Jumat, 06 Desember 2013

Tak Hanya Belajar Mengejar Angka

Tiyasa Jati Pramono *

Pemerintah mengisyaratkan untuk menaikkan standar kelulusan Ujian Nasional (UN) di tahun ajaran 2008/2009 yang akan mencapai angka enam. Harian Media Indonesia edisi 7 Agustus 2006 menurunkan pernyataan Kepala Biro kerja sama luar negeri Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Gatot Hari Priowirjanto, mengatakan bahwa nilai kelulusan itu akan ditawarkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) bertajuk Revitalisasi Pendidikan Nasional, yang melibatkan 46 pakar pendidikan di Indonesia.
Angka 6 untuk syarat kelulusan UN 2009 itu tertuang dalam rencana strategis Depdiknas. Peningkatan angka kelulusan berkaitan menaikkan mutu pendidikan nasional, agar bisa bersaing di era global, khususnya bidang pendidikan. Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara lain di dunia.

Betapa bernafsunya pemerintah menaikkan standard UN setiap tahunnya. Hasrat meningkatkan standar kelulusan UN tentu dilihat dari perspektif competitive, dapat bermakna positif. Apalagi tujuan yang ingin dicapai demi menyiapkan para lulusan pendidikan di level pendidikan dasar dan menengah bisa bersaing menguat.

Namun selama ini banyak pihak merasa dirugikan atau melihat berjubel masalah yang harus dibenahi dari sistem penilaian tersebut. Apalagi hingga kini problem UN terus dalam polemik, terbukti masih ada gugatan terhadap eksistensinya. Walau pemerintah bersikeras melaksanakan UN dan bahkan berencana menaikkan standar kelulusan (SKL), UN sendiri masih dalam ruang kontroversi, yang bukan saja di internal pendidikan, juga kontrovesi secara eksternal di tataran pembuat kebijakan.

Harian Kompas tanggal 27 September 2006 memuat tentang kontroversi antara Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, dengan Komisi X DPR yang mendesak agar dilakukan perubahan pada landasan yuridis UN. Namun Mendiknas menolak melakukan perubahan, sebab beberapa pertimbangan. Bahkan, di harian Kompas edisi 28 September 2006, banyak pihak menyesalkan penolakan Mendiknas atas revisi PP SNP, seperti Federasi Guru Independen Indonesia (FGII). Tetapi Mendiknas tetap bersikeras tidak melakukan perubahan. Pendeknya, hingga kini UN masih terus diperdebatkan pihak-pihak yang berkompeten.

Agaknya, desakan untuk perubahan atau revisi terhadap PP Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang diperdebatkan, dan adanya semangat tinggi pihak pemerintah menaikkan standar nilai UN di tahun 2007 dan 2009, kiranya pemerintah mau bersikap bijak melihat masalah yang muncul. Persoalan pelaksanaan dan rencana menaikkan standar kelulusan UN memang perlu ditinjau dan dikaji. Karena, didasarkan pada realitas yang terjadi dengan coba identifikasi persoalan yang ada selama pelaksanaan UN yang sudah berjalan bertahun-tahun. Pemerintah sebaiknya bisa menganalisis faktor internal dan eksternal yang membuat masalah UN jadi kontroversial. Dengan demikian, akan ditemukan jalan keluar atau tawaran solusi dalam mencari ukuran keberhasilan pendidikan kita.

Terlepas perdebatan di atas, ada sisi lain yang mungkin perlu diamati dalam pendidikan kita terkait sistem penilaian pendidikan yang dilakukan selama ini. Ada perubahan besar terjadi dalam sistem pembelajaran yang dijalankan di sekolah, baik di kalangan peserta didik pun pendidik (guru, kepala sekolah) serta orang tua, dan pihak pejabat pendidikan di daerah. Mungkin ini lebih tepat disebut distorsi dalam dunia pendidikan kita.

Apa gerangan yang terjadi? Barangkali, sebagai orang tua, kita perlu bertanya ke diri sendiri tatkala mengantarkan anak ke bangku pendidikan yang bersebut sekolah. Mengapa mengantarkan anak-anak kita belajar di sekolah? Pendeknya, apa yang kita cari dari bangku sekolah? Inilah sejumlah pertanyaan yang mestinya dijawab dahulu.

Setiap kita punya tujuan dan harapan ketika mengantarkan anak ke sekolah. Ada bertujuan memberi kecakapan hidup (life skill), ada yang berharap agar anaknya kelak jadi manusia yang cerdas dan pintar; berilmu pengetahuan, punya sikap baik serta terbekali ketrampilannya. Sebab itu, ketika anak menggeluti pendidikan di sekolah, diharuskan belajar sejumlah ilmu pengetahuan, nilai-nilai serta ketrampilan. Sebab itu pendidikan di sekolah dan di luar sekolah, menyentuh tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotorik). Tiga domain ini bagian dari tujuan pembelajaran. Apa yang ingin dicapai dari proses pembelajaran ialah terjadinya perubahan pada ketiga ranah tersebut. Perubahan perilaku yang lebih baik, setelah melalui proses belajar.

Bila merujuk pada tujuan pendidikan nasional, bahwa pendidikan nasional yang dituangkan di Undang-Undang Nomor 2 /1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan tujuannya dalam bab II, pasal 4: mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya; beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur serta memiliki pengetahuan, ketrampilan, sehat jasmani dan rohani. Orientasinya pada perubahan perilaku yang baik sebagai wujud manusia Indonesia yang utuh, dilandasi akhlak dan budi pekerti luhur. Tapi, apa yang terjadi dewasa ini sehubungan kuatnya politik evaluasi pendidikan, yang dijalankan di lembaga pendidikan kita.

Percaya atau tidak, distorsi yang terjadi saat kini berubahnya paradigma belajar, dan tujuan belajar dari kalangan peserta didik. Realitas pendidikan kita di sekolah, ada kecendrungan dimana anak belajar di sekolah, yang dikejar bukan ilmu, tapi nilai yang menjelma bentuk angka-angka. Kenyataan ini bisa ditemukan kalau para guru mau bertanya secara sederhana kepada anak-anak di kelas. Pertanyaan itu ialah “Apa target belajar anda pada semester ini?” Para guru akan menemukan jawabannya. Cukup praktis, demi mendapati nilai atau angka rapor yang tinggi. Misalnya angka raport tujuh, delapan, bahkan sembilan. Walau angka itu tak layak disandangnya.

Pertanyaan lanjutan yang perlu diajukan, mengapa peserta didik hanya mengejar angka? Banyak kemungkinan jawaban yang bisa dikedepankan. Antaranya, pertama peserta didik menjadi sangat tertekan bila mendapati angka raportnya rendah. Kedua, orang tua juga bangga dengan perolehan nilai anak yang tinggi, walau kalau dites kemampuan anaknya tidak mencapai angka tersebut. Maka tak heran kalau ada orang tua yang berani meminta agar guru menaikkan nilai (angka) rapor anak. Ketiga para guru merasa malu, jika anak didiknya mendapat angka rendah, maka jalan keluarnya mendongkraknya. Ke empat berkaitan nilai UN, ada perasaan takut pada atasan yang dialami kepala sekolah, misal takut jabatannya dicopot, apabila nilai yang diperoleh para siswa di sekolahnya rendah.

Maka, kepala sekolah yang mengetahui prestasi bobrok itu, berusaha mengejar angka-angka yang baik. Semua itu mendorong terjadinya manipulasi angka dengan berbagai modus operandi di sekolah. Akibatnya, apa yang dicari anak, orang tua, guru, kepala sekolah, dan para pejabat pendidikan di daerah, bukan lagi nilai hakiki, yakni kemampuan optimal dari ketiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik), yang dikejar hanyalah angka-angka. Kalau begini realitasnya sistem pembelajaran, maka perubahan apa yang bakal diperoleh dalam mengantarkan kualitas pendidikan kita, yang mampu bersaing dengan bangsa lain dalam konteks global? Dan Quo vadis pendidikan kita? Angka, atau ketrampilan hidup? Mari cari jawabannya bersama.

*) Tiyasa Jati Pramono, S.Pd., Guru SMA Immersion STKIP PGRI Ponorogo.
Sumber: Majalah Dinamika PGRI Ponorogo
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/12/tak-hanya-belajar-mengejar-angka/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt