Rodli TL
Pandangan Umum
Istilah Sastra yang merupakan serapan dari kata Shastra yang berasal dari Bahasa Sanskerta, adalah teks bermakna ajaran atau pedoman. Dan Sastra merupakan cipta manusia, baik lisan maupun tulisan, yang mengandung maksud nilai-nilai kebaikan yang indah serta menarik, yang diajarkan dari generasi pendahulu kepada generasi berikutnya dengan kandungan keindahannya. Sebagaimana penyair Sapardi Djoko Damono mengungkapkan bahwa di dalam kehidupan, sastra menampilkan gambaran realitas sosial, yang menurut Suyitno menjadi peristiwa yang imajinatif dan kreatif, yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentunya karya sastra merupakan pengalaman ekspresi dan imajinasi seseorang berupa pikiran, perasaan, semangat dan iman, sebagaimana yang diungkapkan dengan bahasa yang indah.
Werren (1989) mengungkapkan ciri-ciri sastra, yaitu:
1. Sebuah ciptaan.
2. Luapan emosi.
3. Bersifat otonom yang selaras antara bentuk dan isi.
4. Menghadirkan sintesis terhadap hal-hal yang bertentangan.
5. Mengungkapkan yang tidak terungkap dengan bahasa sehari-hari.
Makna dan ciri sastra tersebut memunculkan banyak fungsi, diantaranya:
1. Fungsi rekreatif, dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat.
2. Fungsi didaktif, mengajarkan nilai-nilai dan norma kebaikan untuk direnungkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Fungsi transdensi, memotivasi untuk mengenal segala aspek hidup, Tuhan dan segala ciptaannya.
Di dataran bumi Nusantara, sangatlah kuat kedudukannya sastra lisan, yang hampir setiap transformasi peristiwa sejarahnya beriringan, bahkan didahului dengan sastra. Sastra sangat dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, bahkan kebijakan suatu pemerintahan. Kalau kita menengok perkembangan kesusastraan Inggris, misalkan atas karya-karya dari penulis William Shakespeare, kemudian mengkomparasikan bagaimana kerajaan dikelola menjadi negara maju, disebabkan peran sastra dalam bentuk naskah-naskah drama William, yang seringkali menjadi tontonan wajib kalangan Istana. Maka cukuplah strategi mengkudeta dan persoalan lain yang memecah pemerintah, tertuangkan di naskah-naskah William di dalam panggung-panggung sandiwaranya, sebab istana sudah diberitahu bagaimana kerajaan dikudeta oleh orang-orang dekatnya, dan potensi konflik lainnya serta solusinya.
Bila kita mau menengok ke belakang tentang fungsi sastra di Nusantara, maka akan menemukan banyak karya sastra yang sejatinya menjadi kitab suci agama-agama bumi, bahkan menjadi do’a-do’a ritual kepercayaan tertentu. Budayawan Kuntowijoyo pun pernah memaklumatkan dengan sastra profetiknya, bahwa sastra adalah media transendental, sastra menjadi media humanisasi, sastra sebagai media liberasi.
Sastra akan menjadi media untuk memenuhi seluruh kebutuhan spiritual umat manusia, tentu membutuhkan kekuatan di luar dirinya, terhadap yang ghaib, terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kebutuhan pada fungsi sebagai makhluk sosial, interaksi, serta saling menjaga keharmonisan hubungan, dan liberasi, bahwa umat manusia membutuhkan bentuk-bentuk pembebasan demi mengekspresikan hal-hal yang positif.
Menyimpulkan beberapa wacana di atas, pada hakikatnya sastra mempunyai spirit yang sangat kuat guna membentuk kepribadian seseorang dan masyarakat dalam mengelola keselarasannya.
***
Mengapa Menulis
“Sahabat Ali bin Abi Tholib pernah berpesan perihal pentingnya menulis; ikatlah ilmu dengan menulis. Begitu juga pemikir besar Imam al-Ghazali mengatakan, kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis…”
Selain yang sudah tersampaikan di atas, masih banyak fungsi dan manfaat untuk dijadikan pedoman, perihal kenapa proses kreatif menulis harus dilakukan. Diantaranya sebagaimana berikut:
1. Media Pengungkapan Pikiran dan Perasaan
Hasil dari sebuah penelitian mengungkapkan, bahwa kecenderungan seseorang berbicara dalam pikirannya sendiri itu jauh lebih banyak dibandingkan berbicara langsung dengan orang lain, dan pembicaraan tersebut cenderung dikendalikan oleh prasangka-prasangka negatif. Tentu persoalan dalam diri tersebut perlu dicarikan solusinya, di antaranya: pikirannya harus banyak diisi dengan aktifitas berdzikir kepada Tuhan, membaca kitab suci, atau bacaan-bacaan yang inspiratif. Cara lain adalah dengan menulis.
Menulis ialah cara yang sangat baik untuk mengontrol gelombang pikiran kita, yang akan bisa mengalihkan prasangka negatif tersebut menuju prasangka-prasangka positif. Seluruh pikiran dan perasaan yang acap kali berkecamuk, akan punya ruang-ruang positif sekaligus bisa bebas terekspresikan dalam bentuk tulisan. Ekpresi dalam bentuk tulisan mempunyai kecendrungan pada hal-hal yang postif dan optimis di dalam melihat masa depan. Bila pikiran dan perasaan terkontrol pada hal-hal yang positif, maka akan menjadi laku (perilaku) dan sikap yang positif.
2. Media Penemuan Eksistensi
Menulis merupakan proses mencari dan menandai kepribadian, yang prosesnya berinteraksi di dalam seluruh pikiran, perasaan, dan sikap dengan fenomena kehidupan penulis. Karya-karya yang dihasilkan akan banyak membantu seseorang menemukan eksistensi dirinya, maka benar sebuah ungkapan yang pernah dilontarkan sastrawan Pramoedya Ananta Toer, menulis adalah iktiar untuk tidak digilas oleh zaman dan sejarahnya. Tulisan-tulisan dalam karya sastra akan mengidentifikasi kepribadian yang sebenarnya, dan dapat menjadi bahan perbaikan evaluasi tentang perkembangan kepribadian.
3. Media Meminimalisir Gangguan Jiwa atau Stress
Sebagaimana tertulis pada bagian pertama, bahwa seseorang punya kecenderungan cukup besar berbicara dengan pikirannya sendiri, yang prosentasinya lebih besar pada prasangka-prasangka negatif. Maka, apabila persoalan tersebut tidak segera diekspresikan dengan berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung, tentu akan berdampak pada depresi dan stress tingkat tinggi.
Seringkali para psikiater menyarankan agar menyempatkan bertemu dengan teman-teman, dan ‘ngobrol’ yang menyenangkan, guna mencapai tingkat kesenangan atau kebahagiaan. Selain itu, mengekpresikan perasaan dan pikiran dalam bentuk tulisan sebagai cara yang cemerlang, untuk meminimalisir dipresi dan stress. Karena kegiatan menulis sangatlah membantu menyampaikan semua permasalahan perasaan dan pikiran yang ada.
4. Media Proses Kreatif Berkarya
Syarat berfikir kreatif itu harus terimplementasi dalam perbuatan, dibuktikan melalui karya yang dihasilkan. Tulisan bisa menjadi hasil kreativitas yang dapat menjadi pijakan untuk melakukan kreativitas lainnya, juga bentuk dokumentasi dari karya kreativitas yang dihasilkan. Kreativitas karya dalam bentuk tulisan adalah budaya keilmuan dan akademik tertinggi, lantaran kreativitas dalam karya tulisan bisa dimanfaatkan jauh melampaui latar dan waktu, melampaui wilayah dan zamannya.
5. Media Peningkatan Kualitas Kepribadian yang Lebih Baik
Lantaran proses menulis mampu mengelola pikiran-pikiran negatif beralih di jalur yang positif, maka akan menjadi sifat dan sikap positif, yang pastinya akan menempatkan seseorang itu pada kedudukan yang positif, tempat yang baik. Hampir semua manusia dikenal memiliki kepribadian yang baik, salah satunya dikenal lewat tulisannya. Sebab para penulis terbiasa dengan mengelola pikiran dan perasaanya dengan tulisannya (karyanya). Dan tentu para penulis akan sangat-sangat mempertimbangkan manfaat tulisannya bagi para pembacanya di dalam pergaulan (kehidupan), atau penulis pastinya mempunyai cita-cita besar akan masa depan kehidupan yang lebih baik.
Strategi Menulis Kreatif
1. Menanamkan rasa cinta pada karya sastra dengan banyak membaca ragam dan tema yang disukai.
2. Memotivasi diri menulis.
3. Silaturahmi dengan sesama penulis lewat mengikuti pertemuan-pertemuan acara kepenulisan.
4. Membuat jadwal yang rutin dan ketat dalam menulis.
5. Mempublikasikan tulisan.
Sebenarnya sudah banyak strategi yang ditawarkan oleh para pakar dalam melakukan proses menulis karya sastra, mulai dari membuat kerangka sebagaimana yang ada pada bangunan plot, atau dengan cara brainstorming, mengumpulkan kata dan frase yang ada kaitannya dengan tema. Namun selalu saja muncul pertanyaan, misal bagaimana cara mendapatkan ide, bahkan ada yang berhenti menulis, karena merasa tidak pernah memperoleh ilham untuk menulis. Padahal ada strategi menulis yang tanpa diawali punya ide, yaitu cukup menulis satu kata yang kemudian dikembangkan menjadi kalimat, paragraf, dan seterusnya.
Di saat kita mengembangkan kata menjadi kalimat, biasanya saat itu juga ide akan berdatangan. Lantaran banyaknya ide yang bermunculan, semakin bingung mana yang ditulis duluan. Maka, tulislah apa saja yang melesat dalam pikiran sewaktu menulis. Jangan khawatir nyambung atau tidak dengan ide pertamanya. Biarkanlah mengalir menjadi tulisan, sebab ide yang berdatangan adalah kekayaan tersembunyi di dalam proses menulis. Menulislah sampai dapat menikmatinya. Bila mulai payah, istirahatlah, dan saat pikiran kembali segar, bacalah ulang tulisan dari awal yang mungkin berantakan. Setelah membaca keseluruhan, maka dengan sendirinya akan punya keinginan besar merapikan setiap kalimat, setiap ide menjadi tulisan yang menarik, bahkan bisa jadi akan takjub dengan tulisan sendiri, yang mulanya tidak punya ide apa yang harus dituliskan.
Dan rawatlah semua tulisan, sebab tulisan hari ini yang mungkin kita anggap kurang berharga, akan menjadi ide sangat menarik untuk karya besar nantinya. Penulis hebat adalah yang punya banyak tulisan, dan penyakit terbesar dalam menulis adalah hilangnya kemauan dalam menulis.
Yakinlah bahwa setiap potensi kebaikan akan berkembang manfaatnya dengan proses kreatif menulis, sebagaimana harapan al-Ghozali mengenai manfaat kebaikan penulis, akan mampu melampaui anak raja atau anak ulama.’
Lamongan, 21 Februari 2020.
[Dipresentasikan sebagai materi workshop peningkatan kemampuan kebahasaan dan kesastraan, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Unisda Lamongan, 22 Februari 2020]
http://sastra-indonesia.com/2020/02/menulis-karya-sastra/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar