SUATU hari saya duduk-duduk di teras dan menyaksikan orang yang lewat di depan rumah. Saat itu ada seorang perempuan yang singgah menanyakan rumah seseorang yang merupakan teman kuliahnya. Menyaksikan paras wanita yang ternyata mahasiswi tersebut, kontan saya berujar, “Kuntui bulang sampulo angngappak”. (Artinya: Seperti bulan empat belas). Tetangga baru yang mendengar saya berujar bertanya, “Maksudnya apa tadi pak?” Saya jelaskan bahwa itu ungkapan terhadap seseorang gadis yang sangat cantik. Ternyata Basa Kabuyu-buyu (sastra tutur Makassar) sudah banyak dilupakan, terlupakan, bahkan sama sekali tidak diketahui oleh masyarakatnya sendiri.
Dalam sastra daerah Makassar dikenal namanya Paruntuk Kana, yaitu semacam Peribahasa atau Pepatah dalam Bahasa Indonesia. Saat ini Paruntuk Kana sudah banyak dilupakan masyarakat Makassar sebagai bagian dari pengajaran budaya, padahal dulunya basa kabuyu-buyu (sastra tutur) ini dimaksudkan memperhalus budi pekerti, mengenalkan tata krama ataupun untuk menyindir / mengingatkan bahwa sesuatu perbuatan itu tidak baik dilakukan. Dan berikut ini beberapa contoh ungkapan ‘Paruntuk Kana’:
“Singkamma miong tugguru ana’na” Artinya: Seperti kucing yang jatuh anaknya. Dimaksudkan terhadap seseorang yang bekerja sembrono, tidak memperhatikan baik buruknya yang dia kerjakan.
“Manre dongik tai tedong” Artinya: Makannya seperti burung pipit, tetapi kotorannya seperti tahi kerbau. Maksudnya Besar pasak daripada tiang.
“Kapala rupa’” Artinya Tebal muka. Makna kiasannya: Nikanagi mange ri tau kurang sirika, Orang yang tidak punya rasa malu.
“Kontoi pak na Palu-palu” Artinya: Seperti pahat dengan palu. Makna kiasannya: Biasa dikatakan terhadap obat yang sangat mujarab bila dikenakan kepada orang sakit.
“Kammai rappo nipue’ rua” Artinya: Seperti pinang dibelah dua. Maksudnya: Bagaikan orang yang bersaudara kembar sulit dibedakan.
“Kammai jeknek aklete ri lekopacco” Artinya: Seperti air meniti di daun talas. Maksudnya: Bagaikan Orang yang tidak tetap Pendiriannya.
“Kamma linta natabaya jekne tambako” Artinya: Seperti lintah dikena air tembakau. Maksudnya: Orang yang langsung diam setelah ditantang pembicaraannya.
“Dallek-dallek ulara’” Artinya: rezeki ular. Maksudnya: Rezeki untung-untungan.
“Eja tompiseng na doang” Artinya: nanti merah baru udang. Maksudnya: Orang yang nekat melakukan sesuatu sehingga tidak perduli apapun yang bakal terjadi.
“Erokak na baddilik bulo” Artinya: Dia mau menembak saya dengan bedil bambu. Dimaksudkan seseorang yang mau mengetahui rahasia seseorang.
“Ia Le’bak Ampalembai ri Kaddaro” Artinya: Persis dia yang memindahkan ke tempurung kelapa. Dikatakan kepada seseorang yang berperilaku seperti orang tuanya.
“Jarung naboya pangkuluk tappelak” Artinya: Jarum dicari, kapak yang hilang. Maksudnya ingin mendapatkan sesuatu yang tidak berarti tetapi dia kehilangan yang lebih besar.
“Tu Bajiki Pantarak” Artinya: Orang baik di luar. Maksudnya sindiran kepada orang yang kelihatannya baik, akan tetapi berhati jelek.
Semoga Bermanfaat Adanya. 01 May 2011 http://sastra-indonesia.com/2012/01/mengenal-paruntuk-kana-dalam-sastra-makassar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar