanggupi. Aku akan mencari rumah yang lebih baik dari rumah yang kami tempati dulu. Karena gajiku memang tak memenuhi syarat untuk keperluan itu, padahal kemampuan untuk ngobyek dengan cara lain tak diwariskan oleh kedua orang tuaku, terpaksalah aku menempuh jalan tengah. Untung pekerjaanku memang melibatkan tanganku untuk memegang serta menimang-nimang uang. Dalam waktu yang singkat sifatku sebagai manusia kusisihkan untuk kemudian kuganti dengan moncong tikus yang lincah dan rakus. Angka-angka kusulap supaya yang kusikat tak lekas tersingkap. Dengan rapi seluruh manusia di kantorku kuberi rezeki, mulai dari atasanku sampai tukang pel dan sapu, semua mendapat bagian. Dengan kata lain kugiring mereka itu untuk ikut serta ramai-ramai menjadi tikus, hingga segala periketikusanku menjadi sah dan aman. Dan beberapa bulan kemudian aku memang sudah kembali beristri dan menempati sebuah rumah yang lebih layak untuk ditempati manusia. Sekarang aku tak perlu lagi terganggu oleh tikus-tikus yang memanjat dan menggigit bibirku. Juga istriku tak perlu repot dengan menyediakan anggaran belanja ganda untuk manusia dan tikus-tikusnya. Tapi baru saja kebahagiaan ini kukecap, datanglah semprotan yang tajam dari pihak atasan.
 
“Kalau duit kantor mau kau korbankan hanya demi kepentingan menikuskan kembali tikus, lebih baik kamu menjadi tikus saja sekalian”.
“Maksudnya?”
“Kalau kau ini maling duit kantor hanya untuk mendapatkan rumah yang tak bertikus, lebih baik kujebloskan saja kau ke kandang tikus”.
“Jadi seharusnya kupakai untuk apa duit itu?”
“Untuk apa? Seharusnya tak boleh dipakai, tak boleh dicuri. kau tak boleh korupsi, tahu?”
“Tapi kan bapak ikut makan?”
“Stop! Coba buktikan!”
 
Aku terhuyung. Aku terhuyung-huyung masuk ke kamar tahanan. Aku ditahan dan tidur serta berak bercampur dengan tikus-tikus. Mereka itu tikus-tikus yang kuat; yang pernah membunuh, ada yang memperkosa tetangga, ada yang merampok bank dan lain-lain. Bludrekku kumat. Di sini susah mataku membedakan mana yang manusia dan mana yang tikus sesungguhnya. Sebab kalau malam tiba, tikus yang sesungguhnya itu hanya melintas. Tak mau dia berhenti di ruang tahanan ini karena memang tak ada yang pantas untuk dicuri. Atau lantaran ngeri menyaksikan tikus-tikus lain yang lebih rakus dari dia sendiri?
***
 
Sumber : Buku Kentrung Itelile, Penerbit Puspa Swara, Tahun 1993.

*) F. Rahardi, lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah; 10 Juni 1950. Penulis puisi, cerita pendek, artikel, esai, kritik sastra, novel dan buku-buku non fiksi sejak tahun 1969. Kumpulan Puisi Tuyul (Pustaka Sastra 1990) mendapatkan Penghargaan Badan Bahasa 1995. Prosa lirik Negeri Badak (Visi Media 2007) mendapatkan penghargaan SEA Write Award 2009. Novel Lembata (Lamalera 2008) mendapatkan penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2009. http://sastra-indonesia.com/2021/07/menikuskan-tikus/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt