Kamis, 21 Januari 2021

Dandyisme Puisi ‘80-an

Beni Setia *
suarakarya-online.com
 
TULISAN Indra Tjahjadi (Suara Karya, 18/11. 2006), dengan konteks perpuisian dekade 80-an mengapungkan tiga poin. Oleh Indra Tjahjadi diungkapkan adanya dua genre perpuisian yang dominan di dekade 1980-an. Pertama, corak puisi gelap yang dominan. Dua, corak puisi sufistik yang signifikan menggejala. Dan ketiga: posisi kepenyairan Aming Aminoedhin dalam peta perpuisian saat itu.
 
Tepatnya pengakuan pada karier kepenyairan yang dirintis ketika masih kuliah di UNS Solo. Ketika membentuk semacam gang sastra, dengan almarhum Kriapur yang menonjol sebagai penyair dan Wieranta yang menonjol sebagai cerpenis. Lalu Aming Aminoedhin menonjol sebagai apa? Bisa jadi sebagai aktor dan pembaca pu-isi - menghadiri Forum Penyair Indonesia ‘83 lebih sebagai pembaca puisi, dan diberi kesempatan tampil oleh Kriapur yang terundang, dan menikmatinya.
 
Tapi Aming menulis puisi dan memang mampu menunjukkan produktivitasnya sebagai penyair, yang mencapai puncaknya saat pindah ke Surabaya, sebagai PNS Diknas - dengan posisi sebagai motor majalah internal Diknas Jatim, sebelum pindah ke Balai Bahasa Surabaya. Bagi saya di phase ini pun Aming lebih dominan sebagai organisatoris yang memiliki kesabaran administratur kreativitas puisi.
 
Ia mengelola penerbitan sastra dalam bentuk media buletin stensilan dan photo copy. Tepat ketika di Indonesia menggejala kebangkitan sastra lokal via HP3N, yang ekspresi unggulnya meledak jadi maklumat forum Revitalisasi Sastra Ping-giran. Ia menerbitkan buku puisi dalam model serupa, dan melobi tempat dan urun biaya untuk kegiatan baca puisi. Di sana kelebihan Aming yang tidak tergantikan.
 
SAYA agak terganggu oleh tulisan Indra Tjahjadi, ketika membuat peta perpuisian dekade 80-an, yang terdiri dari puisi gelap dan puisi sufistik dalam satu tarikan nafas. Saya pikir terminologi puisi gelap tidak merujuk pada ketiadaan tema atau pesan puisi, juga bukan ketiadaan makna dan keengganan untuk berkomunikasi dengan simbol canggih yang rasional, sehingga pesan bisa dilacak. Bukan itu.
 
Puisi gelap tak berhubungan dengan pesan yang gelap tapi lebih merujuk kepada pola ekspresi simbolik yang terlampau subyektifstik, sehingga menyulitkan pemaknaan simbol oleh para apresiator - dengan referensi yang tersedia dalam khazanah sastra-budaya yang ada. Tidak heran kalau khazanah puisi Simbolik dan Surealistik Prancis - dengan Rimbaud, Baudelire dll - jadi rujukan dan dianggap jalan masuk. Kriapur saya pikir memetik khanazah puisi Simbolik dan Surealistik Prancis. Diksi-diksi puisinya menonjol dengan estetika macam itu.
 
Komunikasinya dengan Afrizal Malna juga karena referensi Simbolik dan Surealistik Prancis, terutama ketika Afrizal Malna sendiri agak bosan dengan kecenderungan puisi liris. Estetika yang memainkan emosi dan bahasa hingga kata tidak menghadirkan realita dan fakta tapi aura mistik - lewat GM, Sapardi Joko Damono, memuncak pada puisi mantra SCB. Ia ingin mengkaitkan diksi puisi dengan fakta dan realita, yang hadir apa adanya tapi meninggalkan kesan suralistik dan bukan suasana mistik. Ia menghadirkan teks prosaik, tumpukan benda-benda dan fakta yang tidak berkaitan tapi meninggalkan kesan aneh pada pembaca puisinya.
 
Saya pikir, bersama puisi Afrizalian itu hadir juga seorang F. Rahardi, yang menulis puisi dengan semangat mengganyang lirisisme dengan mempuisikan hal-hal yang kocak, realitas keseharian yang non-puisi, dan dengan diksi yang sarkas serta parodik kartunik. Dalam beberapa hal F Rahardi berhasil menuliskan genre puisinya, meski tak jadi rambu yang diikuti orang - ia sendiri berakhir di jalan buntu.
 
Penolakan pada tradisi liris menghasilkan puisi prosaik benda-benda Afrizalian, sajak sarkas parodik ala F Rahardi, dan sejumlah sajak yang terlampau rimbun dengan simbol. Kerimbunan yang dibaca sebagai upaya si penyair buat menterjemah-kan yang subyektif dengan yang obyektif. Di mana yang menyimbolkan dipilih dari khazanah (teks) obyektif agar yang disimbolkan menyapa. Celakanya, dandyisme ini masih berkutet dalam tradisi subyektivisme liris, karenanya jalur komunikasi ke yang disimbolkan via representasi yang menyimbolkan buntung. Terkatung-katung.
 
LANTAS di mana posisi puisi sufistik? Saya pikir puisi sufistik ada di antara tradisi liris yang mengesankan sesuatu dalam sugesti suasana dan puisi kritis yang dengan lantang menandai kondisi sosial-politik yang asimetris. Rendra menandai itu dengan menulis teks kritis tentang situasi saat itu dalam puisi dan drama, tetapi membentur dinding dan dibungkam. Meski begitu ada ketidakpuasan dan kerinduan untuk mengkapkannya. Ide Sastra Kontekstual Ariel Heryanto dipaksa Arief Budiman buat merujuk situasi sosial-politik asimetris - padahal awalnya tidak begitu.
 
Kerinduan pada sesuatu yang faktual dan universal tapi tak mengabur jadi lirisme dan tidak boleh jadi kritis karena takut cap kiri, melahirkan pemuasan kebebasan mengungkapkan yang faktual dan besar dalam ujud Tuhan. Dan berbeda dengan tradisi Iqbal yang rasional, pendekatan sufistik menyebabkan yang riil faktual itu, Causa Prima, hadir dalam lirisme dan menyapa sebagai ungkapan lirisme yang prismatik. Semacam dandyisme yang menghasilkan puisi gelap dengan tema mistis-religius. Kenapa?
 
Ada kekikukan karena tak ada pengalaman religius dari si penyair, semacam pencapaian tahap dialog dari pertemuan antar habib-chalik. Yang ada cuma referensi bacaan sastra dan sufi sufistik yang diadopsi. Hal itu membuat puisi sufistik jatuh pada tradisi puisi gelap, di mana yang disimbolkan, yang merupakan rekaan, diungkapkan dengan referensi yang menyimbolkan dari trasdisi sastra dan puisi su-fistik dunia. Terjadi pencanggihan diksi, dengan simbol-simbol dari referensi sastra dan puisi sufistik dunia - banyaknya karya sastra sufistik diterjermahkan.
 
Mungkin juga semacam laku escapisme transendental dari suasana sosial-poli-tik asimentris yang menekan. Dengan kata lain, puisi sufistik dekade 80-an merupakan masalah pilihan tema yang universal, tapi tetap dikembangkan dalam tradisi dandyisme puisi rimbun simbol - yang dipetik dari khazanah sastra sufistik. Semacam penjumlahan diksi. Fakta itu membuat saya percaya bila puisi sufistik dekade 80-an tidak lahir dari pengalaman riil, bukan ungkapan sesuatu yang Prima, tapi cuma dandyisme tema - pertama dalam perimbunan diksi simbolik. Palsu.
 
PUISI sufistik dekade 80-an merupakan puisi palsu - meski ada puisi yang ditulis oleh penganut sufistik dengan pengalaman riil sufistik. Sama-sama ada dalam tradisi simbolisme dan dandyisme merimbunkan diksi dengan simbol-simbol yang dipetik dari khazanah sastra dunia atau yang non-sastra. Semacam kebutuhan untuk menunjukkan penjelajahan intelektual dan keluasan wawasan. Tak mengherankan bila puisi-puisi yang non-intelektualistik, yang tak menunjukkan wawasan mendunia jadi sesuatu yang mencengangkan. Dianggap mutiara terpendam.
 
D Zawawi Imron, saya pikir, dijulangkan oleh itu. Kesederhanaannya - dalam sikap hidup dan berpuisi - jadi keutamaan. Idiom yang sangat lokal, diksi yang tak rumit, pengalaman yang riil seorang pedalaman yang kental tradisi pesantrennya jadi kekuatan. Sama seperti yang dilakukan oleh Linus Suryadi AG, yang mencoba memotret keluguan sahaya wanita Jawa dari luar, lewat prosa lirik panjangnya: Pengakuan Pariyem. Sesuatu yang ditafsirkan sebagai kebangkitan genre sastra lokal.
 
Sesuatu yang tidak dengan tradisi intelektual di dekade 80-an jadi alternatif - yang tak mungkin terulang saat ini, saat Postmo jadi anti intelktualisme, dalam ujud anti modernisasi terpola ke Barat, yang diungkapkan dengan intelektualistik. Dan posisi Aming Aminoedhin jadi nanggung karena ia hanya mengikuti pola perpuisian yang dominan, tapi tak memberi sumbangan tema atau pengayaan perimbunan diksi yang dandyistik yang orsinil. Mungkin.
***
 
*) Beni Setia, lahir di Bandung 1 Januari 1954. Tahun 1974 lulus SPMA di Bandung dan sejak itu belajar sastra secara otodidak. Ia menulis dalam bahasa Sunda dan terutama dalam bahasa Indonesia, tersebar di berbagai media cetak terbitan Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta. Buku antologi puisinya: Legiun Asing (1983), Dinamika Gerak (1987), Harendong (1993). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Madiun, dan tulisan-tulisannya, terutama cerpen dan kolomnya, terus mengalir. Beberapa esainya dimasukkan ke dalam Inul (Bentang, 2003). Beni memilih menulis sebagai profesi tunggalnya. http://sastra-indonesia.com/2010/07/dandyisme-puisi-80-an/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt