Naskah Teater karya : Rakai Lukman *
SINOPSIS
Sulaiman yang telah memakan separuh buah delima yang ditemukannya di bantaran sungai. Kemudian sulaiman sadar, ia telah memakan buah belum halal, lalu ia cari pemiliknya. Ternyata seorang kiai, yang mana kiai ini memberi syarat kehalalan delima dengan menggembalakan kambingnya tiga tahun tanpa upah, berziarah wali songo dengan jalan kaki, dan sarat yang terakhir harus mempersunting putri sang kiai, yang buta, tuli, bisu dan pincang.
Tapi ini bukan kisah Sulaiman, melainkan kisah putri kiai yang menanti kedatangan Sulaiman. Dia Faizah yang rupawan, hafal alquran, disiplin ibadah dan tak pernah terperdaya oleh kemaksiatan. Ini bercerita tentang kesetiaanya menghadapi godaan para demit, yang takut akan keberadaan Faizah, yang menurut ramalannya akan menghancurkan keberadaan para demit.
PARA PEMAIN
1. FAIZAH
2. IBU FAIZAH
3. RATU DEMIT
4. DEMIT I (DEVISI PENDIDIKAN)
5. DEMIT II (DEVISI EKONOMI)
6. DEMIT III (DEVISI BUDAYA)
7. DEMIT IV (DEVISI SPIRITUAL)
BABAK I
(DI SEBUAH RUANG TAMU, SUASANA SORE HARI, MENJELANG MAGRIB, LANGIT MENDUNG, DI BAWAH TEMARAM LAMPU. SEORANG PEREMPUAN DUDUK DI KURSI DI DEPANNYA ADA MEJA TAMU YANG DI ATASNYA ADA SEPARUH DELIMA)
(SUARA BATIN FAIZAH DARI BALIK LAYAR)
pergantian demi pergantian kelopak waktu
mengeja kepergian menunggu kepulangan
suara suara batin bergolak, sayap sayap mimpi
tergolek lemas di meja tunggu, tik tok jarum jam
menggambar cemasku
: kearifan dari tualang panjang di tanah para wali
yang dilupa jejak keanggunannya, yang dipinta sekedar ke-ampuan-nya
wisata wisata rohani yang alpa, nisan-nisan yang terlanjur mendewa
menjelma rumah rumah peribadatan semu, tahlil dan doa-doa salah alamat
yang tanpak hanya gundukan kuburan doa
Delima separuh tergeletak di meja tunggu adalah bukti setiamu
kujaga dari lalat penggoda dan ulat pembusuk dadaku-dadamu
dalam tidur-jaga, berserah mesra dalam timangan kudroh irodah-Nya)
IBU FAIZAH : (keluar dari dapur dengan membawa secangkir teh). Iza, kenapa kau melamun begitu puteri semata wayangku?
FAIZAH : (terbangun dari lamunannya) eh Ibu, iza tidak melamun bu. Tapi...
IBU FAIZAH : Tapi apa?
FAIZAH : itu bu, Aba itu kok tega-teganya?
IBU FAIZAH : loh kok begitu, pasti persoalan Sulaiman yang disuruh abamu, berziarah pada Sembilan wali berjalan kaki?
FAIZAH : Iya Bu, Aba itu loh kuno, klasik. Tega-teganya, kang Sulaiman sudah disuruh menggembala kambingnya selama tiga tahun, tanpa gaji tanpa upah yang layak, bukankah seorang yang bekerja harus diberi upah sebelum kering keringatnya. Lah kang sulaiman hanya dikasih makan dan minum, itu pun waktu sepertiga malam terakhir dan saat kumandang adzan magrib.
IBU FAIZAH : ya begitulah Abamu, katanya Dakwah bukan sekedar celoteh, enak didengar, sekedar kulitnya, bahkan kerap kali ia mengkritik, kiai dan penda’I kok pintar banyol, melucu kayak pelawak aja, mending ia ikutan stan up komedi, biar sekalian jadi juara dan artis idola. Harusnya dakwah bil hal, bukanya omong sampai berbusa-busa saja. Begitu celoteh Abamu, saat bantu bantu ibu cuci piring di dapur.
FAIZAH : Ya, ya bu, Aba itu membingungkan, hari begini kok disuruh ziarah wali songo pakai jalan kaki, lah kan sekarang sudah banyak transportasi; bis, angkutan umum, kereta api, sepeda motor, apalagi bekalnya, cuma makan jagung gorengan pasir, itu pun hanya satu botol tanggung, dimakan tiga butir dua kali pas sebelum kumandang subuh dan saat kumandang adzan magrib, begitu pesan Aba saat kudengar pesannya pada kang sulaiman di balik tirai dua bulan silam.
IBU FAIZAH : ya begitulah, Izah. Riyadho, berlatih menahan hafa nafsu meski dihidangkan seribu menu kelezatan dunia harus tetap gigih dan tidak melahapnya.
FAIZAH : Ibu, Aba itu, betul betul membingungan, bukankah awal-awal dulu kang sulaiman datang menemui Aba, sudah minta maaf atas khilafnya, ia merasa berdosa sebab memakan buah delima yang ditemukannya di pinggir sungai, sampai sampai kang Sulaiman menyusuri sungai sepanjang tiga kilometer untuk mencari pemilik delima, itu pun tidak habis dilahap kang sulaiman, dan lihatlah bu, separuh delima itu masih tampak segar.
IBU FAIZAH : itulah perlambang Izah, kesetiaan dan kegigihan sulaiman dalam melatih dan menempa perjalanan rohaninya,
FAIZAH : ya bu, aku percaya. Di samping itu ada juga persoalan yang membuat batinku bertanya tanya, ketika Aba menawarkan kang sulaiman untuk mempersuntingku, Aba bilang, Sulaiman akan dimaafkan sepenuhnya dan menghalalkan separuh delima yang telah terlanjur masuk perut itu dengan harus dan wajib menikahiku, dengan bercerita pada Sulaiman, bahwa saya ini buta, tuli, pincang, bisu dan wajah saya tidak layak dilihat, alias si buruk rupa.
IBU FAIZAH : itu juga perlambang iza, kamu itu cantik, inner beauty-mu sungguh menawan, belum ada mata-mata jahat penuh nafsu menatapmu, juga pribadimu yang bagus, lentik jemarimu tidak pernah disentuh lelaki yang bukan muhrim, dan kakimu tidak pernah melangkah menuju sarang maksiat, juga mulutmu yang selalu basah dengan dzikir dan bacaan alquran, dan tidak ada sedikitpun dari bibirmu bau busuk pergunjingan.
FAIZAH : Begitu ya bu, ya sudah saya berserah saja, semoga kang sulaiman selamat jasad dan bathinnya.
IBU FAIZAH : Alhamdulillah, akhirnya kamu paham puteriku, semoga karunia dan keberkahan selalu bersamamu, ibu mau menyiapkan makan malam Abamu dulu.
(IBU FAIZAH MASUK KE KAMAR, TINGGAL FAIZAH SENDIRIAN DI RUANG TAMU SAMBIL KEMBALI MEMILIN TASBIH DAN BERDOA AKAN KESELAMATAN SULAIMAN, KEMUDIAN LAMPU PADAM DAN SUASANA BERGANTI DENGAN ISTANA NEGERI PARA DEMIT)
(SIDANG PARA DEMIT, RATU DEMIT BESERTA EMPAT STAFNYA)
RATU DEMIT : Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, haduh salah, loh kok ketularan virus orang orang yang sok muslim itu, waduh, halo, helo every body, selamat menunaikan ibadah kegelapan, tubuh tubuh gelap, fikir fikir gelap, kebijakan kebijakan gelap, nyali nyali gelap, harta harta gelap, kaum kaum gelap, para penggelap, serba peteng dedet n kumuh adalah kesukaanku. Era kegelapan sudah di ambang pintu, sebentar lagi pesta gelap dan gunungan sahwat akan digelar, bagaimana dengan hasil kerja kalian, wahai staf kebanggaanku!
DEMIT I : Daulah Tuanku, kami dari devisi pendidikan kegelapan, siap melaporkan hasil kerja kami, langkah kegelapan kami struktural dan sistemik bunda Ratu, di mana kebijakan kebijakan yang kami rancaukan lewat kementrian pendidikan, kurikulumnya selalu tidak tuntas, berganti-ganti, tiap ganti mentri ganti kurikulum, ujung-ujungnya buat tender buku dan pelatihan pelatihan yang tidak adanya guna, alias mubadzir, generasi mudanya akan mandul dalam melangkah dan otomatis akan sesat dalam kegelapan ilmu pengetahuannya. Sekolah sekolah sudah kami kacaukan lewat bantuan bantuan yang sarat pertikaian, guru-gurunya sudah berebut sertifikasi dan melupa anak didiknya, masuk kelas sekedarnya, gemar memangsa waktu saudara-saudaranya, siswa-siswanya tidak lagi menuntut ilmu, tapi dituntut ilmu, dipaksa banyak ujiannya dari pada menjunjung harkat ilmu pengetahuan, sekolahnya hanya menunggu waktu dapat ijazah, mampu atau tidak mampu dalam pengetahuan sama saja, diloloskan dengan alasan kasian orang tuanya sudah habis banyak biaya.
RATU DEMIT : BAgus, Bagus, Wao ini berita bagus, sungguh sungguh kerjamu bagus, bagaimana dengan pesantren, yang katanya pondasi pendidikan agama negeri ini?
DEMIT I : Dan yang lebih menggembirakan, pesantren-pesantren sudah hilang kadar ihlasnya, ustad-ustadnya meminta bisyarah layaknya buruh pabrik saja, kiai kiainya sudah mabuk politik, makelaran dan lupa mendoakan santrinya. itu laporan sementara kami, bunda ratu
RATU DEMIT : Well, Well, Good Good, Astaghfirullah,
DEMIT II : Loh loh, Bunda Ratu kok ketularan kaum yang beriman itu,
RATU DEMIT : Ya ya, I AM SORRY, weleh weleh, kok jadi sering keseleo lidah, sekali lagi sory, sory, bagus, selalu lakukan perbaikan dan up date terus sistemnya ya, DEMIT I laporan saya terima, lanjutkan! selanjutnya, bagaimana Dengan devisi ekonomi?
DEMIT II : Daulah Bunda Ratu, Kami laporkan hasil kerja kami, pasar pasar tradisional sudah menggunung riba, kios kios telah berlomba-lomba minta penglarisan, jimat jimat sudah dipasang, menjadi kepercayaan yang menggalahkan solat dhuha. Bahkan kerap berburuk sangka dengan kawan dagangnya, seteru seteru dan saling maki sudah biasa, dan yang begitu indahnya, di desa desa sudah mencongol mini market minimarket yang pelan-pelan membunuh ekonomi para jelata, sebab kalo semua sudah kesepian akan uang, orang orang culun itu akan mudah terperangkap pada jaring kufur,
RATU DEMIT : Wao keren juga kerjamu, betul betul visioner, Subhanallah
DEMIT II : Loh loh Bunda ratu, kok lidahnya terpeleset, ikut ikutan kaum yang agamanya hanya warisan orang tuanya, ya.
RATU DEMIT : Sory brooo, sory, just kidding, ternyata keyakinan kaumku sungguh tangguh, beda dengan imannya orang orang itu yang sudah low battery, bentar bentar minta dices..
Lalu bagaimana dengan kalangan atas?
DEMIT II : Oh mereka, ini lebih keren lagi bunda ratu, para pejabat negeri katulistiwa ini, sudah laksana penjahat, mereka mengundang investor investor dari negeri atas angin, bersenjata investasi untuk merampok negeri katulistiwa, system system dan kebijakan pemerintahanya sudah pesanan, bahkan kerap kali presidennya juga pesanan, pesanan para sekutu saudagar-saudagar negeri atas angin, asoy bukan, bunda Ratu?
RATU DEMIT : Betul betul kerja bagus, rupanya sudah musimnya kartal (perselingkuhan politikus dengan saudagar rakus), good, good! , Bagaimana dengan perkreditan?
DEMIT II : Oh oh, kredit? Ini jurus paling ampuh, mesin pembunuh, dari panci sampai mobil semua sudah dikreditkan, sekali masuk lingkaran jurang kredit, orang orang itu bakal kacau balau, keuangan tak terarah, juga kartu kredit sudah merambah di jantung petani petani desa, dari nelayan sampai buruh kebun teh, mereka jadi santapan empuk pasukan setan kreditku, hhe he, laporan sementara, selesai, capek omong soal satu ini bunda ratu, cukup ya?
RATU DEMIT : Boleh, boleh dicukupan, dimaklumi, sebab tingkatan spiritual tertinggi itu maklumillah.
DEMIT III : Loh loh bunda Ratu, kok pake lillah lillah, bisa-bisa kualat Bunda Ratu, kualat dalam kebajikan loo, he he
RATU DEMIT : Santai saja, kan Cuma di lidah saja, gak sampai ke hati, saya kan cuma kopi paste saja, dari kaum yang sok agamawan, memberi fatwa dan petuah, hanya sekedar di bibir dan tulisan saja, bahkan kerap kali malah menimbulkan pertikaian, padahal hati mereka busuk, lebih busuk dari yang sudah direncanakan oleh nenek moyang kita, iblis. Lantas bagaimana dengan kondisi budaya negeri katulistiwa?
DEMIT III : Oo, orang orang tolol itu sudah bermewah mewah, amat konsumeris, kaum budayawannya pada linglung, sudah ketemu jalan buntu, bahkan mereka kerap terjangkit penyakit politikus, saling rebut tender tender budaya, karnaval karnaval dan upacara upacara hanya sekedar ceremonial sibuk rebutan kulit lupa akan isi, penyair penyairnya terperangkap dalam medsos, imaji-imaji dangkal, karya karya masih bajang, tanpa perenungan, berenangan di altar peradaban dangkal, bahkan kerapkali miskin identitas, tak ada pijakan tradisi sama sekali, liar bukan?
RATU DEMIT : Good good, sungguh mengesankan, kerja bagus, al hamdulillah, alias syukurin deh kalian yang sok puitis, yang sudah dungu diikuti oleh orang dungu lagi..
DEMIT III : Haduh Bunda Ratu, bunda ratu, bisa bisa kita gak jadi masuk neraka, malah tersesat di kesejukan surga, mandi di telaga kautsar, bermandikan madu dan susu
RATU DEMIT : Ah, mimpi niye..hayalan tingkat tinggi, kita ini kan sudah dikontrak jadi penghuni neraka, MOU-nya sudah jelas kan, ngikut aja deh sama mbah-mbah buyut kita, loh ya, mana si devisi spiritual?
DEMIT II : Kami tidak tahu bunda ratu
DEMIT I : Sudah dua bulan ini kami tidak menjumpainya
DEMIT III : Katanya sih tersesat dalam dunia gossip dan opini murahan
DEMIT I : Hush, kata siapa?
DEMIT III : Katanya, katanya temanku berkata temannya mendengar dari temannya, teman temannya
DEMIT II : Loh kok mutasil banget, runtut gitu loo, lama lama kita kayak mereka pandai berdasas desus, bual sana bual sini, obral gombal ke mana mana, dasar demit kelas teri
DEMIT I : Ngece kamu, bangsat kamu, buaya bunting kamu
RATU DEMIT : Stop, hentikan! sesama saudara kok berseteru, penuh kepentingan, saling mencekal, saling Sandra, saling buka kartu, tuh lama-lama ketahuan kebusukan yang kalian simpan rapat di punggung dan gudang gudang sampah kekuasaan, kayak orang orang negeri katulistiwa saja.
(SUASANA MENEGANG SEJENAK, TIBA-TIBA DEMIT IV DATANG TERGESA-GESA, DENGAN MEMBAWA HP ANDROID, BERPAKAIAN RAPI, PAKAI JAS, BERSEPATU, BERKOPYAH HITAM)
DEMIT IV : Ampun, beribu ampun, Bunda Ratu! Maaf atas ketidak disiplinanku, ini karena kondisi mendesak, darurat Ratu, darurat, ramalan akan kehancuran kaum kita sudah ada tanda-tandanya, ajaran ajaran yang telah diwariskan eyang dajjal, sebelum dibelenggu, akan segera ludes terbakar,
RATU DEMIT : Kamu jangan mengada-ngada, memang ada ramalan, masa demit kok percaya ramalan, nanti musyrik loo, mana buktinya?
DEMIT II : Bunda ratu, ini pinter buat sindiran ya, bisa-bisa, gara-gara bunda ratu, orang orang itu malah bangkit sibuk beribadah, bunda ratu, ingat petuah yang jarang dipakai oleh mereka kaum yang sok beriman itu, lihat yang dikata bukan yang berkata.
DEMIT IV : (Sambil membuka-buka HP Androidnya) ini era canggih, kalian kalian ini tradisionel, gaptek, ndeso, sudah saatnya pakai kotak ajaib ini, semua ibarat rumah kaca, mudah terbaca.
DEMIT I : Huh gayamu, le le, dasar bau kencur
DEMIT II : Dasar demit kemarin sore!
DEMIT III : Pamer !
RATU DEMIT : cukup, hentikan! Sekarang mana bukti tanda-tanda kehancuran kita?
DEMIT IV : Baiklah, data-data sudah kami kumpulkan, baik kuantitaf maupun kualitatif, pisau analisa juga kami siapkan, asumsi-asumsi sudah kami susun sedemikian rupa, bahkan hamper kami peroleh sintesa, kesimpulan sementara,
DEMIT III : Loh loh kok kamu sok intelektuil gitu, itu kan punya mahasiswa
DEMIT IV : Kan harus gaul gitulah, persoalan spiritual juga bisa dimaterialkan, dianalisa sampai ke akar akarnya, lewat gejala-gejalanya
RATU DEMIT : Sudah, sudah, kamu devisi spiritual, demit yang telat datang, kok malah gak merasa salah, pamer kepintaran lagi, belagu kamu, bisa bisa tak cabut SK-mu, atau saya mutasi kamu ke kutub utara
DEMIT IV : Ampun bunda Ratu, ampun, jangan pecat saya, jangan mutasi saya. Begini bunda ratu, di sebuah kampung dekat bengawan solo, ada seorang puteri kiai yang alim.
RATU DEMIT : Ah itu sudah biasa, sholatnya tertib kan, gemar baca dan hafal alquran kan, bakti sama orang tuanya kan, paling paling dia nanti terperangkap dalam kesombongan ilmu, ibadahnya, dan biasanya berjalan pongah, bicaranya sok paling benar, kan.
DEMIT IV : Ini beda bunda ratu, sungguh beda, tauhidnya begitu kokoh mengakar di jantung dan sanubarinya, syariat telah mengalir bersama urat darahnya, tariqohnya penuh istiqomah dan suluknya bersahaja, hampir-hampir ma’rifat, benih benih hakekat hampir tumbuh, kalbunya memancarkan cahaya di atas cahaya, pikir dan kesetiaan menggumpal serupa intan permata, sepertinya tidak ada cela menggodanya, menyusun tipu daya apa saja sepertinya percuma. Serupa tanda-tanda yang dilukiskan eyang dajjal. Persis bunda ratu, persis.
RATU DEMIT : Begitulkah? Sudah terlahir, bagaimana kita bisa kecolongan, huh?
DEMIT IV : Sudah semenjak di kandungan, doa doa orang tuanya melindunginya, tipu daya kita sampai terperdaya tak mampu menembusnya. Sampai hari ini doa doa orang tuanya hampir Sembilan lapis, susah ditembus,
RATU DEMIT : Hush, Demit kok pesimis, gak etis itu, baiklah, jika begitu adanya, kepada seluruh stafku dan para pasukanku segera susun siasat, strategi dan target yang tepat, kondisi genting, sudah saatnya halalkan segala cara, laksanakan!
SELURUH DEMIT : Siap laksanakan ! (LAMPU PADAM)
BABAK II
(SUASANA KEMBALI KE RUANG TAMU RUMAH FAIZAH, SELEPAS SOLAT ISYA’ IA KEMBALI ASYIK MEMILIN TASBIH, MEMUTAR ULANG LAFAL JALALAH DIBIBIR DAN HATINYA, KERAPKALI TUBUHNYA IKUT BERGETAR. FAIZAH DUDUK DI KURSI, MEMANDANG BUAH DELIMA DI ATAS MEJA)
(LALU TIBA-TIBA ADA SUARA-SUARA TAK BERATURAN, DATANG SILIH BERGANTI)
DEMIT I : wahai gadis muda, sudah tidak zamannya berzikir, sudah masanya sibuk jelajah dunia maya.
DEMIT II : betul itu, sudah tidak masa gadis dipingit di ,rumah, dasar bodoh, ayo keluar dari kesepianmu,
FAIZAH : suara apa ini, dari mana ini, mengusik saja, pergi!
DEMIT III : Masa modern, ini zaman serba canggih kok masih pegang tasbih, sudah waktunya jari jemarimu berselancar di alam raya, sibuk medsos, obral status sana sini
DEMIT IV : ayolah Izah, bangun dari sunyimu, lupakan si sulaiman itu, tidak bakal setia, tidak akan sampai tujuan, apa lagi menikahimu, mimpi siang bolong itu
FAIZAH : (suara yang terakhir ini bikin Izah kaget) loh suara siapa lagi ini? Kalau pejantan tunjukan batang hidung kalian, jangan Cuma memananas-manasi , dan terkekeh di balik kabut kegelapan,
DEMIT I : ini kami izah, pembawa obor kenikmatkan, nikmat yg sungguh nikmat, lezat sungguh lezat, saat keseksian dan wajah rupawan dinikmati ribuan mata telanjang, ayo keluar dari sepimu, lupakan sulaiman.
DEMIT II : sungguh indah dikagumi, dibuai mesra eksistensi, diperbincangkan dimana-mana, amboy indahnya, cukup poles wajah pake make up, pakai baju ketat, pantat bahenol, dada membusung, ikuti selalu trend dan mode terbaru.
DEMIT III : betul itu, jadi perempuan kok tidak ada saleh sosialnya, di rumah melulu, arisan kek, belanja di mal kek, belanja on line kek, pacaran kek, kek kek kek
FAIZAH : Kalian ini siapa?
DEMIT II : Kami adalah dirimu, izah, diri yang tertipu oleh nikmat ibadah yang belum tentu, neraka-surga itu omong-kosong, janji-janji kosong, siasat tuhanmu, agar sengsara di dunia, bahagia di akhirat belumlah tentu (sambil menari nari).
DEMIT I : Betul, betul, betul, dibodohi. Hari kiamat belum tentu, siksa kubur itu non sen, hari kebangkitan–pembalasan itu ambigu, sirotul mustaqim dan mizan, timbangan amal itu bualan, berita berita bohong, yang terterah di kitab suci itu hanya dongengan, yang layak dilupa, diacuhkan dan dinista. (sambil berlompatan)
FAIZAH : pergi kalian kaum laknat, laknat sekalian alam. Aku tidak tertipu bujuk rayu, kata kata manis kalian, dasar laknat, pergi kalian!
(MEMANCAR CAHAYA DARI TUBUH FAIZAH, CAHAYA YANG TENANG, MENETRAMKAN, BAGI JIWA YANG DAMAI, TETAPI BAGI KEBURUKAN SEOLAH CAHAYANYA SILAU DAN HAMPIR MEMBAKAR JASAD)
DEMIT-DEMIT BERGEMETARAN, KETAKUTAN, TUBUH MEREKA SEOLAH OLAH BEKU BERGERAK-GERAK KAKU. LANTAS MEREKA BERLARIAN TUNGGANG LANGGANG, DI IRINGI GEMURUH GUNTUR DAN DESIR ANGIN DARI LUAR RUMAH, SUASANA MENEGANGKAN (LAMPU PADAM)
BABAK III
DI ISTANA DEMIT, RATU DEMIT BERASYIK MASYUK, SUKA-CITA, TUGAS YANG DIEMBAN SERIBU TAHUN HAMPIR SELESAI, IA DUDUK DI SINGGAHSANANYA SEMBARI BERDEKLAMASI
RATU DEMIT :
Alam raya sudah kalut
Lendir-lendir peradapan
Kepalsuaan, senda gurau, ketimpangan demi ketimpangan
Mengakar di penjuru alam raya
Cahaya redup, hampir padam
Kegelapan telah tiba
Khalifah khalifah bumi adalah sampah
Kebiadapan, ketidak beradapan menjelma gedung gedung pencakar langit
Didewakan, dimuliakan, diagungkan
Melupa tuhan, Menista agama, mencabik saudaranya
Tanpa campur tangan kami,
Tanpa motivasi kami yang laknat
Khalifah khalifah itu telah melaknat
Lewat tingkah pola, dan perilaku kebinatangan
Tugas kami hampir selesai
Petuah para nabi jadi comberan
Kitab-kitab suci jadi bungkus nasi dan gorengan
Medsos medsos berkeliaran membawa angin keributan
Kebrutalan, kebiadapan ilmu pengetahuan, kehancuran yang abadi
Tak bertepi..
LALU DATANG PARA DEMIT YANG PAKAIANNYA SUDAH AMBURADUL, RAMBUTNYA ACAK-ACAKAN, MAHKOTA YANG DI PAKAI TIDAK NAMPAK, MEREKA DATANG TERENGAH-ENGAH.
RATU DEMIT : (terkaget-kaget, berdiri dan matanya menatap staf-stafnya yang tidak layak dipandang). Ada apa dengan kalian, para punggawaku?
DEMIT II : Gawat, bunda ratu, gawat ! benar apa yang diberitakan devisi spiritual.
RATU DEMIT : Benar apanya? Bukankah pemegang kebenaran hanya tuhan semesta alam? Lantas bagaimana dengan keadaan kalian kok seperti itu?
DEMIT I : Panjang kisahnya bunda ratu, kami mengusik keyakinan si Izah, perempuan yang tangguh imannya, kesetiaannya, keistiqomahannya, waduh (sambil memegang punggungnya yang kesakitan)
RATU DEMIT : Kalo begini benar-benar darurat, Lantas bagaimana solusi yang pantas?
DEMIT III : (mengacungkan tangan sambil memegang pipinya yang seolah telah ditampar berkali-kali). Saya punya ide, bagaimana kalau perencanaan, actionnya, kita serahkan pada ahlinya?
RATU DEMIT : Good idea, bagaimana devisi spiritual? Apa langkah langkah yang perlu kita tempuh?
DEMIT IV : Baiklah bunda ratu, saya mengajukan diri untuk proyek satu ini, kita pake media fitnah bunda ratu?
DEMIT I : Maksudnya ? (sembari memegang tangan kirinya yang patah)
DEMIT IV : (Sambil terpincang-pincang)
Begini bunda ratu dan para saudaraku sekalian. Berdasarkan analisa data, opini-opini public, asumsi-asumsi, tesis dan antitesis serta sintesisnya.
DEMIT II : Huh, berteori lagi, paling paling gagal pada aplikasinya.
DEMIT III : Banyak cincong kamu devisi spiritual
DEMIT IV : Baik, betul kata kalian banyak teori miskin penerapan, itu kebiasaan negeri katulistiwa, kita kan tidak seperti mereka. Teori dan metode kita selalu tepat, strategi dan target selalu pas, selalu up date selalu up to date, selalu berbenah baik dari segi tradisionalis, modernis, post-modernis dan post-tradisionalis, maupun dekontruksinya, selalu canggih melampui zamannya.
DEMIT I : (tubuhnya menegang matanya melotot, jarinya menunjuk ke demit IV)
Heh, jangan sok berfilsafat kamu, Sombong kamu, biadap kamu, banyak omong kamu!
RATU DEMIT : Cukup hentikan, pertikaian bukan solusi utama, inilah awal kehancuran kita, saat di mana sesama saudara saling menjatuhkan, saling merendahkan dan saling menpersalahkan. Cukup, devisi spiritual, gak usah bertele-tele, langsung saja!
DEMIT IV : Begini bunda ratu, kita edit saja foto dan video rekaman perjalanan sulaiman yang tergoda oleh perempuan cantik dari kalangan artis, kita sebarkan lewat televisi, internet, Koran dan radio.
RATU DEMIT : Bagus, buat plan A, setiap perencanaan tentu perlu adanya PLAN B, bagaimana?
DEMIT I : Setuju bunda ratu, hayo bagaimana devisi ekonomi?
DEMIT II : Baik, kita lakukan blockade ekonomi, seluruh keluarga izah, kita buat tidak ada lagi yang percaya, mewakafkan tanah buat perjuangan syiar agama, juga kita buat seret kondisi ekonomi Aba Faizah. Sawah sawah yang ditanaminya kita rusak, kolega-koleganya kita hasut tidak percaya lagi padanya, kita bangun strategi rakyat, di mana penduduk sekitar tidak lagi percaya, tidak ada lagi yang nyantri, bahkan musholanya dibuat kosong dari jamaah
RATU DEMIT : Baik, sungguh ide yang menawan. Ayo laksanakan!
DEMIT I, II, III, IV : Siap laksanakan, bunda ratu !
DI RUMAH FAIZAH, IA MASIH MEMILIN TASBIH, MENDENDANG DZIKIR MUNAJAH, DUDUK DI ATAS KURSI, DI DEPANNYA ADA SEPARUH DELIMA SEGAR, TIBA-TIBA MUNCUL SUARA YANG TEDUH DARI DELIMA ITU
Izah, perempuan perkasa, bangkitlah
Tugasmu telah tiba
Jadilah cahaya, bagi semesta yang redup
Menyerang adalah pertahanan terbaik
Demit-demit perusak itu menyusun rencana-rencana kotor
Fitnah bagi kekasih, hancur lebur bagi keluargamu
Bangkitlah Zah!
Datangilah mereka, bawa obor dan sekendi air
FAIZAH BANGKIT DARI TEMPAT DUDUKNYA, KEMUDIAN PERGI KE DAPUR, TERUS KELUAR RUMAH MEMBAWA OBOR DI TANGAN KANAN DAN KENDI DI TANGAN KIRI SAMBIL MENDENDANG DZIKIR.
DALAM PERJALANAN, ANGIN BERTIUP KENCANG, GERIMIS, PETIR-PETIR BERKEJARAN, GUNTUR MENGELEGAR
FAIZAH: (melangkahkan kaki sambil mengucap syair)
Duhai maha dari segala maha
Cahaya di atas cahaya
Dalam qudrohMu kami melangkah
Menepis goda, kemelut hawa nafsu malam durjana
Wahai cahaya di atas cahaya
dalam Kun FayakunMu kami munajah
Jadikan air kendi ini pemadam api neraka
Api obor ini pembakar surga
Agar ihlas hamba-hamba
Abdi hamba bukan karna janji-ancamMu
Adalah kuasaMu segala amal ibadah
Cukup rahmadmu singgah di kalbu hamba-hamba
Wahai cahaya di atas cahaya
Kekasihku, maaf jika kulupa rindu rosulMu
Rinduku padaMu meniadakan segala isi semesta
Doaku, jadikan tubuhku sebesar neraka
Hingga para pendosa tak muat masuk di dalamnya
DI ISTANA PARA DEMIT, LAGI SIBUK PERSIAPAN MENYERBU FAIZAH DENGAN GODA-GODA DAN FITNAH-FITNAH, LALU TIBA-TIBA DATANG FAIZAH, TUBUHNYA BERCAHAYA, OBOR DI KANAN KENDI DI KIRI, PARA DEMIT TUNGGANG LANGGANG TAK BERATURAN. KONDISI CHAOS, KURSI SINGGAHSANA RUNTUH, TUBUH PARA DEDEMIT KAKU, TERDENGAR TERIAKAN BERGEMURUH.
RATU DEMIT: (tubuhnya luka-luka, menjerit tangisnya)
Sia-sia usaha kami
Ribuan tahun kami goda hamba-hamba
Tapi rahmadMu meniadakan segala
Ampun Gusti, ampun Gusti
Kami juga hambaMu
Karena angkuh kami
Kau lipat kami dalam murka
Manakah keadilan-Mu?
***SELESAI***
*) Rakai Lukman, lelaki kelahiran Desa Sekapuk Ujung Pangkah Gresik, RT. 04 RW.03. Nama Aslinya: Luqmanul Hakim. Semasa kecilnya menikmati bangku sekolah di TK dan MI Bahrul Ulum Sekapuk. Remajanya di sekolah Mts. Dan MAK Assa’adah Bungah Gresik, sempat dalam asuhan PonPes Qomaruddin Sampurnan Bungah selama kurang lebih enam tahun. Di bangku Aliyah mulai berkenalan dengan teater dan puisi. Sejak saat itu ia tergabung dalam kelompok teater pelajar, Teater Havara MA Assa’adah Bungah. Juga diberi kesempatan sebagai Ketua EXIST (Extra Ordinary of Islamic Student).
Selanjutnya pada jenjang perguruan tinggi negeri, ia singgah di IAIN Sunan Kalijaga, berkenalan dengan Teater ESKA IAIN SUKA. Selama setahun ngangsuh kaweruh di situ. Selanjutnya dengan beberapa teman mendirikan Sanggar Jepit di Yogyakarta. Lalu nimbrung di Roemah Poetika, ikut ngaji puisi. Juga diberi kesempatan jadi Ketua IMAGE (Ikatan Mahasiswa Gresik di Yogyakarta).
Tahun 2010, pulang ke kampung Halaman, kembali bersinggungan dengan dunia teater dan pernik-pernik kesenian. Ikut ngopi dan nongkrong di KOTASEGER (Komunitas Teater Sekolah Sekab. Gresik). Pun diberi kesempatan bertegur sapa dengan DKG (Dewan Kesenian Gresik), sebagai ketua Biro Sastra 2016-2021. Ia sempat sebagai Pembina Ekstra Teater di SMKN 1 Sidayu, Teater Cakrawala SMK Ihyaul Ulum Dukun. Juga menjadi Guru tiban SBK di SMK Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
Dari tahun 2000 sampai sekarang, beberapa karyanya ikut nampang di alam kesusastraan, di antaranya: 1). Antologi bersama dalam “Kitab Puisi I Sanggar Jepit” tahun 2007, “Burung Gagak dan Kupu-kupu” tahun 2012, dan “Lebih Baik Putih Tulang Dari pada Putih Mata” Seratus Penyair Nusantara, Festival Puisi Bangkalan II, tahun 2017. 2). Beberapa essai dalam “Seratus Buku Sastra Indonesia Yang Patut Dibaca Sebelum Dikuburkan” Iboekoe tahun 2007. 3). Cerpen “Gadis Kebaya Ungu” menjadi cerpen pilihan terbaik, pada Lomba Ukiran Karya Hati (LUKH) tahun 2010. 4). Puisi dan cerpennya dipublikasikan di Arena, Advokasia, Balipost, Majalah Sabili, buletin sastra Pawon Solo, Buletin Gerawasi. 5.) Naskah Teater (Para Pejalan lelah, Fatrah, Merah Putih Tak Bertuah, Laskar Bersarung, Ratapan lelaki Senja, Tuffah dan Delima Separuh). 6). Puisi “Santri Bengawan”, menjadi puisi terbaik pada lomba SMP (santri menulis puisi) tahun 2017.
Dari tahun 2000 sampai 2017, diberi kesempatan ikut dalam beberapa proses pertunjukan, di antaranya: 1). Pementasan “Petang di Taman” Karya Iwan Simatupang (T. Havara) di AULA SMAN I Gresik, tahun 2001. 2). Pementasan Teaterikalisasi Puisi “Isyarat Jibril” (T. ESKA) di AULA UIN Sunan Kalijaga, tahun 2003. 3). Pementasan “Yang Paling Tidak Sopan” (Sanggar Jepit) dipentaskan di 4 kota (Yogyakarta, Kudus, Pemalang dan Surabaya) tahun 2004. 4). Sutradara “Para Pejalan Lelah” (S. Jepit) tahun 2007 di CafĂ© PUB Yogyakarta. 5). Pementaskan Naskah “Tiang Debu” (Gresik Teater) di Gedung Cak Durasim pada acara KTI tahun 2010. 6). Penulis Naskah dan Sutradara “Merah Putih Tak Bertuah” (T. Paser) dipentaskan di Lap. STAI Qomaruddin tahun 2011. 7). Pementasan Performance Art “Air Mata Tanah” (Gresik Teater) pada teater ruang publik Festival Seni Surabaya 2010 di Monkasel Surabaya. 8). Penulis Naskah dan Sutradara “Ratapan Lelaki Senja” dipentaskan di AULA IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2012. 9). Pembaca Puisi pada “Penyair Muda Baca Puisi” di Taman Budaya Yogyakarta tahun 2006. 10). Penulis Naskah dan Sutradara Drama kolosal “Laskar Bersarung”, produksi bersama MA Ihyaul Ulum dan KORAMIL Dukun tahun 2015, dipentaskan di lapangan Sambo Dukun Gresik. 11). Mementaskan monolog puisi “Mega Bukit” pada acara Sadu II Teater Akeq IAI Qomaruddin Bungah Gresik dan Terminal Budaya Lintas Jatim XI Teater Ndrinding SMAHITS Lowayu Dukun Gresik, tahun 2017.
Dalam beberapa tahun terakhir diberi amanat untuk menjadi pemateri Diklat di beberapa sekolah di kabupaten Gresik, diantaranya: T. Cepak (SMAN I Gresik), T. Pendopo (MAN Bungah), T. Havara (MA Assa’adah), T. Lampu (SMAN I Sidayu), T. SAQ (SMA Assa’adah), T. Sakalentang (SMA Al-Karimi Tebuwung) T. Pager MA Ihyaul Ulum Canga’an. Juga menjadi Juri di berbagai perlombaan, diantaranya: Pantomim TK tingkat kecamatan (Bungah dan Panceng), lomba teater di SMK NU Trate se Kab Gresik, Lomba Baca Puisi dan teater di MAN Bungah, Juri puisi Aksioma di desa Wotan sekecamatan Panceng. Kini bercita-cita membentuk komunitas dengan nama JANPOET (Jam’iyah Art ‘N Poetika), sekaligus pengen punya Langgar Baca. Semoga tercapai. Amin. No Kontak: 08563229239 E-mail : ulyadzirwa@gmail.com/sastradkg2017@gmail.com
http://sastra-indonesia.com/2019/08/delima-separuh/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Sabtu, 24 Agustus 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar