Minggu, 02 Agustus 2020

Sastra dan Penafsiran Ideologis

Aprinus Salam *
jawapos.com

Salah satu fenomena umum kajian-kajian sastra adalah bahwa sastra dianalisis/dikaji dalam perspektif teori tertentu, tetapi ''tidak dibingkai'' oleh ideologi para pengkaji. Kasarnya, walaupun tidak cukup tepat, para pengkaji sastra secara umum tidak mengedepankan ideologi jika meneliti karya sastra. Kenapa hal itu terjadi, dan mengapa kajian kesusastraan perlu dibingkai oleh ideologi?

Dalam rentang waktu yang lama, kajian-kajian keilmuan, baik sosial ataupun humaniora, ''terbelenggu'' oleh objektivitas dan netralitas keilmuan. Sesuatu dianggap ilmiah jika kajian tersebut mampu menjauhkan subjektivitas dari ''ideologi pengkaji'', atau bersikap netral terhadap berbagai kepentingan. Sebuah kajian selayaknya ''demi'' keilmuan itu sendiri, tidak karena ideologi atau kepentingan tertentu. Ilmu tidak boleh dimanipulasi oleh keperluan-keperluan pragmatis, apalagi karena tujuan-tujuan politik dan ekonomi.

Kajian sastra juga tidak sepenuhnya bebas dari belenggu objektivitas dan netralitas keilmuan tersebut. Seperti diketahui, sejumlah teori sastra lahir dalam semangat filsafat positivisme, filosofi yang mendukung objektivitas dan netralitas keilmuan. Misalnya, teori struktural. Teori struktural dalam kadar tertentu memang tidak berpretensi untuk membuka peluang subjektif pengkaji dalam menganalisis karya sastra. Akibatnya, kajian sastra menjadi sesuatu yang tidak kontekstual, tidak menyejarah, dan nyaris tidak berhubungan dengan persoalan masyarakat tempat karya sastra tersebut hadir dan dibicarakan. Waktu itu para pengkaji tidak memiliki pilihan teori yang beragam dalam mempelajari kesusastraan. Implikasinya, karya sastra dan kajiannya diabaikan dan secara relatif tidak berguna bagi masyarakat.

Tidak berguna dalam konteks, ketika Indonesia menghadapi masalah ketidakadilan, kebodohan, kemiskinan, kriminalitas, indeks kemampuan SDM yang demikian rendah, sementara kajian sastra hampir tidak berorientasi untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam mengatasi atau ikut menjelaskan persoalan tersebut. Bahkan, masih terdapat sejumlah kajian yang mengurusi gaya bahasa, alur cerita, tanpa peduli apa yang terjadi di lingkungan sosialnya.

Dalam hal ini, kajian itu ingin saya katakan sebagai sesuatu yang tidak bersifat ideologis, bahkan tidak cukup bermoral. Amin Rais dalam bukunya Agenda-Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia (2008) mengatakan bahwa netralitas keilmuan dan peneliti dengan membiarkan berbagai ketidakberesan di lingkungannya adalah sama dengan tindakan kriminal itu sendiri. Dalam posisi inilah seharusnya para pengkaji sastra perlu membingkai kajiannya dalam istilah yang sekarang populer: Selamatkan Indonesia!
***

Teori-teori sastra terus berkembang. Saat ini, persoalan objektivitas dan netralitas keilmuan mulai dipertanyakan, bahkan sudah tidak dipercaya. Tidak ada ilmu yang lahir bebas dari konteks ataupun subjektivitas, bahkan ideologi. Salah satu yang signifikan yang membongkar objektivitas dan netralitas itu adalah teori postrukturalisme dan posmodernisme. Paradigma yang dikembangkan dengan mengakui subjektivitas, ideologi, tujuan, relevansi, dan kepentingan kajian.

Masalahnya, ilmu-ilmu dan teori sastra sepenuhnya berkembang di Barat, dan diadopsi secara telanjang dan apa adanya oleh pengkaji Indonesia. Padahal, lahirnya sebuah teori, berangkat dari satu tujuan dan kepentingan tertentu yang kontekstual dengan tempat teori tersebut dilahirkan. Artinya, belum tentu teori-teori itu relevan jika dipraktikkan di Indonesia.

Hal itu memang masalah lama dan klasik. Akan tetapi, bukan berarti tidak layak dibicarakan ulang jika masih terjadi hingga kini. Dalam hal ini bukan teori tersebut tidak layak diadopsi, tetapi perlu ada penyesuaian-penyesuaian sehingga praktik penggunaan teori tersebut menjadi relevan dan bermanfaat. Hal itu bukan berarti sejalan dengan filsafat pragmatisme, tetapi memang terdapat kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu di Indonesia yang secara sinergis harus diatasi bersama.

Berikut akan diberikan beberapa kasus kajian berdasarkan teori dan metode tertentu, yakni teori semiotik, feminisme, dan poskolonial. Kasus yang dibicarakan bagaimana memosisikan konsep-konsep tersebut sebagai teori analisis atau sebagai metode. Persoalan pemosisian ini berkaitan dengan seberapa signifikan ideologi peneliti ''dapat'' ikut campur dalam membingkai kajian.

Misalnya, semiotik. Ada kerancuan dalam memahami apakah semiotik itu teori atau metode. Menurut hemat saya, semiotik adalah teori metode, yakni satu cara kerja dalam memahami, sekaligus pengakuan, bahwa setiap teks merupakan tanda, dan setiap tanda memberikan tanda berikutnya. Hubungan antara penanda dan petanda itu bersifat arbitrer. Hal yang perlu dipahami adalah tidak ada ideologi dalam konsep dan metode tersebut. Dalam posisi inilah pengkaji dapat membingkai hubungan-hubungan semiotis yang arbitrer secara ideologis, sesuai dengan kepentingan dan tujuan pengkaji, dan kontekstual dengan masalah yang dihadapi masyarakat.

Contoh lain, feminisme. Feminisme adalah salah satu teori yang berkembang dalam kajian sastra sebagai upaya ''membongkar'' ketimpangan relasi (kuasa) gender dalam karya sastra. Sebagai teori, feminisme sekaligus sebuah teori yang memiliki ideologi. Masalahnya, kadang-kadang pengkaji sastra tidak menempatkan ideologi feminisme yang berkembang di Barat dalam memahami masalah gender di Indonesia secara kontekstual. Pengkaji tidak membingkai teori feminisme yang ideologis tersebut secara ideologis. Akibatnya, kajiannya sering tidak membumi, lemah relevansinya, berhadapan dengan persoalan relasi posisi sosial dan kultural perempuan dan politik gender di Indonesia.

Sebagai contoh, kajian poskolonial yang akhir-akhir ini juga cukup banyak dipraktikkan di Indonesia. Dalam konsepnya, teori ini hampir sama dengan feminisme, dalam pengertian bahwa teori ini sekaligus memiliki ideologi tertentu. Secara khas kajian ini mempersoalkan persoalan-persoalan praktik berbahasa dan problem identitas di negara-negara bekas jajahan (negara-negara koloni).

Di Indonesia, misalnya, bagaimana problem praktik berbahasa negara penjajah, di negara bekas jajahan, berhadapan dan dipraktikkan dengan bahasa nasional, bahkan bahasa-bahasa lokal. Bagaimana pula persoalan identitas, dalam kaitannya dengan nasionalitas, dalam era modernisasi global dan kapitalisme dalam masyarakat Indonesia setelah tidak dijajah. Bagaimana masalah pertarungan pemaknaan yang berkembang.

Masalahnya, apakah masalah bahasa dan identitas memang demikian gawat di Indonesia? Misalnya, karena persoalan bahasa dan identitas bisa menyebabkan munculnya konflik dan kekerasan. Atau sebaliknya, terjadinya krisis dan degradasi nasionalitas dalam diri bangsa Indonesia. Kalau demikian halnya, maka teori poskolonial menjadi sangat relevan untuk diadopsi, tetapi selayaknya dalam bingkai ideologi yang kontekstual dengan persoalan yang dihadapi masyarakat Indonesia. Kajian poskolonial selayaknya membantu dalam memahami, memberi pengertian, dan sekaligus ''mencarikan solusi'' terhadap problem yang secara faktual dihadapi oleh masyarakat.

Dalam persoalan tersebut bingkai ideologi pengkaji perlu terlibat dalam mengarahkan dan mencari persoalan (masalah) yang berkembang dalam sastra berkorelasi langsung dengan masalah di tingkat kenyataan. Dalam bingkai itu, pengkaji perlu memberikan pemahaman dan pemikiran bagaimana sastra merepresentasikan persoalan yang menjadi masalah bersama.

*) Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM Jogjakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt