Beni Setia *
suarakarya-online.com
TULISAN Indra Tjahjadi
(Suara Karya, 18/11. 2006), dengan konteks perpuisian dekade 80-an mengapungkan
tiga poin. Oleh Indra Tjahjadi diungkapkan adanya dua genre perpuisian yang
dominan di dekade 1980-an. Pertama, corak puisi gelap yang dominan. Dua, corak
puisi sufistik yang signifikan menggejala. Dan ketiga: posisi kepenyairan Aming
Aminoedhin dalam peta perpuisian saat itu.
Tepatnya pengakuan pada
karier kepenyairan yang dirintis ketika masih kuliah di UNS Solo. Ketika
membentuk semacam gang sastra, dengan almarhum Kriapur yang menonjol sebagai
penyair dan Wieranta yang menonjol sebagai cerpenis. Lalu Aming Aminoedhin
menonjol sebagai apa? Bisa jadi sebagai aktor dan pembaca pu-isi - menghadiri
Forum Penyair Indonesia ‘83 lebih sebagai pembaca puisi, dan diberi kesempatan
tampil oleh Kriapur yang terundang, dan menikmatinya.
Tapi Aming menulis puisi
dan memang mampu menunjukkan produktivitasnya sebagai penyair, yang mencapai
puncaknya saat pindah ke Surabaya, sebagai PNS Diknas - dengan posisi sebagai
motor majalah internal Diknas Jatim, sebelum pindah ke Balai Bahasa Surabaya.
Bagi saya di phase ini pun Aming lebih dominan sebagai organisatoris yang
memiliki kesabaran administratur kreativitas puisi.
Ia mengelola penerbitan
sastra dalam bentuk media buletin stensilan dan photo copy. Tepat ketika di
Indonesia menggejala kebangkitan sastra lokal via HP3N, yang ekspresi unggulnya
meledak jadi maklumat forum Revitalisasi Sastra Ping-giran. Ia menerbitkan buku
puisi dalam model serupa, dan melobi tempat dan urun biaya untuk kegiatan baca
puisi. Di sana kelebihan Aming yang tidak tergantikan.
SAYA agak terganggu oleh
tulisan Indra Tjahjadi, ketika membuat peta perpuisian dekade 80-an, yang
terdiri dari puisi gelap dan puisi sufistik dalam satu tarikan nafas. Saya
pikir terminologi puisi gelap tidak merujuk pada ketiadaan tema atau pesan
puisi, juga bukan ketiadaan makna dan keengganan untuk berkomunikasi dengan
simbol canggih yang rasional, sehingga pesan bisa dilacak. Bukan itu.
Puisi gelap tak
berhubungan dengan pesan yang gelap tapi lebih merujuk kepada pola ekspresi
simbolik yang terlampau subyektifstik, sehingga menyulitkan pemaknaan simbol
oleh para apresiator - dengan referensi yang tersedia dalam khazanah
sastra-budaya yang ada. Tidak heran kalau khazanah puisi Simbolik dan
Surealistik Prancis - dengan Rimbaud, Baudelire dll - jadi rujukan dan dianggap
jalan masuk. Kriapur saya pikir memetik khanazah puisi Simbolik dan Surealistik
Prancis. Diksi-diksi puisinya menonjol dengan estetika macam itu.
Komunikasinya dengan
Afrizal Malna juga karena referensi Simbolik dan Surealistik Prancis, terutama
ketika Afrizal Malna sendiri agak bosan dengan kecenderungan puisi liris.
Estetika yang memainkan emosi dan bahasa hingga kata tidak menghadirkan realita
dan fakta tapi aura mistik - lewat GM, Sapardi Joko Damono, memuncak pada puisi
mantra SCB. Ia ingin mengkaitkan diksi puisi dengan fakta dan realita, yang
hadir apa adanya tapi meninggalkan kesan suralistik dan bukan suasana mistik. Ia
menghadirkan teks prosaik, tumpukan benda-benda dan fakta yang tidak berkaitan
tapi meninggalkan kesan aneh pada pembaca puisinya.
Saya pikir, bersama puisi
Afrizalian itu hadir juga seorang F. Rahardi, yang menulis puisi dengan
semangat mengganyang lirisisme dengan mempuisikan hal-hal yang kocak, realitas
keseharian yang non-puisi, dan dengan diksi yang sarkas serta parodik kartunik.
Dalam beberapa hal F Rahardi berhasil menuliskan genre puisinya, meski tak jadi
rambu yang diikuti orang - ia sendiri berakhir di jalan buntu.
Penolakan pada tradisi
liris menghasilkan puisi prosaik benda-benda Afrizalian, sajak sarkas parodik
ala F Rahardi, dan sejumlah sajak yang terlampau rimbun dengan simbol.
Kerimbunan yang dibaca sebagai upaya si penyair buat menterjemah-kan yang
subyektif dengan yang obyektif. Di mana yang menyimbolkan dipilih dari khazanah
(teks) obyektif agar yang disimbolkan menyapa. Celakanya, dandyisme ini masih
berkutet dalam tradisi subyektivisme liris, karenanya jalur komunikasi ke yang
disimbolkan via representasi yang menyimbolkan buntung. Terkatung-katung.
LANTAS di mana posisi
puisi sufistik? Saya pikir puisi sufistik ada di antara tradisi liris yang
mengesankan sesuatu dalam sugesti suasana dan puisi kritis yang dengan lantang
menandai kondisi sosial-politik yang asimetris. Rendra menandai itu dengan
menulis teks kritis tentang situasi saat itu dalam puisi dan drama, tetapi
membentur dinding dan dibungkam. Meski begitu ada ketidakpuasan dan kerinduan
untuk mengkapkannya. Ide Sastra Kontekstual Ariel Heryanto dipaksa Arief
Budiman buat merujuk situasi sosial-politik asimetris - padahal awalnya tidak
begitu.
Kerinduan pada sesuatu
yang faktual dan universal tapi tak mengabur jadi lirisme dan tidak boleh jadi
kritis karena takut cap kiri, melahirkan pemuasan kebebasan mengungkapkan yang
faktual dan besar dalam ujud Tuhan. Dan berbeda dengan tradisi Iqbal yang
rasional, pendekatan sufistik menyebabkan yang riil faktual itu, Causa Prima,
hadir dalam lirisme dan menyapa sebagai ungkapan lirisme yang prismatik.
Semacam dandyisme yang menghasilkan puisi gelap dengan tema mistis-religius.
Kenapa?
Ada kekikukan karena tak
ada pengalaman religius dari si penyair, semacam pencapaian tahap dialog dari
pertemuan antar habib-chalik. Yang ada cuma referensi bacaan sastra dan sufi
sufistik yang diadopsi. Hal itu membuat puisi sufistik jatuh pada tradisi puisi
gelap, di mana yang disimbolkan, yang merupakan rekaan, diungkapkan dengan
referensi yang menyimbolkan dari trasdisi sastra dan puisi su-fistik dunia. Terjadi
pencanggihan diksi, dengan simbol-simbol dari referensi sastra dan puisi
sufistik dunia - banyaknya karya sastra sufistik diterjermahkan.
Mungkin juga semacam laku
escapisme transendental dari suasana sosial-poli-tik asimentris yang menekan.
Dengan kata lain, puisi sufistik dekade 80-an merupakan masalah pilihan tema
yang universal, tapi tetap dikembangkan dalam tradisi dandyisme puisi rimbun
simbol - yang dipetik dari khazanah sastra sufistik. Semacam penjumlahan diksi.
Fakta itu membuat saya percaya bila puisi sufistik dekade 80-an tidak lahir
dari pengalaman riil, bukan ungkapan sesuatu yang Prima, tapi cuma dandyisme
tema - pertama dalam perimbunan diksi simbolik. Palsu.
PUISI sufistik dekade
80-an merupakan puisi palsu - meski ada puisi yang ditulis oleh penganut
sufistik dengan pengalaman riil sufistik. Sama-sama ada dalam tradisi
simbolisme dan dandyisme merimbunkan diksi dengan simbol-simbol yang dipetik
dari khazanah sastra dunia atau yang non-sastra. Semacam kebutuhan untuk
menunjukkan penjelajahan intelektual dan keluasan wawasan. Tak mengherankan
bila puisi-puisi yang non-intelektualistik, yang tak menunjukkan wawasan
mendunia jadi sesuatu yang mencengangkan. Dianggap mutiara terpendam.
D Zawawi Imron, saya
pikir, dijulangkan oleh itu. Kesederhanaannya - dalam sikap hidup dan berpuisi
- jadi keutamaan. Idiom yang sangat lokal, diksi yang tak rumit, pengalaman
yang riil seorang pedalaman yang kental tradisi pesantrennya jadi kekuatan.
Sama seperti yang dilakukan oleh Linus Suryadi AG, yang mencoba memotret
keluguan sahaya wanita Jawa dari luar, lewat prosa lirik panjangnya: Pengakuan
Pariyem. Sesuatu yang ditafsirkan sebagai kebangkitan genre sastra lokal.
Sesuatu yang tidak dengan
tradisi intelektual di dekade 80-an jadi alternatif - yang tak mungkin terulang
saat ini, saat Postmo jadi anti intelktualisme, dalam ujud anti modernisasi
terpola ke Barat, yang diungkapkan dengan intelektualistik. Dan posisi Aming
Aminoedhin jadi nanggung karena ia hanya mengikuti pola perpuisian yang dominan,
tapi tak memberi sumbangan tema atau pengayaan perimbunan diksi yang dandyistik
yang orsinil. Mungkin.
***
*) Beni Setia, lahir di
Bandung 1 Januari 1954. Tahun 1974 lulus SPMA di Bandung dan sejak itu belajar
sastra secara otodidak. Ia menulis dalam bahasa Sunda dan terutama dalam bahasa
Indonesia, tersebar di berbagai media cetak terbitan Jakarta, Bandung,
Surabaya, Jogjakarta. Buku antologi puisinya: Legiun Asing (1983), Dinamika Gerak
(1987), Harendong (1993). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Madiun, dan
tulisan-tulisannya, terutama cerpen dan kolomnya, terus mengalir. Beberapa
esainya dimasukkan ke dalam Inul (Bentang, 2003). Beni memilih menulis sebagai
profesi tunggalnya. http://sastra-indonesia.com/2010/07/dandyisme-puisi-80-an/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Jalal
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
Abdoel Moeis
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Abubakar Batarfie
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Achdiat K. Mihardja
Achiar M Permana
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Adri Sandra
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus Buchori
Agus Dermawan T.
Agus Mulyadi
Agus Prasmono
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Hasan MS
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Saifullah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alawi Al-Bantani
Alfatihatus Sholihatunnisa
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Amie Williams
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amril Taufik Gobel
An. Ismanto
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
AndongBuku #3
Andrea Hirata
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Ardi Wina Saputra
Ardy Suryantoko
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Asarpin
Ashimuddin Musa
Asrul Sani
Astuti Ananta Toer
Atafras
Audifax
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Azizah Hefni
B Kunto Wibisono
Bahrul Amsal
Bambang Kempling
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bloomberg
Bre Redana
Budaya
Budi Darma
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Candra Adikara Irawan
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres Cawapres 2019
Catatan
Ceramah
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
CNN Indonesia
Coronavirus
COVID-19
D. Zawawi Imron
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Darman Moenir
Deddy Arsya
Denny JA
Denny Mizhar
Devy Kurnia Alamsyah
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dien Makmur
Din Saja
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Dwi Cipta
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dyah Ayu Fitriana
Ecep Heryadi
Edy Suprayitno
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Elok Dyah Messwati
Engkos Kosnadi
Erdogan
Erwin Setia
Esai
Esti Nuryani Kasam
Evan Ys
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Faidil Akbar
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathul Qorib
Fatkhul Anas
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fira Basuki
Forum Santri Nasional (FSN)
Frischa Aswarini
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Fuad Nawawi
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Geger Riyanto
Geguritan
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Guenter Grass
Gus Ahmad Syauqi
Gus tf
Gusti Eka
Habib Bahar bin Smith
Haiku
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Han Gagas
Hary B Koriun
Hasan Basri
Hasnan Bachtiar
Heri Ruslan
Herman Hesse
Hertha Mueller
Heru Kurniawan
Hestri Hurustyanti
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
I Made Prabaswara
I Made Sujaya
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Iksaka Banu
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Mahadi
Indra Tjahyadi
Irfan Afifi
Irine Rakhmawati
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
J.S. Badudu
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jawa Timur
Jean Marie Gustave le Clezio
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak
Jo Batara Surya
John H. McGlynn
Jordaidan Rizsyah
Jual Buku Paket Hemat
Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jurnalisme Sastrawi
K.H. Ma'ruf Amin
Kadek Suartaya
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kahfie Nazaruddin
Kalis Mardiasih
Kamaluddin Ramdhan
Kanti W. Janis
Karanggeneng
Kardono Setyorakhmadi
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Pantura (KBP)
KetemuBuku Jombang
KH. M. Najib Muhammad
KH. Muhammad Amin (1910-1949)
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Abidin
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kodrat Setiawan
Kompas TV
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopuisi
Kostela
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L Ridwan Muljosudarmo
L.K. Ara
Lamongan
Lan Fang
Lawi Ibung
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukisan
Lukman
Lukman Santoso Az
Lutfi Mardiansyah
M Farid W Makkulau
M. Faizi
M.D. Atmaja
Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S Mahayana
Manado
Manneke Budiman
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Marsel Robot
Martin Aleida
Marwanto
Mashuri
Massayu
Masuki M. Astro
Masyhudi
Media Seputar Pendidikan
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mereka yang Menjerat Gus Dur
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Moh. Dzunnurrain
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rokib
Mohammad Yamin
Muafiqul Khalid MD
Much. Khoiri
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Antakusuma
Muhammad Fikry Mauludy
Muhammad Hafil
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Subarkah
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Muhyiddin
Mukadi
Mukani
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang E S
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nezar Patria
Noor H. Dee
Nunus Supardi
Nur Haryanto
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Okky Madasari
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Pameran Lukisan
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS HB Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Tarmuzie
Penculikan Aktivis 1988
Pendidikan
Pengajian
Pengarang kelahiran Lamongan
Pentigraf
Pepaosan
Perbincangan
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pipiet Senja
Politik
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Jokowi
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Santosa
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudlotul Immaroh
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Roland Barthes
Rosi
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S. Jai
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Sainul Hermawan
Sajak
Salman Aristo
Sandiaga Uno
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST)
Sarasehan dan Launching Buku
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Kuno Suku Sasak
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Satu Jam Sastra
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seni Gumira Ajidarma
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Pendidikan
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirdjanul Ghufron
Siwi Dwi Saputro
Slamet Rahardjo Rais
Soediro Satoto
Soekarno
Soeparno S. Adhy
Soesilo Toer
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Handi Lestari
Sri Wintala Achmad
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sujatmiko
Sukarno
Suminto A. Sayuti
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahrudin Attar
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Sylvianita Widyawati
Tangguh Pitoyo
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teater nDrinDinG
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tias Tatanka
Timur Sinar Suprabana
Titi Aoska
Tiyasa Jati Pramono
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Toni Masdiono
Tri Broto Wibisono
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Jember
Universitas Negeri Jember
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyu Aji
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wiji Thukul
Wildan Nugraha
Wildana Wargadinata
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Herwibowo
Yuditeha
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zara Zettira ZR
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar