Suara Karya, 10 Nov 2007
Titan turun dari sebuah kendaraan umum bersama seorang anak lelaki kecil dan mungil.Nampaknya anak ini bandel.Tangan kiri dan tangan kanan Titan nampak cukup berat dibebani oleh barang-barang yang dijinjingnya penuh kesulitan. Sehingga nampak kerepotan ketika hendak menyeberangi jalanraya yang ramai kendaraan Beserta anak bandelnya itu ia bermaksud hendak menyeberangi jalanraya yang ramai lalulintas kendaraan. Untuk menyeberangi jalan raya menuju ke arah seberang anak yang bandel itu nampaknya ingin lepas menyeberang sendiri.
Tiba-tiba muncul Surya yang saat itu juga bermaksud menyeberangi jalanraya searah lintasan Titan menuju ke arah trotoar di depan mereka. Surya dengan sigap meraih tangan si kecil membantu penyeberangan. Titan merasakan rasa ihlas yang memancar dari lubuk jiwa Surya dalam menolong nya. Tanpa rasa pamrih karena semuanya berlangsung begitu saja Tanpa skenario yang dirancang sebelumnya dan mengalir begitu saja!Dari sini awal terjalinnya persahabatan akrab yang kemudian tumbuh dan berkembang dengan baik. Keduanya, Titan dan Surya, menjalin tali silaturrahmi dengan akrab sekali. Dalam pergaulan selanjutnya saling menghormati atas perbedaan-perbedaan yang ada pada bentuk mata, warna dan dialek suara, maupun cara berpikir. Menanam pohon kebajikan bersama dan menuai buah pohon kebajikan bersama pula. Begitulah cara mereka menjinakkan perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara mereka.
Suatu ketika mereka bertemu di sebuah trotoar jalan raya yang padat suara lalu lintas jalanraya Keduanya berjalan beriringan dengan berbagai percakapan yang mengasyikkan. Sekali-sekali mengalir tawa dari mulut mereka sampai akhirnya mereka tiba pada sebuah ruang terbuka yang menghijau mirip sebuah lembah indah. Sebuah tempat terbuka untuk membebaskan berbagai ruwet pikiran Saat itu terik matahari sangat menyengat. Orang-orang mulai beringsut dari berbagai kegiatan memasuki taman-taman rindang.Ada yang berdiri di bawah pohon-pohon yang merimbun sambil menikmati silir angin. Sebagian lagi membaringkan dirinya di atas hamparan rumput menghijau.
Hampir tak ada percakapan di antara Titan dan Surya.Ditengah kebisuan percakapan, masing-masing menikmati kicau burung jalak yang berterbangan dari dari pucuk pohonan yang satu ke pucuk pohonan yang lain serta cereceh burung-burung kecil yang lincah berterbangan di atas rumput. Masih saja keduanya berjalan beriringan , lintasan demi lintasan. Ketika sampai pada sebuah perempatan jalan raya yang megah dengan lampu-lampu pengatur lalulintas mereka berpisah.Masing-masing memang memiliki arah tujuan yang berbeda.
Surya telah tiba pada sebuah tempat luas yang menghijau. Berbagai pohon lindung berdiri dengan rindang di sana. Orang-orang sekampung benar-benar menjaga tempat yang satu ini. Batang dan dahan-dahan yang telah mengering dipotong dengan baik-baik.Hujan dan udara segar menumbuhkan tunas-tunas baru yang siap menggantikan batang dan dahan-dahan yang telah menua.
Sesudah kehadiran Surya, datang pula beberapa orang ke tempat rindang yang luas itu. Di sana sini berdiri batang-batang pohon rindang memberi rasa sejuk udara di sekelilingnya. Orang-orang seperti bertumpuk di atas lahan yang telah tertata dengan indah dan penuh keasrian. Lahan yang luas itu pun seperti memanggil-manggil kepada banyak orang. Semakin lama luas permukaan tanah menjadi padat orang-orang. Mereka terus bergerak. Ada yang memperbaiki parit-parit kecil yang menggelilingi lahan. Sebagian lagi membuat gundukan tanah. Akhirnya membentuk perbukitan yang indah.
Dan bukit itu pun semakin menjadi sempurna karena orang-orang terus bergerak seperti sebuah mesin. Dari hari yang satu ke hari yang lain, dari minggu yang satu ke minggu yang lain. Pada wajah mereka nampak rasa lelah , namun secuil pun tak mereka hiraukan.
Tiba-tiba dari balik sebuah pucuk pohon besar yang berdiri di salah satu sudut lapangan yang terbuka itu terdengar suara sangat menggugah jiwa. Begitu lembut dan mengharukan.
Aku mencintaimu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena dirimu
Cinta karena diriku
Adalah keadaanku senantiasa mengingatmu
Cinta karena dirimu
Adalah keadaanmu mengungkapkan tabir hingga engkau kulihat
Baik untuk ini maupun untuk itu pujian bukanlah bagiku
Bagimu pujian untuk kesemuanya
Surya berbisik kepada seseorang yang duduk bersimpuh di sebelahnya, ” Nyanyian pujian yang sangat indah dari Rabi’ah al ‘Adawiah. Mahabbah, mahabbah! Surya mengetuk pintu jiwanya, “Nyanyian persajakan dari golongan orang-orang sufi calon penghuni sorga.” Beberapa orang nampak meneteskan airmata rasa haru. Beberapa orang yang lain senyap dalam sujudnya yang berkepanjangan.Anak-anak bersama orang tuanya turut bersimpuh. Surya bergelimang dalam bayang masa kanak-kanaknya dalam suasana surau yang sejuk dan penuh kedamaian.Wajah mereka berseri-seri walau dalam kelelahan tak terkirakan. Seperti rasa lelah para penari angkasa yang telah selesai menyelesaikan tugasnya di atas pentas langit.
Orang-orang berhamburan meninggalkan lapangan terbuka yang banyak menghibur mereka. Dan bahkan memberi banyak kekuatan untuk menahan rasa lelah mereka. Surya sendiri dalam perjalanan pulang berpapasan pula dengan Titan. Kemudian mereka melintasi jalanan kecil yang tak begitu jauh dari lapangan terbuka.
“Bayangkan kalau bom diletakkan di tengah lapangan!” bisik Titan ke arah Surya
“Dalam suasana sedemikian khusuknya Allah selalu melindungi mereka!”tutur Surya
“Nampaknya mereka sangat fanatik pada bukit.”
“Tidak, bukit itu hanya sebagai tempat untuk melenyapkan persekongkolan jin dedemit Mereka selalu berkeliaran dan ingin menguasai seputar tempat ini.”
Pada suatu hari terjadi kesibukan yang luar biasa di sana. Walaupun dalam kondisi yang sangat lelah orang-orang menyiapkan sebuah prosesi yang bakal digelar malam nanti. Orang-orang mengangkat keranjang demi keranjang yang berisikan tanah hasil kerukan parit-parit.
Terus ditumpuk-tumpukkan di sekujur tubuh dan puncak bukit. Bukit menjadi lebih sempurna. Orang-orang seperti kawanan semut yang tak pernah merasa lelah dalam menumpuk-numpukkan makanan ke dalam gudang makanan.Ada juga yang memapras semak-semak liar yang tumbuh di sekitar parit-parit.Parit pun menjadi sungai-sungai kecil yang indah dipandang mata. Orang-orang memang melihatnya dengan mata kepercayaan yang bersih.
Malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Di atas permukaan lahan terbuka yang sejuk itu pun berdatangan orang-orang menunggu rembulan datang. Rembulan bakal datang ! Sebagian berdiri di atas bukit memain-mainkan jari-jari tangan menghitung bintang-bintang yang berserakan di langit.Sebagian lagi memasuki gumpalan kabut senyap.Arus senyap terus mengalir memasuki lahan terbuka, orang-orang menikmatinya seperti menikmati arus syahdu musik tengah malam yang lengang. Apakah rembulan pasti muncul di puncak bukit?
Ya, pasti muncul. Rembulan ingin bersemayam beberapa waktu di atas bukit. Sehingga bukit menjadi lebih sempurna. Hanya orang-orang sabar dan tekun saja yang dapat menemui rembulan di atas bukit yang telah disempurnakan. Mereka adalah orang-orang yang telah menjernihkan dirinya sebagai bentuk kesabaran yang khusuk.
Sebesar-besarnya khusuk kesabaran!
Akhirnya setelah sekian lama dalam waktu penantian, rebulan pun datang Rembulan tiba di atas bukit dengan kendaraan sunyi. Di sekitar bukit sunyi. Orang-orang menangkap puncak sunyi. Tak terdengar gesekan daun-daun. Seluruhnya larut dalam kedalaman sunyi yang mencekam. Sedikit pun tak terdengar hiruk pikuk. Sebagian dari mereka melepaskan burung-burung dari sangkarnya Sebagai penghormatan atas kunjungan rembulan. Sebagian lagi asyik memetik tangkai-tangkai sunyi.Konon sebagai upacara untuk membersihkan jiwa yang liar dan dholim.
Rembulan pun datang dengan jubah keputihan yang benderang. Dan tersenyum bangga menyaksikan berbagai pesta jiwa yang mereka lakukan Rembulan menyiramkan cahaya keemasan Rembulan mengguyurkan cahaya yang benderang di seluruh permukaan. Orang-orang mandi dalam telaga cahaya.
Kemudian mereka bergegas menuju ke arah puncak bukit, saling berebut untuk sampai di kaki dan jubah rembulan. Saling berebut mencium jubah dan kaki rembulan.Sungguh baik hati rembulan.Saling bertaut antara bukit, rembulan, dan orang-orang yang selalu setia dalam kesabaran menahan berbagai rasa amarah Pertautan penuh dengan suasana mesra di antara ketiga-tiganya. Orang-orang terus berenang di atas telaga cahaya dengan mata jiwa yang menjernih. Dalam khusuk kesabaran beribadah!
Tiba saatnya rembulan pulang kembali ke tempat kediamannya. Suatu tempat yang terletak jauh di kedalaman kedalaman.. Sampai akhirnya rembulan lenyap dari pandangan mereka. Mereka juga belum bisa menafsirkan apa pun yang bakal terjadi. Bagaimana nasib selanjutnya atas bukit yang telah mereka bangun dengan rasa kesetiaan yang ihlas.
Adakah bukit yang telah disempurnakan itu mampu bertahan atas ribuan gempuran. Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Bukit yang mereka bangun itu pun bisa saja longsor dan rusak. Bahkan ambrol yang disebabkan oleh keteledoran mereka sendiri. Pohon demi pohon rindang dibiarkan terus merana. Bahkan pohon-pohon yang merindangkan itu pun banyak yang ditebang dengan semena-mena.
Jkt. l998/2007 http://sastra-indonesia.com/2011/01/menunggu-rembulan-datang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar