Selasa, 12 Mei 2020

Satu Dekade Mengenang Gus Dur


Rep: Muhyiddin
Red: Muhammad Hafil
Republika, 07 Jan 2020

KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih popoler dipanggil Gus Dur, telah berpulang satu dekade lamanya. Mantan Presiden keempat Indonesia ini wafat pada 30 Desember 2009 silam. Namun, gagasan dan pemikirannya sampai saat ini masih terus digelorakan oleh para pengikutnya, tidak hanya dari kalangan umat Islam tapi juga dari umat agama lainnya.

Gus Dur tidak benar-benar pergi meninggalkan negeri ini, dia hanya pulang. Gus Dur merupakan sosok yang multidimensi. Saat masih hidup, Gus Dur mampu duduk bersama para kiai, membela kaum petani, meredam konfik Papua, membela sejumlah artis yang dipersekusi, mendorong terbentuknya lembaga anti korupsi, dan mendorong gerakan sipil.

Namun, selama ini  banyak masyarakat Indonesia yang mengenal Gus Dur hanya sebagai seorang presiden dan seorang kiai NU. Masyarakat belum banyak yang mengetahui sosok Gus Dur sebagai seorang budayawan.

Karena itu, Haul Gus Dur kali ini mencoba memperkenalkan sosok Gus Dur sebagai seorang budayawan. Haul tersebut diselenggarakan di kediaman Gus Dur di Jalan Al-Munawaroh, Warung Sila, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12) lalu.

Haul Gus Dur telah dilaksankan oleh keluarga besar Gus Dur sejak 2010. Tidak hanya itu, Haul Gus Dur juga dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia. Haul tersebut diikuti oleh berbagai komunitas dari berbagai kalangan, seperti kiai, tokoh masyarakat, tokoh agama, pejabat pemerintah, seniman dan budayawan.

Bahkan, santri dan kalangan milenial pun datang ke haul Gus Dur dari tahun ke tahun. Tema yang diangkat pun diambil dari pemikiran Gus Dur. Pada tahun ini, tema yang diangkat juga berasal dari gagasan dan pemikrian Gus Dur, yaitu “Kebudayaan Melestarikan Kebudayaan”.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Haul Gus Dur kali ini juga dihadiri berbagai tokoh dan ulama, seperti KH. Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih sering dipanggil dengan Gus Mus. Bahkan, hadir juga beberapa tokoh dari lintas agama lainnya.

Selain itu, hadir juga Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Nazaruddin Umar, Habib Abu Bakar bin Hasan Alatas, KH. As’ad Said Ali, Menkopolhukam Prof. Mahfud MD, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansah dan wakilnya Emil Dardak, Alwi Shihab, Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, Akbar Tanjung, Sofyan Djalil, dan Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Budaya indonesia adalah budaya yang sangat adiluhung, penuh toleransi, penuh kearifan, dan penuh kasih sayang. Karena itu, pada haul Gus Dur tersebut difokuskan membahas tentang ide dan pemikiran Gus Dur tentang masalah kebudayaan.

Putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid dalam sambutannya mengatakan, semasa hidupnya Gus Dur telah menjadi penggerak sosial melalui upaya-upaya budaya. Menurut Inayah, kebudayaan sangat penting bagi Gus Gur, sehingga pada haul kali ini keluarga besar Gus Dur mengangkat tentang kebudayaan.

"Kebudayaan bagi Gus Dur adalah persoalan solidaritas. Apa yang terluka di satu bagian tubuh adalah sakit di tubuh yang lain. Begitu beliau berbicara," ujar Inayah.

Karena itu, saat masih hidup Gus Dur selalu meminta Inayah untuk mendengarkan lagu dangdut. Menurut Inayah, Gus Dur selalu mengatakan bahwa jika ingin memahami masyarakat Indonesia maka dengarkanlah musik dangdut.

"Bagi Gus Dur dangdut bukan hanya soal musik rakyat tapi juga merupakan kanalisasi atau ruang curhat kesedihan atas penderitaan yang dihadapi rakyat sehari-hari. Dan ini terbukti hingga hari ini," ucapnya.

Dia menjelaskan, ruang budaya bukan hanya kritik yang ditujukan kepada orang lain tapi juga untuk diri sendiri. Menurut dia, kritik terhadap diri sendiri sangat jarang dilakukan oleh seseorang. Tapi Gus Dur bisa dengan santainya menertawakan dirinya sendiri.

“Orangnya santuy. Joke yang baik bagi gus dur bukan joke yang menjatuhkan orang lain tapi yang bisa menertawakan diri sendiri," katanya.

Menurut Inayah, ruang budaya merupakan ruang pelepas rindu dan yang mampu menghentikan rindu hanyalah sebuah pertemuan. Karena itu, masyarakat yang merindukan sosok Gus Dur bisa bertemu lewar karya-karyanya, lewat lukisan, gambar, dan lewat doa-doa.

Dalam acara haul itu, Istri Gus Dur, Shinta Nuriyah Wahid mengungkapkan bahwa meski Gus Dur sudah berpulang selama 10 tahun lamanya ide dan pemikirannya masih terus ada sampai saat ini. Karena itu, dia mengajak masyarakt Indonesia untuk mencontoh suaminya sebagai seorang yang berbudaya.

“Jadi memang Gus Dur sudah sepuluh tahun meninggalkan orang-orang yang dicintainya. Namun, saya yakin bahwa ide dan pemikiran Gus Gur masih ada, masih hidup bersama kita semua,” jelasnya.

Dia menjelaskan, selain menjadi presiden keempat Indonesia dan seorang kiai, Gus Dur juga merupakan seorang politikus, demokratis, humanis, dan juga humoris. Namun, yang masyarakat tidak tidak tahu sampai saat ini adalah Gus Dur sebagai seorang budayawan.

“Gus Dur adalah seorang budayawan.Terbukti Gus Dur dulu pernah menjabat sebagai ketua DKJ, Dewan kesenian Jakarta. Itu menunjukkan bahwa Gus Dur adalah seorang budayawan,” katanya.

Sosok Gus Dur sebagai seorang budayawan tidak hanya dapat dibuktikan dengan jabatan itu saja, tapi juga melalui pemikiran dan gagasanya terkait dengan kebudayaan, serta hidupnya yang konsisten membela tradisi sebagai cermin dari nilai-nilai kemanusiaan.

“Bagi Gus Dur, tradisi dan budaya adalah ekspresi dari harkat kemanusiaan, membela dan menjaga kebudayaan pada hakikatnya adalah menjaga kemanusaiaan itu sendiri,” kata Shinta.

Perhatian Gus Gur kepada kebudayaan bisa dilihat dari jeja-jejak gerakan kultural yang telah dilakukannya. Gus Dur adalah salah satu figur yang secara inten menjaga rajutan kultural ini melalui gerakan-gerakan budaya sebagai cerminan dari paham keagamaan yang diyakininya.

Melalui gagasannya tentang pribumisasi Islam, gerakan silaturrahmi budaya telah dilakukan oleh Gus Dur secara terus meneru. Gus Dur pun berkomitmen untuk mempertahankan berbagai tradisi. Sayangnya, saat ini tampaknya perjuangan Gus Dur itu telah  digerus dan dihancurkan oleh sekelompok orang mengatasnakan agama.

Secara serius dan konsisten, selam hidupnya Gus Dur telah mencoba merajut serpihan-serpihan hati dan retakan kebudayaan agar bisa kembali utuh. Namun, sepuluh tahun sejak kepergian Gus Dur gerakan pemberangusan terhadap tradisi terus saja berlangsug. Bahkan, menurut Shinta, gerakan itu saat ini sudah semakin masif dilakukan.

“Bukannya mereda tapi justru semkin marak dan masif. Penghancuran patung, pelarangan ritual tradisi dan upacara-upacara adat terjadi di beberapa tempat dan dilakukan atas nama agama. Kondisi ini telah membuat bangsa ini mengalami defisit tradisi,” katanya.

Melalui Haul Gus Dur satu dekade ini, keluarga Gus Dur ingin  mengeingatkann kepada masayrakat mengenai pentingnya kebudayaaan sebagai upaya menjaga kemanusiaan. Karena, menurut Shinta, tanpa kebudayaan manusia tidak lagi menjadi manusia.

“Haul yang kita laksanakan hari ini merupakan momentum penting dalam menjaga rajutan budaya dan agama yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita termasuk oleh Gus Dur,” katanya.

Dia yakin jika ruang-ruang kebudayaan seperti haul ini semakin banyak dilakukan maka kesempatan masyarakat Indonesia untuk saling bersilaturrahmi akan semakin terbuka. Selain itu, masyarakat juga akan keluar dari kepengapan budaya yang selama ini membuat masyarakat terjebak dalam kotak-kotak keyakinan.

Sementara itu, putri Sulung Gus Dur, Alissa wahid memandang Gus Dur sebagai sosok yang meinspirasi. Menurut dia, Gus Dur adalah sosok teladan. Kehidupan Gus Dur adalah sumber pelajaran bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, terutama bagaimana Gus Dur mengedepankan budaya sebagai sebuah perangkat nilai dan sebuah cara untuk memandang kehidupan dunia.

Dalam pemikirannya, Gus Dur juga sellau mengangkat tradisionalitas dan modernitas secara setara dan seimbang, sehingga membantuk hubungan kebudayaan yang berirama dan indah. Gus Dur juga selalu menyeimbangakan antara spiritualitas dan rasionalitas.

Menurut Alissa, Gus Dur menjadikan budaya sebagai sebuah strategi untuk memperkuat nilai-nilai dan tradisi yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia. Karena itu, dia mengajak masyarakat Indonesia untuk meneladani Gus Dur dalam merawat kebudayaan.

 “Mari belajar dari teladan Gus Dur. Mari ktia merawat indonesia dengan merawat budaya indonesia,” kata Alissa.

Dalam memperingati wafatnya Gus Dur tahun ini, Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Thalibin Rembang, KH. Ahmad Musthafa Bisri atau Gus Mus diberikan kesempatan untuk menyampaikan tausiyah keagamaan. Dia pun teringat dengan sabda Nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa cukup kematian sebagai nasihat.

“Jadi gak perlu nasihatnya Gus Mus kalau masalah kematian. Kematian itu sudah cukup untuk menjadi nasihat. Kalau orang dinasihati dengan kamatian tidak mempan, ya berapa puluh mubaligh tidak akan mempan,”kata Gus Mus.

Sebagai sahabatnya, dia pun mengingat sosok Gus Dur sebagai seorang tokoh yang sakti. Bahkan, menurut dia, kesaktian Gus Dur dapat dibuktikan oleh banyak orang. Karena itu, tak heran jika sampai saat ini kematian Gus Dur terus diperingati oleh masyarakat Indonesia dalam rangka mengingat semua ide dan pemikirannya.

 “Jadi kalau Gus Dur yang sakti saja wafat, apalagi kita yang tidak begitu sakti,” kata Gus Mus.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt