Sabtu, 31 Juli 2021

Rahasia Kumari

Agus Dermawan T
Suara Pembaruan, 04 Nov 2007
 
Tanggal 7 bulan 7 tahun 2007 jam 7 pagi terlanjur dimitoskan orang sebagai waktu yang istimewa. Oleh karena itu studio Radio Swarakita pada jam, tanggal dan bulan itu banyak menerima tawaran siaran langsung dari berbagai pihak. Seorang pendeta jauh hari telah meminta radio untuk membuka pintu untuknya, agar pada saat itu ia bisa siaran khotbahnya. Seorang pengusaha muda dan sebuah grup band yang siap moncer juga menyorongkan jadwal yang sama. Seorang politisi anggota DPR ingin berbicara tentang "Indonesia yang lebih baik" pada jam 7 pula. Begitu juga seorang kyai yang biasanya menyiarkan dakwah magrib di radio itu.
 
Radio Swarakita tentu tak mungkin melayani wawancara mereka satu per satu. Bukankah jam 7 hari magis itu hanyalah berlangsung sekali saja? Untuk tidak mengecewakan semuanya, radio lalu mengambil keputusan untuk menghadirkan mereka secara simultan. Berkumpul di studio pada jam yang sama, dan ramai-ramai diwawancara.
 
Kumari, pembantu studio radio Swarakita mendadak luar biasa sibuk mempersiapkan segala sesuatu. Pada pagi buta ia telah diminta untuk menyediakan kebutuhan konsumsi para tamu radio itu. Ia bertanya-tanya kepada diri sendiri, mengapa kali ini semuanya minta jadwal siaran pagi sekali. Ia akhirnya tahu jawaban atas hal itu dari sopir studio yang sejak subuh hari menemaninya.
 
"Nanti jam tujuh 'kan bersanding dengan tanggal tujuh bulan tujuh tahun duaributujuh. Sama dengan Sabtu Kliwon Jumadi Akir satu sembilan ampat puluh. Atau tanggal duapuluhdua Jum Tsaniyah satu ampat dua lapan kata kalender Arab. Alias tanggal 23 Xiao Shu tahun Babi. Hehehe. Pada saat itu segala sesuatu yang dilakukan akan menghasilkan kebaikan tujuh turunan. Karena tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah tujuh kalau dimistik 'kan dualapan. Kamu tahu 'kan kalau dualapan itu kode surga di langit ketujuh," kata si sopir.
 
Atas jawaban yang terdengar meyakinkan itu Kumari, atau Kummy nama suratnya, atau Kum panggilannya, percaya tujuh kali.
 
Kum pembantu kantor yang cantik. Belia seranum mangga arumanis muda. Kulitnya coklat gula Jawa. Hidungnya indah dan matanya jinak selayak mripat Banowati dalam jagad wayang purwa. Tubuhnya ideal untuk ukuran perempuan yang keluar dari dusun Alastengah. Tingkah lakunya bermartabat bagai bumiputeri penerima turis mancanagari. Banyak yang berkeyakinan, apabila Basoeki Abdullah masih hidup, pelukis besar itu akan gembira memungut Kum sebagai modelnya. Hiperbolis, kata teman yang tidak pernah melihatnya. Tapi itulah kenyataan.
 
"Kamu itu peri hutan yang nyasar ke metropolitan," kata beberapa personel grup band diwawancara radio itu. "Kum, kamu agamanya apa?" tanya sang pendeta dengan pretensius pada suatu hari yang sejuk lantaran hujan. "Negara berkewajiban membawa dirimu sampai ke perguruan tinggi. Kamu jangan jadi pembantu lagi," kata anggota DPR. "Di kantor saya butuh orang kayak kamu, Kum," bisik si pengusaha muda keturunan Tionghoa. "Kamu lebih cocok jadi pengasuh anak-anak saya yang masih kecil-kecil di rumah," kata sang kyai.
 
Namun semua pertanyaan dan pernyataan di atas tidak ada yang lebih menarik daripada kalimat sopir yang jadi karibnya itu. "Tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah tujuh dimistik...." Maka, ketika matahari belum persis menggantung di tengah langit, Kum menghadap majikannya.
 
"Ibu, saya izin untuk pulang ke kampung. Nanti malam," kata Kum dengan sopan. Tentu saja Bu Majikan terkejut.
 
"Lho, kenapa pulang?".
 
"Anu, Bu, saya hamil. Saya perlu istirahat di kampung"
 
"Hamil? Lho, lho, lho. Hamil berapa bulan?" tanya Bu Majikan sambil menatap perut Kum yang memang nampak sedikit menggembung.
 
"Lima bulanlah, Bu."
 
"Lima bulan?"
 
"Ya. Kata orang pada bulan kelima roh bayi sudah ditiup masuk..."
 
"Suamimu sudah tahu kalau kamu hamil?"
 
"Berarti dua bulan lagi saya mitoni, Bu."
 
"Yang Ibu tanya, apakah suamimu sudah tahu berita gembira ini?"
 
"Kalau tidak istirahat di kampung, bahaya untuk janin..."
 
"Kum, jangan nyelimur. Apakah suamimu sudah tahu?"
 
"Anu. Tentu saja dia tahu, Bu. Karena itu saya disuruh pulang."
 
"Tapi kenapa harus buru-buru?"
 
"Ini tanggal tujuh bulan tujuh, Bu. Kata orang, ini tanggal yang baik untuk pulang."
 
Sang majikan agak tersentak mendengarnya. Wajahnya mulai menyimpan kejengkelan.
***
 
Siang itu di kantor radio Swarakita terjadi ketegangan. Karena sepengetahuan Bu Majikan, suami Kum yang ada di dusun Alastengah hampir setahun tidak pernah mengunjunginya. Sementara Kum bunting 5 bulan. Aha, siapakah yang bertandang ke bilik Kum? Bu Majikan itu pun berusaha mengajaknya bicara dari ke hati. Ia ingin agar Kum mengaku, siapa yang bercocoktanam di pelatarannya.
 
"Kum, selama bekerja di sini kamu aku anggap sebagai anak sendiri. Karena itu, kamu ngaku saja, siapa yang menghamili kamu?" tanya Bu Majikan dalam pertemuan empat mata di sebuah ruang tertutup.
 
Selama belasan detik Kum terdiam, untuk kemudian menjawab.
 
"Suami saya, Bu".
 
Bu Majikan mengerutkan keningnya.
 
"Begini Kum. Coba hitung, kapan kamu terakhir ketemu suamimu. Dan sekarang kamu sedang hamil berapa bulan? Tidak masuk akal, Kum."
 
Kum terdiam cukup lama. Keringat dingin tumbuh di keningnya.
 
"Lho, kan bisa saja, Bu. Sungguh, saya cuma dengan suami saya."
 
"Kum, Ibu tidak mau kamu berbohong. Kalau kamu pulang ke kampung dan diketahui kamu hamil lima bulan, suamimu pasti marah. Orangtuamu bingung. Orang kampung pasti ngamuk. Mereka akan datang ke Ibu minta pertanggungjawaban. Kum, kamu ngaku saja sekarang. Nanti akan Ibu selesaikan masalahnya."
 
Kum kembali diam seribu bahasa.
 
"Begini saja Kum. Ibu beri kamu waktu satu jam untuk berpikir, dan kemudian mengaku. Satu jam lagi kamu datang ke Ibu, dan mengaku," kata Bu Majikan dengan suara sangat sabar.
***
 
Di kamarnya Bu Majikan termangu-mangu. Matanya jauh menatap ke luar jendela seraya benaknya menduga-duga. Di sudut ruang kantor radio Kum duduk ngungun. Pikirannya terbang jauh melantun.
 
- Aku curiga besar kepada si sopir kribo itu. Pastilah ini cerita klasik hubungan sopir dengan pembantu. Kum, tidakkah kamu tahu bahwa si sopir itu sudah beristri? Apa kamu setuju poligami? Yang bener aja Kum! Padahal kamu pernah mengucap saloka dalam bahasa Jawa, ojo nrajang grumbul ono macane. Jangan menerobos semak-semak yang ada harimaunya. Itu artinya kamu tidak akan mengambil lelaki milik perempuan lain!
 
- Wah, wah. Pikiran Ibu mulai ke mana-mana, nih!
 
- Aku pikir Kum orangnya jujur. Ia tak akan memfitnah siapa pun untuk mencari korban agar dirinya aman. Dengan Bram, menantuku yang selama ini selalu berbaik hati kepadanya? Busyet! Berbaik kepada semua orang dengan beragam tingkatan sosialnya, aku jugalah yang mengajarkannya. Sebagai direktur radio menantuku tak akan mengorbankan reputasinya.
 
- Eit, Ibu kok ngelantur? Bu, cowok-cowok pemain band itu ganteng-ganteng lho. Mereka energik dan tidak main narkoba. Ia menyenangkan sekali, Bu! Tak bedanya dengan pengusaha muda yang selalu berdasi itu.....
 
- O ya, suamiku menegaskan bahwa sebagai pembantu cantik Kum adalah makhluk lemah yang berada di bawah kekuasaan banyak orang. Yang lemah adalah bibit dari banyak perkara, lantaran ia gampang menumbuhkan kesombongan lelaki yang adigang, adigung dan adiguna.
 
- Nyuwun pangapunten, Bu. Maaf. Bukankah adigang itu artinya lebih kuat, adigung itu lebih luhur, adiguna itu lebih pintar? Kum suka semua itu!
 
- Kamu mulai mengacaukan pikiranku, Kum. Lalu bagaimana Sutardji. Ya, wartawan radio Swarakita yang pernah dipukuli oleh puluhan orang ketika meliput kebakaran Pasar Kebalen yang konon dibakar itu. Aku ingat kamu marah besar kepada polisi yang menuduh Sutardji sebagai provokator. Masak melapor kejadian dengan telepon genggam dianggap provokator? Kala itu kamu menangis tersedu-sedu 'kan? Tangisan yang seperti itu tentulah menandakan kamu ada hubungan. Alaaah Kum, ngaku sajalah.
 
- Wah, Ibu masih juga berpikir berliku-liku. Tapi apa pun yang terjadi, Kum akan selalu teringat kepada Ibu. Saya sebagai manusia yang perlu sepotong hidup, sungguh membutuhkan Ibu. Seperti Ibu sebagai anggota masyarakat terhormat yang memerlukan kehidupan. Dalam mewujudkan kehidupan, Ibu pastilah memerlukan orang-orang seperti Kum. Bu, saya bisa berkata begini karena sering mendengarkan radio kita, yang suka menyiarkan cerita kebajikan hidup manusia.
 
Bu, setelah pulang kali ini, kemungkinan besar Kum tidak kembali ke kota, dan tidak bekerja lagi di Radio Swarakita. Tapi, Bu, nanti beberapa tahun kemudian setelah tinggal di desa, saya akan tulis surat kepada Ibu.
 
"Halo Ibu yang baik, ini cerita tentang putra Kum, Supitu namanya. Lucu lho, Bu. Rambutnya kribo seperti sopir yang baik hati itu. Wajahnya ganteng seperti Mas Bram. Matanya sipit seperti Om Pengusaha. Suka baca buku seperti suami Ibu. Senang mengajari seperti Pak Pendeta. Ia mulai fasih mengaji seperti Pak Kyai, Bu. Suaranya bagus kayak tenoris. Jago ngomong seperti anggota DPR. Kalau lihat orang main gitar ia selalu ingin ikutan. Supitu juga pemberani seperti wartawan Sutardji. Kata orang semua keberuntungan ini karena mistikan angka tujuh. Saya tetap beruntung Bu, walau saya hidup di desa yang dari hari ke hari semakin melarat saja. Padahal katanya Indonesia sudah 65 tahun merdeka". Tandatangan : Kummy.
 
Bu Majikan tergeragap membaca surat itu. Kepalanya langsung puyeng tujuh keliling. Kum! Kamu itu langit listrik kena getah setan tiada. Lha, ## @@@ % &#& @***banjir baju arsitek Herigendut bikin apa. Makan es Haripoter radio kita! Aiih, kamu bikin aku puyeng saja, Kum! Paramex ada?
***
 
"Ibu, saya mohon pulang kampung malam ini. Saya akan ambil bus ke jurusan Solo. Dari Solo ke Sragen. Dari Sragen di Sukodono, dan langsung ke Alastengah. Suami saya sudah menunggu. Boleh ya, Bu" kata Kum mengharap.
 
Bu Majikan yang sedang pusing tak bisa berbuat apa-apa. Dengan setengah marah ia terpaksa mengizinkannya. Di terminal bus Kum buru-buru masuk ke toilet. Di dalam toilet ia membuka stagen yang meliliti bagian badannya, yang menyebabkan perutnya sedikit menggembung dan nampak seperti hamil lima bulan. Lalu, bagai kijang kencana Kum yang langsing itu melompat ke atas bus "Hidup Bahagia". Pada jam 7 malam lebih 7 menit dan 7 detik bus bertolak dari Jakarta untuk membawa Kumari ke desa.
***

Jakarta, Juli 2007. http://sastra-indonesia.com/2021/07/rahasia-kumari/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt