Kamis, 29 Juli 2021

Stigmatisasi Sastra Indonesia

Maria Magdalena Bhoernomo *
Seputar Indonesia, 23 Sep 2007
 
STIGMATISASI sastra Indonesia menjadi “sastra kelamin”, “sastra imperialis”, “sastra kontekstual”, “sastra pedalaman”, “sastra Islami”, “sastra kiri”, “sastra pop” dan lain sebagainya, perlukah?
 
Pertanyaan ini agaknya cukup penting untuk didiskusikan karena faktanya tidak membuat sastra Indonesia lebih akrab dengan masyarakat Indonesia. Mungkin saja pihak-pihak yang melakukan stigmatisasi sastra Indonesia berkepentingan positif. Misalnya, ingin membuat sastra Indonesia lebih akrab dengan kelompok masyarakat tertentu.
 
Kepentingan demikian mungkin menyembunyikan tujuan tertentu, seperti ingin mengajak kelompok tertentu bersedia memberikan apresiasi terhadap sastra secara lebih proporsional. Atau,ada tujuan lain seperti ingin menempatkan sastra Indonesia (yang telah mengalami stigmatisasi) tidak lagi terasing dari kelompok masyarakat mana pun karena faktanya yang disebut sebagai masyarakat Indonesia juga telah mengalami stigmatisasi-stigmatisasi.
 
Tujuan ini bisa juga dikaitkan dengan keinginan untuk membangkitkan minat kelompok masyarakat tertentu terhadap sastra. Jika stigmatisasi sastra Indonesia memang bertujuan seperti yang terpapar di atas,hal itu layak dihargai.Misalnya,jika sastra Indonesia sudah diberi stigma sebagai “sastra Islami”,kemudian kaum muslim ramai-ramai mengapresiasi dan juga ramai-ramai memproduksi karya sastra sehingga pada akhirnya tidak ada lagi fenomena keterasingan sastra di tengah masyarakat kita sebagaimana yang selama ini berlangsung.
 
Kasus larisnya novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman mungkin bisa dikatakan sebagai hasil stigmatisasi sastra Indonesia sebagai “sastra Islami”, jika merujuk mayoritas pembacanya yang terdiri atas kalangan berjilbab.Kasus ini bisa menjadi fenomena yang cukup mendukung upaya mengembangkan apresiasi sastra Indonesia manakala didukung mutu.Artinya,sebuah novel bercitra sebagai “sastra Islami”bisa laris bukan semata-mata berkat promosi gencar dan dukungan apresiasi yang bersifat fanatisme maupun sentimentalisme religius kelompok tertentu yang kebetulan mayoritas di Indonesia.
***
 
Data empiris banyak membuktikan bahwa stigmatisasi sastra Indonesia (baca: sastra berbahasa Indonesia) tidak banyak mendukung perkembangan apresiasi dan produktivitas sastra Indonesia manakala hanya bertujuan untuk menimbulkan fanatisme dan sentimentalisme yang berkaitan dengan agama, ideologi,dan ras tertentu. Misalnya, sebelum dan selama Orde Baru, betapa sastra Indonesia mengalami stigmatisasi menjadi “sastra kiri”dan “sastra kanan” yang ternyata justru menyeret sastra menjadi bagian dari propaganda politik yang ujung-ujungnya merugikan sastra itu sendiri.
 
Betapa banyak buku sastra yang dibakar atau dibredel. Betapa banyak sastrawan yang terpenjara secara fisik maupun psikologis dan terbunuh karakternya serta terpinggirkan dari media publikasi. Data empiris tersebut sampai sekarang masih menyisakan trauma yang mendalam. Trauma itu kemudian melahirkan generasi yang terasing terhadap karya sastra bangsa sendiri.
 
Di tingkat akar rumput, sampai sekarang masih berlangsung antipati terhadap karya-karya sastra yang ditulis oleh kelompok sastrawan yang dulunya dianggap sebagai musuh. Sampai sekarang masih banyak orangtua yang melarang anak-anaknya membaca novel-novel yang ditulis oleh sastrawan tertentu yang dulunya menjadi musuh politiknya meskipun novelnovel tersebut sangat bagus dan bahkan masuk kategori “sastra dunia” karena telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di banyak negara.
 
Mengingat fakta buruk tersebut,jika kini masih ada upaya stigmatisasi sastra Indonesia layak dicemaskan karena akibatnya bisa jadi tidak akan menguntungkan generasi berikutnya. Apa pun latar belakang agama-ras-ideologinya,kita selayaknya berharap generasi berikutnya akan menjadi generasi yang mampu memberikan apresiasi tinggi terhadap sastra sebagai produk peradaban manusia yang memang selayaknya diapresiasi.
 
Kita juga layak berharap dalam dunia yang telah mengglobal ini tidak ada lagi anak-anak yang takut membaca sastra karena kebetulan penulisnya berbeda agama, berbeda aliran politik maupun berbeda ras. Rasanya sangat konyol jika masih ada sementara pihak yang mendorong lahirnya generasi yang alergi terhadap karya sastra tertentu karena hal ini tidak menguntungkan siapa pun.
 
Sebaik-baiknya generasi di dunia global ini tentu generasi yang membuka matanya lebar-lebar agar tahu banyak hal sehingga memiliki wawasan luas, tapi tetap teguh pada keimanan dan kebangsaannya daripada generasi yang sengaja menutup mata atau memakai kacamata minus sehingga tidak dapat mengetahui perkembangan kebudayaan yang berlangsung di sekitarnya.
***
 
Berkaitan dengan stigmatisasi sastra Indonesia menjadi sastra-sastra tertentu yang ujung-ujungnya bisa merugikan perkembangan apresiasi terhadap sastra, sebenarnya ada masalah besar yang lebih layak diurus agar tidak menjadi kendala abadi bagi upaya penghapusan citra keterasingan sastra kita di tengah masyarakat kita sendiri,yakni masalah keadilan dan proporsionalitas publikasi atau sosialisasi sastra.
 
Kita layak mengajak semua pihak (terutama pemegang otoritas media) untuk sama-sama menghormati kualitas sebagai satu-satunya hal yang harus diutamakan dalam urusan publikasi atau sosialisasi sastra Indonesia yang ditulis oleh siapa pun. Misalnya, rubrik sastra yang terbuka di koran-koran atau majalah sastra seperti Horison jangan sampai menjadi media yang cenderung berbau sektarian, apalagi kolusi dan nepotisme.Jangan biarkan rubrik sastra yang makin sempit atau majalah Horison yang nasibnya mirip bonsai, tidak lagi mengutamakan kualitas karya sastra, melainkan mengutamakan sastrawan-sastrawan tertentu saja.
 
Untuk menegakkan keadilan dan proporsionalitas media publikasi sastra memang tidak mudah, ketika banyak sastrawan produktif berada di dalamnya dan ikut memegang otoritas. Dan belakangan ini,semakin banyak sastrawan yang mengeluhkan ketidakadilan dan ketidakproporsionalan media publikasi sastra kita. Ada yang mengeluh bahwa koran-koran tertentu telah menjadi media arisan antarsastrawan tertentu sehingga sastrawan yang tidak bergabung tidak mungkin bisa terpublikasikan karyanya.
 
Ada juga yang mengeluh, majalah Horison bukan lagi menjadi barometer perkembangan mutu sastra Indonesia karena banyak sastrawan Indonesia yang tidak pernah mengirimkan karyanya untuk dipublikasikannya. Ada juga yang mengeluh betapa sejumlah penerbit hanya bersedia menerbitkan karya sastra yang memiliki tema-tema tertentu dan yang ditulis oleh sastrawan-sastrawan tertentu.
 
Keluhan-keluhan tersebut bisa jadi sangat cengeng, tapi ada baiknya menjadi alarm untuk meningkatkan keadilan dan proporsionalitas media publikasi sastra kita. Kalau ternyata keluhankeluhan tersebut ada benarnya, sebenarnya media publikasi sastra kita juga telah dengan terbuka melakukan stigmatisasi sastra Indonesia.
 
Dan jika ternyata tingkat apresiasi sastra Indonesia cenderung selalu sangat rendah dibandingkan dengan perkembangan populasi penduduk Indonesia, misalnya hampir mayoritas buku sastra kurang laku, mungkin itulah akibat yang ditimbulkannya. Sayang sekali.
***
 
*) Maria Magdalena Bhoernomo, Pesastra dan penikmat sastra. http://sastra-indonesia.com/2011/05/stigmatisasi-sastra-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt