Selasa, 03 Agustus 2021

Khotbah Ketua Dewan Pemakaman Rakyat

Muhammad Yasir
 
Hanya para Dewan Pemakaman Rakyat itulah yang benar-benar mengerti bagaimana dan seperti apa tata cara terbaik dan mulia menghantarkan manusia ke rumah terakhir mereka di Bumi! Bagaimana pun engkau mendebat mereka, sekali pun telah engkau khatamkan kitab hukum dan undang-undang, sosial dan politik, bahkan filsafat Timur dan Barat, sungguhlah mereka hanya akan menertawakanmu! Mereka, bukan binatang-binatang di gedung perwakilan atau departemen keadilan dan hak asasi manusia. Jadi, meskipun engkau seorang intelek-komprador berpangkat atau seorang menteri yang doyan menonton pertunjukan cengeng di televisi murahan, sekali lagi, mereka hanya akan menertawakanmu! Kuyakinkan engkau, Ketua Dewan Pemakaman Rakyat: seorang lelaki paruhbaya yang santai dan sarkas itu, akan mengatakan kepadamu: “Mobil ambulans terbaikku, jauh lebih cepat dari New Camry terbaru seorang purnawirawan, apa engkau ingin mencobanya?!” Katakan kepadaku, bahwa engkau tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan itu, karena sejatinya engkau adalah pengecut. Bukan demikian? Jadi, diamlah sejenak! Aku akan menceritakan Khotbah Ketua Dewan Pemakaman Rakyat ini kepadamu, dekatkan telinga kananmu yang mulai tuli itu!
 
Itu pagi yang ramai! Matahari malas bersinar. Embun sejak tadi telah menyusut dan hilang. Paving-paving tersusun rapi menutupi lenguh tanah sejak Revolusi Surabaya tahun 1945. Di jalan utama gang-gang kecil di jantung Kota Surabaya bagian Barat, orang-orang yang dimangsa senja usia, para pemikir yang malas memikirkan dunia baru, tampak bahagia, seakan-akan mereka memiliki jaminan kematian yang mulia dan Surga seperti yang telah dijanjikan pihak perbankan, tempat mereka menggadaikan masa lalu dan hari ini. Orang-orang dimangsa senja usia ini, menarik perhatianku. Melihat mereka seperti melihat ikan-ikan berenang di akuarium; seindah apa pun sisiknya, selincah apa pun berenangnya, dalam hitungan setahun dua, si pemilik akan menjual atau memasak ikan-ikan itu. Tidak bisa ditampik, dunia hari ini adalah dunia yang mengerikan dan menyengit hati. Orang-orang berbondong-bondong pergi ke rumah Tuhan dan membuat pengakuan bahwa mereka membutuhkan pertolongan dan perlindungan, karena negara bagi mereka adalah gelanggang penjagalan. Namun kemudian, diam-diam dan massal, mereka menarik Tuhan dari langit, dari dinding rumah, dari altar, lalu mengikat Tuhan dan mencincangnya hingga habis. Kemudian, para istri akan memasak masakan terbaik untuk perjamuan makan malam dalam pesta kelaparan.
 
Sekarang, setelah semua semakin mengerikan, kuperkenalkan kepada engkau sekalian, inilah Cak Cholidh, Ketua Dewan Pemakaman Rakyat terpilih sejak tahun 2000 hingga tahun 2021 - kurang sebelas tahun untuk menyamai Raja Jawa, Soeharto. Setahun sebelum Revolusi Surabaya, tahun 1944, dia dilahirkan. Dia sangat menyayangkan dirinya yang waktu itu tidak mampu mengingat dan merekam setiap kejadian. Jadi, dia tidak mengakui bahwa dirinya tidak bisa berbicara tentang itu. Rumah Cak Cholidh, tidak sampai seratus kaki dari toko buku yang kudirikan bersama istri. Pada pagi yang ramai, pada hari yang sama, aku bertamu ke kantor para Dewan Pemakaman Rakyat itu. Cak Cholidh, dari kejauhan, tampak duduk di kursi panjang di bawah pohon mangganya yang naung. Dua kaki di depannya, di seberang jalan, dua orang pegawainya, Cak Alimin dan Cak Mualim, masing-masing menyibukan diri. Oh ya, terlalu gegabah rasanya jika aku tidak memperkenalkan kepada engkau sekalian siapa dan apa bidang kedua pegawai Cak Cholidh ini. Cak Alimin menjabat sebagai Ketua Divisi Antar-jemput Mayat, umurnya 65 tahun; agak jelek, kurus, dan memiliki tatapan curiga. Cak Mualim menjabat sebagai Ketua Divisi Batu Nisan, umurnya sukar diperkirakan. Keduanya dilantik oleh Cak Cholidh, setahun setelah dirinya terpilih sebagai ketua.
 
Cak Cholidh mempersilakan aku duduk di sebelahnya, kemudian aku memperkenalkan diri dan pekerjaanku di lingkungannya. Cak Cholid menanggapi santai-tapi-sarkas, begini: “Jangan sekali pun engkau keliru dalam berkehidupan, Mas. Dan, membuka toko buku, bagiku, adalah kekeliruan. Orang-orang di negara ini sudah terlalu pintar. Mereka mampu mengubah hutan menjadi rumah-rumah baja. Mereka mampu mengganti gunung menjadi pabrik. Mereka mampu membunuh sesbangsa-setanah air dengan hanya satu kebijakan. Jadi, untuk apa engkau menjual buku ditengah situasi yang sudah mengharuskan kita untuk menodongkan senjata ke orang-orang pintar ini. Atau… engkau juga seorang pintar? Ha-ha… berhati-hatilah duduk di sebelahku. Sirene ambulans itu adalah mimpi buruk, ‘kan?!”
 
“Nah, Mas…” Cak Cholidh melanjutkan. “Sekarang katakan kepadaku, hari Jumat ini, apa yang akan dibahas orang terpilih dalam khotbahnya?! Tidak perlu buru-buru menjawab, karena sikap naif di dalam diri yang diam-diam membuat kita melupakan Tuhan, Mas. Kubantu engkau kali ini. Tidak satu pun, sepanjang aku hidup di sini, aku pernah mendengar pengkhotbah berbicara bagaimana ummat Muhammad hidup dalam kemerdekaan penuh dan utuh, sedangkan ummat Muhammad lainnya tiada henti-hentinya mengirim orang pada kematiannya dengan cara-cara mengejikan, seperti korupsi dan seterusnya. Semacam ada suatu alarm peringatan yang sengaja mereka tanamkan di dalam akal sehat dan nuraninya untuk tidak membicarakan itu atau bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang tabu, tetapi ironisnya itu terjadi ketika mereka menggeser satu per satu biji-biji tasbihnya. Oh! Muhammad yang mana yang mereka jadikan panutan, sesungguhnya? Kitab apa dan terjemahan siapa yang mereka baca, sehingga keberanian untuk bicara yang sebenarnya itu lenyap dan menyebabkan mereka lebih memilih untuk mengisahkan kebohongan demi kebohongan ummat Muhammad dalam lingkaran kekuasaan yang lalim?! Tidak ada perasaan malu sesenti pun pada mereka ketika mengenakan gamis serba putih yang wangi - katanya, parfum yang mereka beli adalah parfum dari tanah Mekkah - dan nyaris hafal semua hadist tapi tidak seorang pun dari mereka mampu menyelamatkan seorang saja faqir di gang ini! Pernah sekali waktu, sebaik-baiknya ingatanku, pada hari Jumat, untuk kali pertama dan terakhir, aku disuruh berkhotbah di hadapan ummat Muhammad. Materi khotbahku pada waktu itu tentang bagaimana manusia berkehidupan dan menjalankan fungsinya sebagai manusia. Wah, Mas, setelah selesai salat, ummat Muhammad di lingkungan sini, menjauhiku. Tersiar kabar, bahwa seseorang mengatakan diriku adalah seorang propagandis dan seterusnya. Akan tetapi, Mas, ketika orang-orang tercinta mereka meninggal dunia, mereka datang kepadaku dan meminta maaf. Bukankah itu keterpecundangan sesunggunya, Mas?! Pada akhirnya, orang-orang seperti mereka mengerti mengapa aku memilih materi itu. Dan, perlahan-lahan, di antara mereka seperti Alimin dan Mualim, menghormati kebenaran dan mau belajar bagaimana berkehidupan dan menjalankan fungsi sebagai manusia. Tidak seperti binatang-binatang di gedung perwakilan itu, ‘kan? Ha-ha!”
 
Kami tertawa lepas, bersamaan.
 
Kantor Lyn Akherat, begitulah nama kantor para Dewan Pemakaman Rakyat itu. Kantor itu menyatu dengan pagar rumah Tuhan yang mewah dan badan jalan utama gang. Ada sebatang pohon mangga yang rindang dan berbuah persis di hadapannya. Cak Cholidh adalah seorang ketua yang derma. Acap kali orang yang menurutnya pantas menerima, dia berhentikan kemudian memberikan beberapa buah mangga dalam kantong plastik. Akan tetapi, di bawah pohon mangga itu, persisnya di sebelah kursi panjang tempat kami duduk, ada sebuah batu nisan berwarna putih kusam bertuliskan: “Ini disediakan khusus bagi pencuri mangga!” Aku tertawa. Betapa tidak? Dengan adanya batu nisan itu, pohon mangga itu tumbuh subur dan buahnya melimpah tanpa seorang pun memiliki keberanian untuk mencurinya.
 
“Orang-orang pada takut, Mas,” kata Cak Cholidh. “Mereka takut kepada batu nisan, bukan kepada Tuhan. Mereka menganggap batu nisan adalah simbol akherat. Padahal, batu nisan hanyalah simbol ketiadaan manusia di dunia. Yang sesungguhnya adalah tandik-tanduk perbuatan mereka pada hari pembalasan di alam kubur sana. Jadi, jika mental orang-orang sudah demikian, apa yang engkau harapkan, Mas? Mengkhotbahi mereka tentang bagaimana Muhammad memerdekakan orang miskin dan seorang budak yang telah lama hendak merdeka?! Bagaimana mungkin, mereka sudah tidak merdeka di negara yang menganggap dirinya telah merdeka, tetapi itu hanyalah anggapan semu! Tidak terbukti! Bukankah di seantero sudut jalan Kota Surabaya ini, engkau kerap melihat anak-anak terlantar di jalanan, kaum papa mati menghirup lem fox di emperan toko roti, atau ah! Kadang-kadang aku betul-betul ingin sekali membawa ambulans ini ke Istana Negara dan menyetel sirene sekencang-kencangnya!”
 
 Tiba-tiba, Cak Mualim, marah.
 
 “Sial! Punya nama kok menyusahkan orang lain! Su!”
 
 “Kenapa, Lim?” Tanya Cak Cholidh.
 
 “Ini, Ketua, orang yang mati semalam, berpesan kepada keluarganya bahwa namanya harus ditulis selengkap-lengkapnya beserta titel-titelnya, sementara batu nisan ini tidak sebesar kepalanya! Su og! Ini kali kedua aku mengulang. Dan, jika kali ini gagal, tidak biarkan saja dia mati tanpa batu nisan.”
 
 “Lho, kalau tidak ada batu nisan, bagaimana keluarganya akan berziarah kemudian hari, Lim? Coba betul-betul engkau menulisnya!”
 
 “Aku ini ketua divisi, Ketua. Sudah sepenuh kemampuanku menulis namanya, tetapi, ah! Bagaimana kalau kutulis S-U-O-G saja?!”
 
 “Hus! Meskipun kehidupannya berkepribinatangan, dia bukan binatang-binatang di gedung dewan perwakilan atau departemen keadilan dan hak asasi manusia! Aku kenal dia. Semasa hidupnya dia memang seorang yang terdidik, tetapi memilih hidup sebagai bisu dan terjerembab dalam pengetahuannya seorang diri! Tulis sebagaimana wasiatnya, orang seperti dia perlu diberi penghormatan, meski Malik akan menggugatnya diakherat!”
 
Aku tertawa nyaris tanpa suara.
 
Tidak lama kemudian, dari kejauhan ambulans lengkap dengan tulisan: “Pingin ke Surga, pilih saya! DPR 1 Nomor 25: Ambulans Khusus untuk Calon Caleg Strees” berjalan perlahan dan membunyikan sirene yang membuat bising. Orang-orang dimangsa senja usia yang ramai berjalan di jalan utama gang itu meminggir satu per satu sembari bertanya-tanya, ini kematian yang ke berapa. Kemudian ambulans itu berhenti persis di hadapan Kantor Lyn Akherat. Cak Alimin keluar dan membanting pintu dengan roman wajah berang dan kesal.
 
“Ketua, mereka tidak jadi memakamkan jenazah orang pintar itu hari ini. Katanya, menunggu seorang dewan perwakilan, sepupu orang pintar itu datang sore ini. Su og!”
 
Surabaya, 2021.

http://sastra-indonesia.com/2021/08/khotbah-ketua-dewan-pemakaman-rakyat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt