Minggu, 19 April 2020

DI BALIK KAMPANYE ANTI (ROKOK) KRETEK INTERNASIONAL

Muhammad Muhibbuddin *

Dulu tepatnya Selasa, 11 Oktober 2011, Komunitas Kretek (Komtek) pernah menyelenggarakan acara bedah buku, Kriminalisasi Berujung Monopoli di kompleks Kepatehan,  Yogyakarta. Buku ini adalah antologi hasil riset sejumlah aktivis LSM dan akademisi yang menguak soal kuatnya kriminalisasi rokok di dunia, khususnya terhadap kretek di Indonesia. Pembicara utama dalam diskusi tersebut adalah Salamuddin Daeng, salah satu penulis buku tersebut.

Versus Kesehatan

Isu kesehatan adalah senjata ampuh sekaligus dalih paling absah bagi aksi kriminalisasi dan kampanye anti merokok/mengkretek.  Merokok (kretek), oleh gerakan anti (rokok) kretek dan rezim kesehatan telah dibenturkan dan dikonfrontasikan secara brutal dengan masalah kesehatan. Terkait dengan masalah kesehatan ini, ada tiga asumsi dasar yang diusung sebagai dasar legitimasi gerakan anti merokok (kretek):

Pertama, tembakau dan (rokok) kretek membahayakan kesehatan si perokok karena menyebabkan jutaan kematian. Asumsi ini masih bersifat warning (himbauan/peringatan) dan belum menimbulkan tindakan atau regulasi preventif secara lebih jauh.

Kedua, tembakau dan (rokok) kretek membahayakan orang lain atau perokok pasif (second–hand smoker). Asumsi kedua ini kemudian memunculkan sebuah konsekuensi sosial berupa regulasi pelarangan merokok/mengkretek di tempat umum. Asumsi dasarnya: setiap sesuatu yang mengganggu kenyamanan orang lain maka harus diatur atau ditertibkan. Dari asumsi ini kemudian lahir peraturan-peraturan pemerintah tentang perlunya penertiban dan pelarangan merokok di tempat-tempat publik.

Sedangkan asumsi ketiga, para perokok adalah orang sakit yang harus disembuhkan melalui pengobatan khusus atau melalui therapy pengganti (rokok) kretek. Dari asumsi ketiga ini kemudian muncul konsekuensi sosial lainnya berupa diciptakannya produk-produk baru di bidang kesehatan sebagai terapi bagi para perokok/pengkretek untuk meninggalkan kebiasan merokoknya. Produk-produk ini bisa berupa klinik maupun barang-barang suplemen pengganti (rokok) kretek.

Hingga saat ini isu kesehatan yang melandasi gerakan kampanye anti merokok masih sangat debatable. Memang rokok, termasuk kretek, mengandung unsur yang bisa menimbulkan kanker atau penyakit jantung. Tetapi pertanyaannya: apakah semua orang yang menderita kanker atau penyakit kronis secara eksplisit dan seratus persen pasti disebabkan oleh rokok atau kretek?  Apakah kanker yang menyerang banyak manusia di dunia itu mutlak dan sepenuhnya disebabkan oleh rokok atau kretek?. Hingga saat ini belum ada sebuah penelitian ilmiah yang mampu memastikan benar tidaknya persoalan tersebut.

Dalam realitas empirik justru banyak ditemukan banyak para perokok/pengkretek yang usianya jauh lebih panjang dan kesehatannya jauh lebih prima daripada mereka yang tidak merokok/mengkretek. Tidak jarang pula orang yang tidak merokok/mengkretek justru banyak terserang penyakit berat sehingga mati lebih dini daripada mereka yang merokok/mengkretek. Karena itu, mengkorelasikan penyakit-penyakit kronis dengan aktifitas merokok (kretek) hingga saat ini belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Sebaliknya, justru terkesan sangat simplistik apabila merokok atau mengkretek disebut-sebut sebagai biang keladi utama dan faktor tunggal munculnya penyakit-penyakit kronis semacam kanker atau jantung. Sebab, kita hidup ini berada dalam lingkungan yang tidak seratus persen bersih dari zat-zat polutan. Ada banyak radikal bebas di sekeliling kita yang menyebabkan maraknya banyak penyakit. Sampah, asap kendaraan bermotor, asap pabrik, limbah perusahaan, segala bentuk organisme semacam virus atau bakteri dan sebagainya bisa dikatakan penyumbang radikal bebas terbesar yang memicu banyaknya penyakit kronis semacam kanker maupun jantung. Namun dalam kenyataannya, para aktifis LSM dan akademisi yang anti merokok/mengkretek tidak pernah mempersoalkan zat-zat polutan dari kendaraan bermotor atau limbah pabrik itu sebagai faktor utama munculnya penyakit. Mereka justru seolah membuat framing dalam bentuk narasi wacana bahwa (rokok) kretek adalah pemicu utama berbagai penyakit.

Implikasi dan sasaran tembak gerakan mereka bukan hanya para perokok (konsumen). Para penjual, pemroduksi bahkan para petani tembakau dan cengkeh, juga turut mereka kriminalkan.  Seolah pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas rokok baik itu konsumen, produsen, penjual, buruh upahan hingga petani yang menanam tembakau dan cengkeh merupakan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap terganggunya kesehatan masyarakat.

Rokok, terutama rokok kretek Indonesia, kini secara sepihak disudutkan oleh mereka yang anti rokokTuntutan utama dari pihak yang anti rokok ini adalah membatasi produksi, distribusi dan konsumsi rokok, terutama kretek, sebesar-besarnya sehingga pada akhirnya rokok kretek Indonesiaa, benar-benar lenyap dari peredaran.

Bahkan lebih jauh, usaha untuk membatasi (rokok) kretek dalam berbagai sektornya itu diwujudkan dalam berbagai bentuk regulasi atau peraturan, misalnya, peraturan dilarang merokok di tempat-tempat umum dan sebagainya. Padahal dalam negeri sendiri (rokok) kretek merupakan pemasok pajak terbesar.  Bahkan banyak beasiswa dan even–even seni dan olahraga yang disponsori oleh perusahaan (rokok) kretek.

Belakangan BPJS yang mengalami kerugian justru ditanggulangi lewat dana cukai (rokok) kretek. Ini aneh!. Tidak suka (rokok) kretek tetapi mau mengambil profite dari (rokok) kretek. Bahkan ada seorang mahasiswa yang anti rokok tetapi dia ikut menikmati beasiswa dari salah satu perusahaan ( rokok) kretek. Apakah tindakan seperti ini sehat?

Persaingan Pasar

Satu hal yang menjadi persoalan dalam polemik rokok ini adalah soal isu yang dimainkan oleh pihak-pihak tertentu di balik gerakan anti merokok/mengkretek. Masalah utama yang ada di balik gerakan anti merokok ini bukan semata persoalan kesehatan, melainkan persaingan ekonomi dan perdagangan, sebab geliat kampanye anti merokok yang sudah melibatkan intervensi negara melalui sejumlah peraturan dan regulasi ini lebih disebabkan oleh usaha untuk memperebutkan pangsa pasar; untuk memperebutkan konsumen.

Pada dasarnya, negara-negara maju, yang dikenal sangat getol berkampanye anti rokok, sepenuhnya tidak anti rokok. Produksi rokok terbesar justru ada di negara-negara maju. Di balik kampanye anti rokok, negara-negara maju itu berambisi ingin menguasai pangsa pasar dunia bagi produk rokoknya sekaligus menggilas produk-produk rokok di negara berkembang, yang kalau di Indonesia adalah rokok kretek. Di dalam buku Kriminalisasi Berujung Monopoli (2011:17) disebutkan data menarik bahwa ada lima perusahaan rokok terbesar di dunia yang memproduksi rokok dan sekaligus menguasai pangsa pasar global, yaitu National China Monopoli Tobbaco Company (menguasai 41 %), Philip Morris International (16 %), Britis American Tobacco /BAT(13 %), Japan Tobacco (11 %) dan Imperial Tobacco (6 %).

Selain itu, dan ini liciknya, bahwa negara-negara maju itu juga banyak memberikan subsidi terhadap produksi rokok mereka. Uni Eropa misalnya selama beberapa dekade telah menerapkan kebijakan subsidi untuk meningkatkan produksi tembakau. Ada delapan negara yang berada di bawah rezim Uni Eropa yang menerapkan subsidi bagi peningkatan produksi rokok: Austria, Belgia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Portugal dan Spanyol. Begitu juga dengan Amerika Serikat. Amerika yang dikenal sebagai penghasil tembakau terbesar di dunia, pada tahun 2009 telah memberikan subsidi 203 juta dollar AS yaqng sebagian besar subsidi itu diterima perusahaan-perusahaan rokok besar yang ada di AS (Daeng, dkk., 2011:35 dan 36).

Dari keterangan tersebut menunjukkan bahwa negara-negara maju yang selama ini menggelar kampanye anti merokok atau anti tembakau di negara-negara berkembang seperti Indonesia, sesungguhnya tidak anti rokok. Negara-negara maju itu tahu bahwa rokok adalah komoditas paling menguntungkan untuk mengeruk pundi-pundi dollar. Tembakau sendiri adalah “emas hijau” yang bisa menghasilkan keuntungan besar, baik bagi perusahaan maupun bagi negara.

Karena itu alih-alih melarang dan menghentikan rokok, negara-negara maju yang dikenal sebagai produsen rokok dan tembakau terbesar di dunia semacam Amerika itu justru memberikan subsidi kepada perusahaan rokok dan petani tembakau yang ada di negeri itu. Lalu kenapa negara-negara maju itu, khsusunya Amerika, melakukan kampanye anti rokok di negara-negara Dunia Ketiga atau negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia?  Jawabnya sekali lagi jelas: mereka hendak memperluas pangsa pasar bagi produk-produk rokok mereka. Khusus di Indonesia, supaya produk-produk tembakau dari negara-negara maju itu laku dan menguasai di pasar Indonesia, maka  di antara “strategi marketing” mereka adalah membunuh rokok-rokok lokal.

Salah satu sasaran rokok lokal yang hendak digulung paksa oleh berberapa korporasi rokok internasional tersebut adalah rokok kretek khas Indonesia. Dengan alasan kesehatan, rokok kretek kini hendak dimatikan produksi dan distribusinya. Rokok kretek yang merupakan hasil perpaduan antara tembakau dan cengkeh sehingga memunculkan rasa yang khas Nusantara diklaim lebih membahayakan kesehatan bila dibandingkan rokok putih hasil produksi para korporat rokok luar negeri semacam Philip Morris dan BAT.

Di sisi lain perusahaan farmasi juga ikut bermain. Dalam hal ini, perusahaan farmasi juga turut aktif menjadi agen penjual nikotin, yang kalau di Indonesia akan bersaing dengan perusahaan-perusahaan rokok kretek. Sebagai upaya untuk turut serta menggilas rokok, terutama kretek yang ada di Indonesia, perusahaan-perusahaan farmasi itu telah memproduksi obat-obat dan suplemen sebagai pengganti rokok dan/atau kretek. Dalaam rangka memasarkan produk-produknya inilah perusahaan-perusahaan farmasi dunia turut membiayai gerakaan dan kampanye anti rokok di berbagai dunia, termasuk di Indonesia. Jika kampanye ini diberjalan di Indonesia, maka sasarannya jelas rokok kretek, sebab rokok khas Indonesia ini dikenal mempunyai pangsa pasar yang besar; konsumennya di dalam negeri sungguh luar biasa.

 Perusahaan farmasi dalam usahanya melakukan kampanye anti rokok atau yang belakangan diperluas menjadi gerakan anti tembakau itu juga menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain atau LSM yang sevisi. Salah satu LSM yang turut melakukan gerakan anti merokok/mengkretek secara sistematis adalah Bloomberg Initiative, sebuah LSM yang didirikan oleh mantan walikota New York, Michael Bloomberg. Lembaga ini telah mengucurkaan dana dalam jumlah besar ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia, untuk memerangi (rokok) kretek bahkan tembakau.

Sudah sering terdengar, di antara beberapa orang telah menyuarakan agar para petani tembakau di Indonesia berhenti menanam tembakau dan mengkonversinya ke tanaman lain seperti  sawi atau kubis. Akan tetapi, kenyataan membuktikan bahwa beberapa tanah pertanian yang sudah berpuluh-puluh tahun ditanami tembakau, seperti yang ada di Temanggung, Jawa Tengah tidak cocok untuk ditanami tanaman lain, apalagi sawi dan kubis. Selain itu, harga tembakau juga jauh lebih tinggi dari harga sayuran. Kalau misalnya para petani tembakau beralih ke tanaman lain, lalu keuntungan mereka merosot, apakah pemerintah atau LSM anti tembakau itu bersedia memberikan ganti rugi kepada para petani tembakau tersebut? Jawabnya jelas: imposibel.

Intinya, untuk memperluas pangsa pasar, rokok putih produksi asing, seperti Marlboro, Lucky Strike dan sebagainya dianggap lebih aman daripada rokok kretek.  Inilah salah satu bentuk kelicikan perdagangan global di balik kampanye anti rokok kretek sedunia. Hingga sekarang gerakan-gerakan anti rokok ini terus hidup bahkan mulai menelusup ke sejumlah lembaga mulai dari lembaga-lembaga pemerintahan, ormas keagamaan hingga universitas.

Berbagai langkah strategis telah dilakukan untuk menekan laju produksi dan konsumsi rokok kretek di tanah air, namun usaha mereka nampaknya sia-sia karena angka perokok kretek di Indonesia tetap tinggi. Belakangan ada isu bahwa cukai rokok di Indonesia akan dinaikkan sehingga harga rokok akan semakin mahal. Dengar-dengar, jika kebijakan ini terwujud bisa jadi harga rokok rata-rata akan di atas Rp.50.000,-. Benarkah demikian?

Kalau toh isu kenaikan cukai itu benar, maka tidak mungkin tradisi mengkretek di Indonesia akan berkurang, apalagi musnah. Kretek adalah tradisi yang sudah mendarah daging dalam diri manusia Indonesia. Karena sudah menjadi tradisi atau kebiasaan yang sulit ditinggalkan, masyarakat Indonesia senantiasa kreatif untuk mensiasati kendala-kendala mengkretek, termasuk dalam kendala ekonomi. Jika tidak mempunyai uang, orang Indonesia tidak lantas berhenti merokok/mengkretek tetapi mencari rokok kretek yang murah.  Kalau masih tidak ada rokok kretek murah, mereka akan bikin rokok kretek sendiri dengan citarasa lokal. Kalau bikin rokok sendiri dilarang juga, mereka masih bisa bikin Tengwe (mengklinting dewe) dengan modal kertas koran dan tembakau plus cengkeh buatan sendiri.  Dengan kreatifitas seperti ini, para korporasi rokok asing dan LSM-LSM serta rezim kesehatan yang hendak membunuh kretek di Indonesia, akan stress sendiri.

Ayo gencarkan terus kampanyemu dan guyurkan sebesar-besarnya uangmu untuk membungkam rokok kretek kami, maka kami wong Nuswantara akan tetap dan terus mengkretek. Sudah banyak produk-produk andalan kami, mulai dari jamu, minyak goreng dan sejenisnya yang kalian libas dengan produk-produk kalian. Sekarang kretek adalah di antara sedikit yang masih tersisa dari kami, dan kini masih hendak kalian libas juga dengan cara-cara kalian yang licik melebihi iblis manapun. Tidak akan pernah berhasil kalian anak cucu kaum penjajah, penindas dan penggarong, menghentikan kami, wong Nuswantara, untuk terus menyulut dan menghisap kretek.

*Muhammad Muhibbuddin adalah penulis lepas tinggal di krapyak.
https://sastra-indonesia.com/2020/04/di-balik-kampanye-anti-rokok-kretek-internasional/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt