Rabu, 04 Agustus 2021

Sastra Indonesia Menutup Abad

Dari Madura ke Pergaulan Dunia
 
Agus R. Sarjono *
kompas.com
 
SEBAGAIMANA banyak segi dalam kehidupan di Indonesia, sastra pun memiliki kecenderungan kuat untuk serba memusat. Kecenderungan berkiblat ke pusat itu terlihat dalam banyak segi, baik segi tematik maupun estetik. Tema-tema protes sosial, misalnya, digarap dan ditulis sebagai reaksi dan tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang hidup di pusat pemberitaan.
 
Padahal, persoalan-persoalan sosial-politik-budaya bertebaran di berbagai pelosok Indonesia dan sering kali memiliki kekhasan persoalan, keluasan tantangan, serta menuntut pemecahan dan pendekatan sendiri-sendiri. Kesempitan ekonomi yang dialami masyarakat urban dengan kesempitan ekonomi yang dialami masyarakat desa atau pengungsi tentunya berbeda. Problem budaya yang dihadapi masyarakat agraris dengan masyarakat pantai/nelayan juga tidaklah sama. Bahkan, pandangan dan penghayatan suatu kebudayaan terhadap cinta, perkawinan, dan religiusitas tidak sama dengan pandangan dan penghayatan kebudayaan lain.
 
Sementara itu, berbagai pencapaian sastra yang dilahirkan di banyak wilayah Indonesia, terutama di kota-kota, cenderung terserap oleh tema-tema dan persoalan umum sebagaimana diberitakan dan ditampilkan secara nasional melalui TV dan koran-koran. Kecenderungan ini akan membawa sastra ke wilayah yang serba umum, sehingga persoalan-persoalan sosial yang dijadikan tema sastra pun cenderung diangkat ke tingkat umum. Karena permasalahan yang digarap merupakan masalah umum-bukan masalah yang dekat dengan pengalaman konkret sastrawan, juga bukan permasalahan yang benar-benar menjadi bagian dari kecemasan hidup dan kegelisahan eksistensialnya-maka kedekatan sang sastrawan terhadap tema, masalah, dan pokok persoalan yang akan ditulis dan ditanggapinya melalui sastra pun menjadi serba umum dan kehilangan detail. Padahal, detail yang menentukan kualitas dan kemantapan suatu karya sastra.
 
Kecenderungan berkiblat pada pusat ini terlihat pula dari trend pemikiran dan penghayatan filosofis yang mendasari penciptaan sastra. Ketika pemikiran eksistensialisme menjadi mode dan bahan pembicaraan di berbagai forum (dan media) di pusat, segera saja trend ini merembes dan menjalari banyak sastrawan di pelosok Indonesia. Ketika sufisme dan sastra sufi sedang in dan ramai didiskusikan di forum dan media pusat, ramai pulalah sastrawan dari berbagai pelosok Indonesia sibuk bersufi-sufi. Hal yang sama terjadi pula ketika postmodernisme sedang merajalela di banyak forum dan media pusat, gelombang penulisan sastra yang ke-“postmo-postmo”-an menjadi wabah di mana-mana. Dalam seni rupa mudah sekali kita rasakan bagaimana instalasi-seperti juga burger dan ayam goreng Amerika-segera menjadi trend sampai ke desa-desa. Dan dari mana para pemikir dan sastrawan pusat itu berbelanja? Tidak lain tidak bukan dari mode yang sedang trend di Eropa dan Amerika. Tidak jarang mereka pun berbelanja secara cicilan, sehingga sering tidak lengkap dan terlambat pula.
***
 
KECENDERUNGAN yang sama bukan hanya terjadi di tingkat tema dan persoalan, melainkan juga di tingkat estetika. Tidak sulit bagi kita untuk mencium aroma para pendekar utama sastra di pusat dalam berbagai pencapaian sastrawan di berbagai pelosok Indonesia. Kerumitan dan gaya bersajak Afrizal Malna di Jakarta, misalnya, segera saja diadopsi dan menjadi bagian pada penciptaan sajak hingga ke pelosok Gunung Kidul dan Palembang sana. Gaya bersajak yang nglangut dan memanfaatkan berbagai globalisasi nilai dengan penggunaan bahasa yang purba pada Goenawan Mohamad ternyata juga diteladani dan merembes banyak sastrawan hingga ke Banyuwangi, Bali, dan berbagai pelosok Indonesia.
 
Tentu saja hal serupa terjadi pada estetika dan gaya bersastra Rendra. Tak lama setelah Rendra sukses besar dengan pementasan Oedipus, Arifin C Noer mencatat maraknya penggunaan grand style Yunani dalam banyak garapan teater di daerah-daerah. Bahkan, pementasan drama Malam Jahanam yang realis pun dipentaskan dengan gaya babad seperti yang dilakukan Rendra. Tidak sulit pula menemukan ramainya penggunaan gaya Teater SAE di banyak pelosok Indonesia sepanjang penghujung 1980-an dan awal 1990-an.
 
Tidaklah mengherankan jika kemudian kecenderungan pemikiran eksistensialisme, postmodernisme, nouveau roman Perancis, surealisme, absurdisme, dan sebagainya yang hidup dan dimamah di forum dan media pusat segera menjadi bagian yang akrab dan menjadi bagian penting pula dalam kehidupan sastra di berbagai belahan Indonesia. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara seorang penyair asal Cianjur, misalnya, dengan penyair Banyumas, Cirebon, Tegal, Semarang, Madura, Bali dan sebagainya. Jika berbagai penyair dengan berbagai sajaknya itu dipertukarkan dan dipisahkan dari asal dan tempat mereka tinggal, niscaya tidak ada perbedaan signifikan di antara mereka.
 
Salah satu penyebab utama kecenderungan ini tentu saja adalah pembangunan Indonesia yang serba memusat. Namun, ada sebab lain yang tak kalah pentingnya, yakni terbatasnya wilayah tematik yang dapat dan boleh digarap oleh para sastrawan Indonesia. Sudah cukup lama dunia kesenian umumnya, dunia sastra khususnya, ditekan dengan berbagai pembatasan baik eksplisit maupun implisit. Salah satunya adalah kecenderungan untuk menabukan dunia sastra menampilkan berbagai segi baik dan buruk dari bermacam sektor masyarakat, seperti dunia pengusaha, militer, guru, tokoh masyarakat, ulama, dan sebagainya.
 
Dengan begitu, persoalan-persoalan peka yang hidup di sekitar para sastrawan tidak membuat mereka tergoda untuk menuliskannya secara detail. Ada godaan untuk berpaling dari kenyataan keseharian yang mereka hidupi lantas menengok kenyataan diskursif yang mengemuka di pusat Indonesia dengan gaya dan pengungkapan yang cenderung tergoda oleh estetika yang juga hidup di pusat.
 
Jika pun ada perlawanan terhadap pusat, maka perlawanan tersebut lebih merupakan perlawanan struktur kelembagaan dan perlawanan manajerial. Ada kecenderungan untuk memperlawankan (membuat dikotomi) pusat-daerah sebagai sebuah tindakan politis kelembagaan, dan bukan perlawanan estetis dan kesadaran. Maka berbagai kegiatan besar yang bernuansa dan bercita rasa pusat pun digelar di berbagai kantung dan pelosok Indonesia dengan gaya Jakarta dan lahir untuk bersaing secara dikotomis dengan lembaga-lembaga pusat. Namun, kegiatan-kegiatan semacam itu ternyata lahir dari kesadaran dan cara bertindak yang sama sebangun dengan pusat, juga untuk memenangkan porsi pemberitaan di media-media pusat.
***
 
MELIHAT tantangan yang terbentang di depan mata, sudah masanya berbagai komunitas sastra di berbagai belahan Indonesia meninggalkan kebiasaan memusat tersebut. Sudah waktunya pula berbagai komunitas sastrawan di berbagai daerah lebih percaya pada pengalaman dan penghayatannya sendiri terhadap berbagai segi kehidupan yang konkret terjadi di hadapannya. Dengan begitu, dapat kita harapkan lahirnya karya-karya sastra yang mengolah persoalan-persoalan konkret yang lahir dari problem sejarah, budaya, ekonomi, sosial, dan politik di daerahnya masing-masing.
 
Persoalan-persoalan konkret yang dihadapi, dihidupi, dan dihayati langsung oleh sastrawan pada gilirannya akan mengharuskan sastrawan bersangkutan untuk mencari dan menemukan cara ucap (estetika) yang tepat bagi persoalan konkret yang mereka hadapi dan ingin mereka ejawantahkan melalui sastra. Dengan begitu, di bidang prosa, akan mereka temui tokoh-tokoh konkret yang akan mempengaruhi aspek penokohan dalam karya mereka. Mereka juga akan menemukan berbagai persoalan yang khas dan mendasar di lingkungannya yang akan berpengaruh pada cara mereka mengolah latar, tema, dan sudut pandang.
 
Di masa mendatang, justru karya sastra yang lahir dari kekhasan wilayahlah yang akan merebut perhatian di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Kita masih ingat tentunya dengan Derek Walcott, penyair pemenang Nobel yang menuliskan karya-karyanya dari persoalan konkret dan estetika yang lahir dari pedalaman Karibia. Tentu juga kita ingat Naguib Mahfoudz yang merebut Hadiah Nobel berkat novel-novelnya yang bercerita secara detail mengenai kampungnya, termasuk terutama warung teh tempat ia mangkal dan mencari inspirasi. Toni Morisson belum tentu dapat meraih Nobel jika ia menuliskan persoalan-persoalan umum Amerika. Hadiah Nobel diraihnya berkat penghayatannya dan keteguhannya untuk secara detail mengangkat persoalan warga kulit hitam dengan segala kesungguhan.
 
Di Indonesia tentu kita ingat pada Ahmad Tohari yang mendapat perhatian luas justru ketika ia berhasil menyelami persoalan yang hidup di kampungnya dan mengangkat persoalan pelosok Banyumas itu sebagai karya sastra. Dunia budaya santai Maduralah yang membikin sajak-sajak D Zawawi Imron bicara. Begitu pula dengan Linus Surjadi (almarhum) dan Pengakuan Pariyem-nya. Bahkan, Ayu Utami mendapat sukses lewat novelnya Saman bukan karena tetek-bengek persoalan globalisasi manusia lintas-budaya, laporan turistik taman Kota New York, atau surat-surat perselingkuhannya yang tak mencapai orgasme itu; melainkan justru karena penggambaran dan penghayatannya yang bukan main mengenai persoalan Prabumulih dengan segala tantangan psikologis, sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan sekaligus kleniknya.
 
Maka, sastra Indonesia yang berpengharapan di masa depan adalah sastra yang lahir dari penghayatan habis-habisan terhadap persoalan-persoalan konkret yang terhampar di depan mata. Persoalan-persoalan konkret yang muncul dari konflik budaya, sosial, politik, ekonomi, dan psikologis di wilayah yang kecil dan terbatas tempat sang sastrawan hidup dan menemukan sumber inspirasi dan keterlibatannya di sana.
***

*) Agus R. Sarjono, seniman-penyair, Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta. http://sastra-indonesia.com/2009/02/sastra-indonesia-menutup-abad/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt