Rabu, 03 Februari 2021

RAFFLES, GUBERNUR JENDERAL PENEBUS TANAH BESOEKI

Mashuri
 
"Wilayah ini dikenal sebagai Oosthoek (Pojok Timur) dengan Karesidenan Pasuruan/Malang dan Besuki menjadi areal perkebunan utama, penduduknya sangat jarang di bagian Timur sebelum tahun 1900, namun kemudian menarik arus pekerja sampai tahun 1930—an."  (Jamie Mackie, 1997: 266)
 
Pada era kolonial, Belanda menggunakan istilah “Oosthoek” untuk menyebut kawasan ujung timur Jawa, berbatasan dengan daerah Pasuruan—Malang hingga Banyuwangi. Kawasan Oosthoek pernah di bawah Karesidenan Besoeki, kini Besuki, di bawah penguasaan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie), serikat dagang Belanda, terdiri atas beberapa regenschaap dan afdeeling, seperti Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi. Sejarah asal-usul Besuki dimulai ketika sekelompok imigran dari sebuah desa di Pamekasan Madura mencari penghidupan di tanah rantau. Mereka berkoloni lalu membentuk pemerintahan tersendiri yang berafiliasi ke penguasa di bawah Mataram pada masa itu, sekitar pertengahan abad ke-18.
 
Ihwal penguasaan VOC/Belanda atas wilayah Besuki, studi Wijayati (2001) menjelaskan bahwa VOC dapat menguasai kawasan Besuki karena perjanjian dengan Sunan Paku Buwana II pada 11 November 1743. Kontrak ini pada dasarnya adalah penyerahan hak kekuasaan yang menjadi milik raja Jawa tersebut terkait debngan tanah-tanah di wilayah ujung Timur Jawa kepada VOC. Bagian ujung timur yang menjadi milik VOC sesuai dengan garis yang ditarik dari Pasoeroean dan beberapa tempat dari arah selatan ke utara sampai tepi laut sebagai perbatasan dengan tanah milik Sunan Paku Buwana II, sedangkan semua daerah di sebelah timur garis menjadi milik VOC dan daerah sebelah barat daya tetap milik Sunan Paku Buwana.
 
Namun, perjalanan sejarah Besuki tidak semulus pipi Anya Geraldine. Ups!  Sejak tahun 1770, tanah Besuki digadaikan Belanda pada tuan tanah yang bertindak sebagai penguasa. Baru pada 1813, ketika Inggris menggantikan Belanda sebagai penguasa di Hindia Belanda, Tanah Besuki ditebus kembali oleh pemerintah kolonial. Ternyata tokoh di balik penebusan itu adalah Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia, yaitu Thomas Raffles.
 
DARI KALANGAN BAWAH
 
Sudahkah anda mengenal sosok Raffles? Itu lho, lelaki jangkung yang nama karibnya Mas Rafli. Nah, Anda ngawur kan? Itu kan tukang becak yang mangkal di Pasar Atom. Ini berbeda, Bung. Sosok yang satu ini bernama lengkap Sir Thomas Stamford Raffles. Sejarah kita hanya mencatat sekilas ihwal penebus tanah Besuki ini. Berikut ini sisi lain dari Raffles yang memesona dan perlu kita ketahui bersama. Tentu ngablak ini semata-mata dari sisi kemanusiaan, bukan dalam rangka melukai rasa nasionalisme.
 
Meskipun nama Raffles menjulang dan sundul langit, bahkan digelari “sir” oleh kerajaan Britania Raya atas jasa-jasanya, yang dalam gelar keningratan Jawa adalah “Raden” atau “Raden Mas”, tapi sesungguhnya ia berasal dari kalangan bawah, kalau tidak disebut dari kalangan “kere”. Namun, yang jelas ia bukan dari kalangan ‘kere munggah bale’, tapi derajat dan kepintarannya dicapai melalui perjuangan dan proses yang panjang dan berliku. Ketekunan, kerajinan dan kecerdikannya yang membuat namanya demikian mashur dan menjadi nisbat nama ilmiah bagi kekayaan flora dan fauna di alam Nusantara.
 
Ia lahir dengan nama Thomas Raffles dari pasangan ayah Benjamin Raffles (1739—1812) dan ibu Susannah Leigh (1725—1754). Ayahnya, yang awalnya hanya seorang tukang masak, tentu saja hanya koki biasa dan bukan master chef, di sebuah kapal, akhirnya berhasil sebagai kapten kapal.  Meski demikian, karena krisis ekonomi yang dahsyat melanda Inggris pada masa itu, Kapten Benjamin pun dilanda kesulitan ekonomi super berat. Mereka jatuh miskin.
 
Raffles muda pun terpaksa mencari pekerjaan untuk menyokong nafkah keluarga, meski pendidikan formalnya seadanya, alias pas-pasan. Keberuntungan berpihak padanya. Ayah seorang sahabatnya menawarinya pekerjaan pertama sebagai juru tulis di sebuah perusahaan di Hindia Timur pada 1795. Walau harus merantau dan jauh dari keluarga, Raffles muda bertekad mengambil tawaran tersebut. Di tempat kerjanya, ia dikenal sebagai pemuda yang tekun, memiliki hasrat besar untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri. Berkat keuletan dan kemauannya yang keras, ia pun dipromosikan sebagai asisten sekretaris di perusahaan yang sama yang membawahi wilayah kepulauan Melayu.
 
Sejarah hidupnya pun seakan mulai dirilis ketika ia dikirim ke Pulau Penang Malaysia, pada 1804. Gubernur Jenderal Inggris di India, Sir Girlbert Elliot Murray-Kynynmond (1751—1814), alias Lord Minto, selanjutnya mengirim Raffles ke Malaka. Lord Minto menyukai Raffles karena pemuda ini terkenal cerdik, terampil dan mampu berbahasa Melayu dengan baik. Terbukti, tengara Lord Minto menjadi kenyataan. Pada suatu waktu, setelah ia berada di alam Melayu, Raffles pun membubuhkan nama “Stamford” di tengah namanya. Hal itu sebagai sebuah penanda bahwa ia telah berkembang menjadi pribadi yang sangat dihormati dan berwibawa di kawasan Laut Cina Selatan.
 
Pada tahun 1811, Raffles ikut serta dalam ekspedisi ke tanah Jawa sebagai Letnan Gubernur, dan diperintah langsung Lord Minto. Pada saat itu, negara Perancis baru saja menduduki kerajaan Belanda. Ia pun mengatur ekspedisi militer melawan sisa-sisa Belanda yang masih bercokol di Jawa yang dipimpin oleh para panglima militer Inggris seperti Admiral Robert Stopford, Jenderal Watherhall dan Kolonel Gillespie. Belanda pun menyerahkan kedaulatan di Hindia Belanda pada Inggris, tanpa pertumpahan darah tapi lewat cara negoisasi. Raffles melanjutkan ekspedisi untuk menaklukkan penguasa lokal yang membangkang terhadap peralihan kekuasaan dan kebijakan yang diterapkannya.
 
Raffles menjadi Gubernur Jenderal Inggris di Hindia Belanda sangat singkat mulai tahun 1811—1816. Meski demikian, ia meninggalkan beberapa kebijakan yang hingga kini masih dianut oleh orang Indonesia. Perlu diketahui, model penjajahan antara Inggris dan Belanda berbeda, dan dari sinilah sebenarnya bisa diketahui bagaimana mereka mewariskan kebijakannya pada negeri jajahan. Meski singkat, warisannya cukup berharga dan tidak hanya dalam hal sistem pemerintahan tetapi juga tentang ilmu pengetahuan, terutama dalam flora dan fauna Nusantara, termasuk Sumatera dan Jawa.
 
Tentunya juga tentang banyak hal yang berbau Jawa. Hal itu karena hati Raffles begitu jauh berlabuh di lubuk Jawa. Sebagai buktinya dia merupakan pionir kajian ihwal Jawa dengan diterbitkannya seri bukunya yang legendaris “The History of Java” dalam dua volume, yang menjadi pemicu dikajinya Jawa oleh kalangan intelektual Eropa dan menjadi rujukan bila orang berbicara tentang Jawa, hingga kini --meskipun sebagai karya rintisan memang masih sederhana.
 
BEBERAPA RINTISAN
 
Berikut ini rintisan Raffles yang masih menunjukkan tilasnya.
Pertama, Raffles mengubah sistem tanam paksa (culturstelsel) warisan kolonial Belanda dengan sistem kepemilikian tanah dengan kebijakan landrente atau pajak bumi yang berdasar hukum adat Jawa. Raffles menetapkan semua tanah adalah milik negara dan rakyat sebagai pemakai atau penggarap tanah wajib membayar sewa berupa pajak bumi kepada pemerintah. Pemimpin pribumi yang tidak taat pada aturan tersebut akan dipecat dari jabatannya. Dengan kebijakan inilah akhirnya tanah yang disewakan ke tuan tanah, akhirnya dibeli kembali oleh pemerintah, termasuk tanah Besuki.
 
Kedua, Raffles membagi tanah Jawa ke dalam 16 karesidenan, serta mengurangi jabatan bupati yang berkuasa. Kasultanan Banten dihapuskan dan kedaulatan Kasultanan Cirebon harus diserahkan Inggris. Raja Kasultanan Yogyakarta Sultan Hamengkubuwana II (1750—1828) yang bertentangan dengan Raffles dibuang ke Pulau Pinang (1812). Penggantinya adalah Sultan Hamengkubuwana III (1769—1814), ayahanda Pangeran Diponegoro (1785—1855).
 
Ketiga, Raffles mengubah sistem berkendara di semua bekas koloni Belanda dengan sistem berkendara di Inggris, yaitu dengan menggunakan jalur kiri. Selain itu, tilas Raffles masih demikian banyak, apalagi jika dikaitkan dengan kegemaran dan kecintaannya pada lingkungan terutama pada bidang biologi. Karena kerja keras dan dedikasinya, sejumlah binatang dan tumbuhan di Nusantara diberi nama ilmiah sesuai namanya Rafflesia dan yang paling terkenal adalah bunga dengan kelopak raksasa bernama ilmiah Rafflesia Arnoldi.
 
GETIR TAKDIR
 
Di Jawa, Raffles bukannya hidup mulus tanpa cobaan. Bahkan, ketika ia harus hengkang dari Jawa pun seakan-akan terbelit takdir yang pahit. Pada tahun 1815, ia terpaksa diungsikan ke London karena terserang penyakit tropis yang sangat parah dan hampir merenggut nyawanya. Sebelumnya, isteri tercintanya Olive Mariane Devenish, yang dinikahinya pada 14 Maret 1805 meninggal dunia di Jawa pada 26 November 1815 karena serangan penyakit Malaria.
 
Sebelumnya, pada tanggal 13 Agustus 1814, Konvensi London diberlakukan. Dinyatakan bahwa semua wilayah yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan oleh Inggris. Konvensi itu tidak berlaku untuk Bangka, Belitung dan Bengkulu, karena Inggris menerima penyerahan kekuasaan langsung dari Sultan Najamudin dan Kerajaan Palembang. Raffles yang masih ngiler dengan kekayaan Nusantara pun terpaksa gigit jari ketika ia ditarik ke London dan digantikan oleh John Fendall (1762—1825) yang melaksanakan konvensi tersebut dan melakukan serah terima Inggris—Belanda. Konon, ketika ia meninggalkan Jawa dan Sumatera, ia menangis.
 
Ibarat pepatah: ‘kalau sudah jatuh cinta, tai kucing terasa gula’ begitulah cinta yang bergelayut di hati Raffles terhadap tanah Nusantara, terutama Jawa. Ia pun merampungkan proyek botaninya dengan mendirikan London Zoo (Kebun Binatang London) dan Zoological Society of London (Komunitas Ahli Binatang London) yang terkenal hingga sekarang di Inggris. Keduanya menampung spesimen binatang Raffles yang sangat banyak dan beragam dari Sumatra dan Jawa. Untuk Jawa, ia menyumbangkan sebuah projek “The History of Java” yang sudah dimulai Raffles dari kawasan dingin Cisarua Bogor, ketika ia masih menjadi gubernur jenderal di Jawa. Ia meneruskan proyek itu meski ia sudah minggat dari Jawa. Karya ini begitu kaya dengan data dan diskripsi, memuat kekayaan dokumen dan ragam kehidupan di Jawa, baik dari sisi alam, manusia, adat istiadat dan sebagainya.
 
Raffles meninggal dunia sehari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-45 (tanggal 5 Juli 1826) atau hanya berselang dua tahun sekembalinya ia dari Hindia Timur. Ia menderita apoplexy atau stroke. Dalam dunia kajian ketimuran, yang dalam dunia akademik sering disebut dengan istilah keren: kalangan orientalis, Raffles disebut sebagai “salah seorang pelopor kajian Jawa, serta bukunya menjadi sumber gagasan Barat mengenai daerah tersebut dan sebagai titik awal pengkajian wilayah Timur atau orientalis”. Buktinya, setelah Raffles, banyak sekali sarjana Belanda meneliti Jawa, padahal sebelumnya Belanda sudah bercokol di Jawa lebih dulu dan para sarjananya ogah melakukan penelitian tanah jajahan, kecuali untuk kepentingan politik kolonial.
 
Demikianlah sekilas riwayat hidup Raffles sang penebus tanah Besuki dari tangan tuan tanah. Di balik cara memerintahnya yang terkesan bertangan besi, ternyata ia juga memiliki sisi baik yang layak untuk dikenang. Bahkan, ada pihak yang menyebut, ia mencintai Jawa lebih dari orang Jawa sendiri. Tentu klaim tersebut menarik karena ada klaim lain juga bahwa kini banyak orang Jawa yang tidak mengerti kejawaannya. Saya tidak perlu jauh-jauh tunjuk hidung untuk soal tersebut. Tengara itu bisa berlaku buat saya sendiri, dan jangan enak-enak pembaca, Anda juga dapat termasuk di dalamnya. Crit! Kecipratan deh!
 
On Sidokepung, 2021

http://sastra-indonesia.com/2021/02/raffles-gubernur-jenderal-penebus-tanah-besoeki/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt