Rep: Muhyiddin
Red: Muhammad Hafil
Republika, 07 Jan 2020
KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih popoler dipanggil
Gus Dur, telah berpulang satu dekade lamanya. Mantan Presiden keempat Indonesia
ini wafat pada 30 Desember 2009 silam. Namun, gagasan dan pemikirannya sampai
saat ini masih terus digelorakan oleh para pengikutnya, tidak hanya dari
kalangan umat Islam tapi juga dari umat agama lainnya.
Gus Dur tidak benar-benar pergi meninggalkan negeri ini,
dia hanya pulang. Gus Dur merupakan sosok yang multidimensi. Saat masih hidup,
Gus Dur mampu duduk bersama para kiai, membela kaum petani, meredam konfik
Papua, membela sejumlah artis yang dipersekusi, mendorong terbentuknya lembaga
anti korupsi, dan mendorong gerakan sipil.
Namun, selama ini
banyak masyarakat Indonesia yang mengenal Gus Dur hanya sebagai seorang
presiden dan seorang kiai NU. Masyarakat belum banyak yang mengetahui sosok Gus
Dur sebagai seorang budayawan.
Karena itu, Haul Gus Dur kali ini mencoba memperkenalkan
sosok Gus Dur sebagai seorang budayawan. Haul tersebut diselenggarakan di
kediaman Gus Dur di Jalan Al-Munawaroh, Warung Sila, Ciganjur, Jakarta Selatan,
Sabtu (28/12) lalu.
Haul Gus Dur telah dilaksankan oleh keluarga besar Gus
Dur sejak 2010. Tidak hanya itu, Haul Gus Dur juga dilaksanakan di beberapa
daerah di Indonesia. Haul tersebut diikuti oleh berbagai komunitas dari
berbagai kalangan, seperti kiai, tokoh masyarakat, tokoh agama, pejabat
pemerintah, seniman dan budayawan.
Bahkan, santri dan kalangan milenial pun datang ke haul
Gus Dur dari tahun ke tahun. Tema yang diangkat pun diambil dari pemikiran Gus
Dur. Pada tahun ini, tema yang diangkat juga berasal dari gagasan dan pemikrian
Gus Dur, yaitu “Kebudayaan Melestarikan Kebudayaan”.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Haul Gus Dur kali ini
juga dihadiri berbagai tokoh dan ulama, seperti KH. Ahmad Mustofa Bisri atau
yang lebih sering dipanggil dengan Gus Mus. Bahkan, hadir juga beberapa tokoh
dari lintas agama lainnya.
Selain itu, hadir juga Imam Besar Masjid Istiqlal Prof.
Nazaruddin Umar, Habib Abu Bakar bin Hasan Alatas, KH. As’ad Said Ali,
Menkopolhukam Prof. Mahfud MD, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansah dan
wakilnya Emil Dardak, Alwi Shihab, Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, Akbar Tanjung,
Sofyan Djalil, dan Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Budaya indonesia adalah budaya yang sangat adiluhung,
penuh toleransi, penuh kearifan, dan penuh kasih sayang. Karena itu, pada haul
Gus Dur tersebut difokuskan membahas tentang ide dan pemikiran Gus Dur tentang
masalah kebudayaan.
Putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid dalam sambutannya
mengatakan, semasa hidupnya Gus Dur telah menjadi penggerak sosial melalui
upaya-upaya budaya. Menurut Inayah, kebudayaan sangat penting bagi Gus Gur,
sehingga pada haul kali ini keluarga besar Gus Dur mengangkat tentang
kebudayaan.
"Kebudayaan bagi Gus Dur adalah persoalan
solidaritas. Apa yang terluka di satu bagian tubuh adalah sakit di tubuh yang
lain. Begitu beliau berbicara," ujar Inayah.
Karena itu, saat masih hidup Gus Dur selalu meminta
Inayah untuk mendengarkan lagu dangdut. Menurut Inayah, Gus Dur selalu
mengatakan bahwa jika ingin memahami masyarakat Indonesia maka dengarkanlah musik
dangdut.
"Bagi Gus Dur dangdut bukan hanya soal musik rakyat
tapi juga merupakan kanalisasi atau ruang curhat kesedihan atas penderitaan
yang dihadapi rakyat sehari-hari. Dan ini terbukti hingga hari ini,"
ucapnya.
Dia menjelaskan, ruang budaya bukan hanya kritik yang
ditujukan kepada orang lain tapi juga untuk diri sendiri. Menurut dia, kritik
terhadap diri sendiri sangat jarang dilakukan oleh seseorang. Tapi Gus Dur bisa
dengan santainya menertawakan dirinya sendiri.
“Orangnya santuy. Joke yang baik bagi gus dur bukan joke
yang menjatuhkan orang lain tapi yang bisa menertawakan diri sendiri,"
katanya.
Menurut Inayah, ruang budaya merupakan ruang pelepas
rindu dan yang mampu menghentikan rindu hanyalah sebuah pertemuan. Karena itu,
masyarakat yang merindukan sosok Gus Dur bisa bertemu lewar karya-karyanya,
lewat lukisan, gambar, dan lewat doa-doa.
Dalam acara haul itu, Istri Gus Dur, Shinta Nuriyah Wahid
mengungkapkan bahwa meski Gus Dur sudah berpulang selama 10 tahun lamanya ide
dan pemikirannya masih terus ada sampai saat ini. Karena itu, dia mengajak
masyarakt Indonesia untuk mencontoh suaminya sebagai seorang yang berbudaya.
“Jadi memang Gus Dur sudah sepuluh tahun meninggalkan
orang-orang yang dicintainya. Namun, saya yakin bahwa ide dan pemikiran Gus Gur
masih ada, masih hidup bersama kita semua,” jelasnya.
Dia menjelaskan, selain menjadi presiden keempat
Indonesia dan seorang kiai, Gus Dur juga merupakan seorang politikus,
demokratis, humanis, dan juga humoris. Namun, yang masyarakat tidak tidak tahu
sampai saat ini adalah Gus Dur sebagai seorang budayawan.
“Gus Dur adalah seorang budayawan.Terbukti Gus Dur dulu
pernah menjabat sebagai ketua DKJ, Dewan kesenian Jakarta. Itu menunjukkan
bahwa Gus Dur adalah seorang budayawan,” katanya.
Sosok Gus Dur sebagai seorang budayawan tidak hanya dapat
dibuktikan dengan jabatan itu saja, tapi juga melalui pemikiran dan gagasanya
terkait dengan kebudayaan, serta hidupnya yang konsisten membela tradisi
sebagai cermin dari nilai-nilai kemanusiaan.
“Bagi Gus Dur, tradisi dan budaya adalah ekspresi dari
harkat kemanusiaan, membela dan menjaga kebudayaan pada hakikatnya adalah
menjaga kemanusaiaan itu sendiri,” kata Shinta.
Perhatian Gus Gur kepada kebudayaan bisa dilihat dari
jeja-jejak gerakan kultural yang telah dilakukannya. Gus Dur adalah salah satu
figur yang secara inten menjaga rajutan kultural ini melalui gerakan-gerakan
budaya sebagai cerminan dari paham keagamaan yang diyakininya.
Melalui gagasannya tentang pribumisasi Islam, gerakan
silaturrahmi budaya telah dilakukan oleh Gus Dur secara terus meneru. Gus Dur
pun berkomitmen untuk mempertahankan berbagai tradisi. Sayangnya, saat ini
tampaknya perjuangan Gus Dur itu telah
digerus dan dihancurkan oleh sekelompok orang mengatasnakan agama.
Secara serius dan konsisten, selam hidupnya Gus Dur telah
mencoba merajut serpihan-serpihan hati dan retakan kebudayaan agar bisa kembali
utuh. Namun, sepuluh tahun sejak kepergian Gus Dur gerakan pemberangusan
terhadap tradisi terus saja berlangsug. Bahkan, menurut Shinta, gerakan itu
saat ini sudah semakin masif dilakukan.
“Bukannya mereda tapi justru semkin marak dan masif.
Penghancuran patung, pelarangan ritual tradisi dan upacara-upacara adat terjadi
di beberapa tempat dan dilakukan atas nama agama. Kondisi ini telah membuat
bangsa ini mengalami defisit tradisi,” katanya.
Melalui Haul Gus Dur satu dekade ini, keluarga Gus Dur
ingin mengeingatkann kepada masayrakat
mengenai pentingnya kebudayaaan sebagai upaya menjaga kemanusiaan. Karena,
menurut Shinta, tanpa kebudayaan manusia tidak lagi menjadi manusia.
“Haul yang kita laksanakan hari ini merupakan momentum
penting dalam menjaga rajutan budaya dan agama yang telah dilakukan oleh para
pendahulu kita termasuk oleh Gus Dur,” katanya.
Dia yakin jika ruang-ruang kebudayaan seperti haul ini
semakin banyak dilakukan maka kesempatan masyarakat Indonesia untuk saling
bersilaturrahmi akan semakin terbuka. Selain itu, masyarakat juga akan keluar
dari kepengapan budaya yang selama ini membuat masyarakat terjebak dalam
kotak-kotak keyakinan.
Sementara itu, putri Sulung Gus Dur, Alissa wahid
memandang Gus Dur sebagai sosok yang meinspirasi. Menurut dia, Gus Dur adalah
sosok teladan. Kehidupan Gus Dur adalah sumber pelajaran bagi seluruh lapisan
masyarakat Indonesia, terutama bagaimana Gus Dur mengedepankan budaya sebagai
sebuah perangkat nilai dan sebuah cara untuk memandang kehidupan dunia.
Dalam pemikirannya, Gus Dur juga sellau mengangkat
tradisionalitas dan modernitas secara setara dan seimbang, sehingga membantuk
hubungan kebudayaan yang berirama dan indah. Gus Dur juga selalu
menyeimbangakan antara spiritualitas dan rasionalitas.
Menurut Alissa, Gus Dur menjadikan budaya sebagai sebuah
strategi untuk memperkuat nilai-nilai dan tradisi yang akan mengangkat harkat
dan martabat manusia. Karena itu, dia mengajak masyarakat Indonesia untuk
meneladani Gus Dur dalam merawat kebudayaan.
“Mari belajar dari
teladan Gus Dur. Mari ktia merawat indonesia dengan merawat budaya indonesia,”
kata Alissa.
Dalam memperingati wafatnya Gus Dur tahun ini, Pengasuh
Pondok Pesantren Roudlotut Thalibin Rembang, KH. Ahmad Musthafa Bisri atau Gus
Mus diberikan kesempatan untuk menyampaikan tausiyah keagamaan. Dia pun
teringat dengan sabda Nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa cukup kematian
sebagai nasihat.
“Jadi gak perlu nasihatnya Gus Mus kalau masalah
kematian. Kematian itu sudah cukup untuk menjadi nasihat. Kalau orang
dinasihati dengan kamatian tidak mempan, ya berapa puluh mubaligh tidak akan
mempan,”kata Gus Mus.
Sebagai sahabatnya, dia pun mengingat sosok Gus Dur
sebagai seorang tokoh yang sakti. Bahkan, menurut dia, kesaktian Gus Dur dapat
dibuktikan oleh banyak orang. Karena itu, tak heran jika sampai saat ini
kematian Gus Dur terus diperingati oleh masyarakat Indonesia dalam rangka
mengingat semua ide dan pemikirannya.
“Jadi kalau Gus
Dur yang sakti saja wafat, apalagi kita yang tidak begitu sakti,” kata Gus Mus.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar