Minggu, 01 Agustus 2021

Ruang Anak-anak Peradaban Masa Depan

I Made Prabaswara
balipost.co.id
 
DI MANAKAH ruang bagi anak-anak dalam bangun peradaban yang dominan ditentukan manusia dewasa usia? Pertanyaan begini dipastikan tiada seberapa mengusik kalangan politisi negara maupun daerah yang kini berasyik-masyuk riuh-rendah dengan suksesi gubernur hingga pemilu, lanjut mengincar-incar kursi puncak kepresidenan buat peneguhan kuasa. Tak perlu heran bila Hari Anak Nasional 23 Juli nanti bakal lewat sepi-sepi saja, kalah gaung dengung tinimbang perdebatan egosentris kader–nonkader balon pemimpin tanpa standar kriteria jelas, kecuali kepentingan pribadi dan kelompok.
 
Tarik-ulur kepentingan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional yang baru, ribut-ribut protes para orangtua siswa baru terkait hasil penyaringan masuk sekolah, kegiatan orientasi di sekolah-sekolah bagi siswa baru –sebentar lagi menyusul mahasiswa baru di perguruan-perguruan tinggi berbiaya mahal– sama sekali tidak dipahami sebagai masalah mendasar, karena pendidikan anak-anak tidak kunjung dipahami sebagai penentu keunggulan peradaban masa depan negeri. Di negeri “bertradisi” suksesi kepemimpinan berdendam kesumat berdarah-darah ini, pendidikan anak-anak negeri yang seharus-harusnya diletakkan di hulu justru dihanyut-hanyutkan menjadi nomor ke-sekian di hilir. Maka, di manakah ruang bagi anak-anak dalam bangun peradaban masa depan negeri yang belum usai dirajam konflik demi konflik ini? Meskipun tiada mewariskan lembaga sekolahan formal berijasah, namun tradisi Bali lampau memberi gambaran, konsep, dan pemahaman amat benderang: betapa mutlak posisi anak-anak dalam penentuan peradaban dan alam semesta masa depan. Justru karena sebagai penentu masa depan itu, maka anak-anak mesti direbut diselamatkan nun jauh ke hulu: bukan cuma sebatas masa batita (bawah tiga tahun) balita (bawah lima tahun) prasekolah, melainkan jauh ke sebelum masa lahir, terutama untuk pengaliran genetika perwatakan nan kuat dan berkecerdasan. Dalam visi ini menjadi jelas terang: hanya generasi manusia berperwatakan kukuh dan berkecerdasan andal menjaga merawat kelangsungan tatanan hukum alam semesta.
 
Tugas membentuk watak kuat dan kecerdasan tangguh anak ber-putra sasana, karena itu, bukan semata tugas kewajiban hidup para orangtua, tapi lebih daripada itu adalah tugas kesemestaan. Itu berarti, dapat menyumbangkan anak ber-putra sasana menjadi kebahagiaan utama hidup para orangtua, karena dengan begitu sejatinya si orangtua telah turut menyerahkan “saham” kemuliaan bagi sang Hidup dan alam semestaraya ini. Sebaliknya, andai sang orangtua lalai membentuk anak ber-putra sasana, maka itulah kegagalan dan kesalahan terbesarnya terhadap sang Hidup sekaligus alam semestaraya, karena anak lemah watak dan tiada berkecerdasan ini sangat potensial akan berlaku destruktif bagi sang Hidup maupun alam semestaraya seisinya.
 
Pada simpul itulah renungan filsof Kuan Tsu menemu relevansi dan urgensinya manakala dia mengingatkan, “Bila Anda hanya memprihatinkan keadaan setahun ke depan, cukuplah Anda taburkan benih. Jika Anda memprihatinkan keadaan sepuluh tahun mendatang, tanamlah sebatang pohon. Namun jika Anda memprihatinkan keadaan seratus tahun mendatang, berikanlah pendidikan yang benar kepada rakyat.”
 
Seratus tahun ke depan itulah panjang usia yang senantiasa dimohonkan para maharsi agung berpencerahan berkesadaran menyemesta dalam tradisi Veda, yang di Bali dibahasakan sebagai momentum siklus seabad: Ekadasa Rudra. Ini momentum tepat dan berkewajiban untuk dilakukan penataan ulang tatanan sosial, budaya, ekonomi, ekologi, hingga tradisi berkeagamaan oleh anak-anak generasi zaman masa depan. Anak-anak, karena itu, adalah energi peradaban masa depan yang mesti disiapkan dengan matang justru agar si anak zaman ini dapat mengendalikan perubahan dan menentukan peradaban masa depan dengan benar gemilang, bukan justru malah dikoyak-moyakkan perubahan liar tiada terkendali karena tidak berakar kukuh.
 
Untuk pematangan dan pengukuhan akar itulah maka anak-anak direbut sejak dalam kandungan, prenatal, bukan cuma prasekolah, dengan pengkalbuan sastra-gending sebagai representasi nada-nada semestaraya. Tahapan proses pematangan dan kematangan itu dimulai nun di hulu sejak pemilihan pasangan calon ayah-ibu, lalu hari-hari perintiman suami-istri, magedong-gedongan setelah janin berindera lengkap sempurna dalam guagarba sang ibu, penciptaan suasana lingkungan nan tenang, tiada riuh berisik. Lalu berlanjut sampai bayi lahir dengan tradisi dapetan penyambutan penuh syukur dengan rangkaian penanda momentum-momentum peralihan usia perkembangan syaraf-syaraf motorik (dari usia tanggal tali pusar, 42 hari abulan pitung dina, 105 hari telu bulan, 210 satu oton/satu semester, 630 hari telung oton/tiga semester), kognitif-afektif-psikis maupun ragawi (menek kelih, menek bajang).
 
Pada tahapan bayi hingga kanak-kanak usia 10 tahun itulah menjadi titik paling peka penempaan watak dan kecerdasan si anak zaman masa depan, sehingga pengkalbuan kepekaan rasa hati lewat gending rare menjadi penting —belakangan ilmiah medis Barat membuktikan urgensi dan relevansi efek musik Mozart pada pematangan watak dan kecerdasan anak. Dalan visi dan persepsi domestik Bali, gending di situ justru dipersamakan dengan sekar, bunga, dalam metafora maknawi kesegaran, keharuman, kemekaran, dan semacamnya, sebagaimana dapat disusuri dari persamaan istilah gending rare dengan sekar rare.
 
Dalam metafora sekar itu, rare (kanak-kanak) jadinya, adalah kemekaran harapan masa depan, seperti juga Kahlil Gibran memetaforakan sang anak layaknya anak panah yang melesat cemerlang ke masa depan, menjadi milik sang Hidup, bukan milikmu orangtua. Dalam konvensi keberaksaraan dan kebersastraan Bali lampau, sekar, puspa, bunga, menjadi simbolik kesegaran, keharuman, kesejatian, ketulusan, kemuliaan, bahkan juga kesuci-murnian sekaligus denyut tiada henti Sang Mahahidup Nan Tak Pernah Layu (puspa tan alum). Dalam imaji itulah rare diberikan pemahaman pemaknaan yang sublim, dari fisikal-ragawi sampai abstraksi kesemestaan, sebagaimana dimaksudkan kanda pat rare yang bertransformasi tiada henti dari fisik-ragawi catursanak berwadag air ketuban (yeh nyom), ari-ari, talenta, dan darah berlanjut ke bajang papah, bajang colong, bajang regek, dan bajang pusuh, hingga abstraksi-konsepsional energi meruang-mewaktu anta, preta, kala, dan dengen, dan seterusnya.
 
Proses pertumbuhan pematangan anak, karena itu, bukanlah tugas parsial, sebagian-sebagian, sepotong-sepotong, melainkan total-utuh sebagai holistic human building (HHB) ragawi-mental-psikis-rohani terus-menerus, dengan tetap mengapresiasi keunikan masing-masing anak. Dalam formula kakawin Nitisastra: balita hingga 10 tahun itu layaknya dewa-raja, sehingga patut dituruti maunya dengan sabar, telaten, mengikuti proses menjadikan mereka sesuai potensi uniknya. Ini adalah masa anak menikmati dunia bermain dengan sungguh-sungguh, pemekaran kreativitas, sehingga anak sepatutnya dibiarkan menjelajah alternatif ke ranah-ranah ruang baru, layaknya Marcopollo berlayar menemu daratan benua baru.
 
Usia 10 tahun, menjelang remaja, barulah anak mulai diajari aksara, dalam arti menimbang-nimbang pengertian baik-buruk, benar-salah, sehingga sang anak mesti dikendalikan dengan benar. Usia 16 tahun saatnya sang anak dijadikan sahabat karib, dididik dengan keteladanan, nayeng gita, karena saat itu sang anak sudah mulai bisa bersikap. Tahapan pola ajar dan pola asuh versi Nitisastra ini jelas mengedepankan keholistikan sekaligus keunikan sang anak lewat pertimbangan matang sisi organ ragawi, kognisi, afeksi, psikologi, kapasitas otak dan hati.
 
Tapi, ketika kini peran orangtua sebagai guru pertama kerap digantikan, dicuri, atau malah sengaja direlakan diserahkan dengan mudah pada media-media massal berkeseragaman, seperti televisi, selain guru-guru taman bermain, sekolah taman kanak-kanak, kerap dengan pengingkaran terhadap naluri alamiah bermain sang anak, pematangan itu tidak terelakkan justru dipercepat, tanpa pematangan holistik-utuh sang catursanak. Di Bali, itu menjadi kian gamang rapuh manakala proses yang semula bertahap dalam lingkup keluarga dari tanah natah umah, ke sosialisasi meluas natar dan wantilan pura serta kalangan bale banjar secara tiba-tiba dipotong tajam membabi-buta: tanah umah tanpa natah, natar dan wantilan pura kian sibuk dijadikan arena tajen, dan kalangan bale banjar yang berkeramik mengkilap pun disewakan sebagai tempat parkir kendaraan, pusat perdagangan, dan semacamnya, bukan buat penempaan pengakaran dan pemekaran kecerdasan budi anak. Padahal, media-media dan ruang-ruang sosialisasi dan pemekaran pencerdasan baru budi anak belum lagi diciptakan holistik-utuh.
 
Di mana ruang-ruang anak Bali baru berkesempatan mengalih generasi dalam peradaban masa depan, manakala siklus ngenteg linggih sebagai simbolik alih generasi saban 30 tahun itu pun tiada lagi beraturan? Peluang otonomi daerah yang memberi ruang seluas-luasnya bagi muatan lokal dalam kurikulum pendidikan di sekolah, apa mau dikata, kini baru “sukses” meriuhkan protes orangtua siswa anak sekolah, bukan menuai Marcopollo-Marcopollo yang berani menjelajah ke ranah-ranah ruang baru, seperti diteladankan putra-putri tradisi utama generasi Lempad, Tjokot, Gede Manik, Ketut Maria, Pan Wandres, Kyang Gliduh. Di tengah perseteruan internal Bali akut sejak abad ke-17 dan kian kuatnya arus penyeragaman Bali di segala sisi dan dimensi seabad terakhir, betapa penting arti ruang jelajah alternatif kreatif itu, sesungguhnya.
 
Ruang-ruang alternatif itulah sangat dipelitkan di Bali kini, dengan mantra melenakan “ajeg Bali”. Padahal, realitas senyata-nyatanya yang terjadi justru adalah ajeng Bali, karena kebanyakan orang tidak jejeg, mengabaikan anak-anak sebagai pemilik sah peradaban masa depan.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/10/ruang-anak-anak-peradaban-masa-depan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Jalal A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja Abdoel Moeis Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdullah Abubakar Batarfie Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Achdiat K. Mihardja Achiar M Permana Adek Alwi Adhi Pandoyo Adib Baroya Aditya Ardi N Adri Sandra Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus Buchori Agus Dermawan T. Agus Mulyadi Agus Prasmono Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Farid Yahya Ahmad Hasan MS Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Saifullah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alawi Al-Bantani Alfatihatus Sholihatunnisa Alfian Dippahatang Ali Audah Alim Bakhtiar Amie Williams Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amril Taufik Gobel An. Ismanto Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 AndongBuku #3 Andrea Hirata Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Ardi Wina Saputra Ardy Suryantoko Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arman A.Z. Arsyad Indradi Asarpin Ashimuddin Musa Asrul Sani Astuti Ananta Toer Atafras Audifax Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Azizah Hefni B Kunto Wibisono Bahrul Amsal Bambang Kempling Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bloomberg Bre Redana Budaya Budi Darma Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Candra Adikara Irawan Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres Cawapres 2019 Catatan Ceramah Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca CNN Indonesia Coronavirus COVID-19 D. Zawawi Imron Damiri Mahmud Darju Prasetya Darman Moenir Deddy Arsya Denny JA Denny Mizhar Devy Kurnia Alamsyah Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Didin Tulus Dien Makmur Din Saja Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dr. Hilma Rosyida Ahmad Dwi Cipta Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dyah Ayu Fitriana Ecep Heryadi Edy Suprayitno Eka Budianta Eka Kurniawan Elok Dyah Messwati Engkos Kosnadi Erdogan Erwin Setia Esai Esti Nuryani Kasam Evan Ys F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Faidil Akbar Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathul Qorib Fatkhul Anas Feby Indirani Felix K. Nesi Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fira Basuki Forum Santri Nasional (FSN) Frischa Aswarini Fuad Mardhatillah UY Tiba Fuad Nawawi Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Geger Riyanto Geguritan Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Guenter Grass Gus Ahmad Syauqi Gus tf Gusti Eka Habib Bahar bin Smith Haiku Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Han Gagas Hary B Koriun Hasan Basri Hasnan Bachtiar Heri Ruslan Herman Hesse Hertha Mueller Heru Kurniawan Hestri Hurustyanti Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu I Made Prabaswara I Made Sujaya IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Iksaka Banu Imam Jazuli Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Mahadi Indra Tjahyadi Irfan Afifi Irine Rakhmawati Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS J.S. Badudu Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jawa Timur Jean Marie Gustave le Clezio JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Jo Batara Surya John H. McGlynn Jordaidan Rizsyah Jual Buku Paket Hemat Juara 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jurnalisme Sastrawi K.H. Ma'ruf Amin Kadek Suartaya Kaheesa Kirania Putri Ayu Kahfie Nazaruddin Kalis Mardiasih Kamaluddin Ramdhan Kanti W. Janis Karanggeneng Kardono Setyorakhmadi Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Pantura (KBP) KetemuBuku Jombang KH. M. Najib Muhammad KH. Muhammad Amin (1910-1949) Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Abidin Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kodrat Setiawan Kompas TV Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopuisi Kostela Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L Ridwan Muljosudarmo L.K. Ara Lamongan Lan Fang Lawi Ibung Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukisan Lukman Lukman Santoso Az Lutfi Mardiansyah M Farid W Makkulau M. Faizi M.D. Atmaja Madrasah Aliyah Matholi'ul Anwar Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S Mahayana Manado Manneke Budiman Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Marsel Robot Martin Aleida Marwanto Mashuri Massayu Masuki M. Astro Masyhudi Media Seputar Pendidikan Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Mereka yang Menjerat Gus Dur MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Moh. Dzunnurrain Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Rafi Azzamy Mohammad Rokib Mohammad Yamin Muafiqul Khalid MD Much. Khoiri Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Antakusuma Muhammad Fikry Mauludy Muhammad Hafil Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Subarkah Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Muhyiddin Mukadi Mukani Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang E S Nara Ahirullah Naskah Teater Nezar Patria Noor H. Dee Nunus Supardi Nur Haryanto Nur Wachid Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Okky Madasari Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Pameran Lukisan Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS HB Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Tarmuzie Penculikan Aktivis 1988 Pendidikan Pengajian Pengarang kelahiran Lamongan Pentigraf Pepaosan Perbincangan Peringatan Hari Pahlawan 10 November Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pipiet Senja Politik Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Jokowi Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Santosa Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudlotul Immaroh Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Reuni dan Halal Bihalal Mts Putra-Putri Simo 1992 Ribut Wijoto Riki Antoni Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robin Al Kautsar Rodli TL Roland Barthes Rosi Rosihan Anwar RR Miranda Rumah Budaya Pantura (RBP) S. Jai S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Safitri Ningrum Sainul Hermawan Sajak Salman Aristo Sandiaga Uno Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Sastra Tasikmalaya (SST) Sarasehan dan Launching Buku Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Kuno Suku Sasak Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Satu Jam Sastra Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seni Gumira Ajidarma Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Pendidikan Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirdjanul Ghufron Siwi Dwi Saputro Slamet Rahardjo Rais Soediro Satoto Soekarno Soeparno S. Adhy Soesilo Toer Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Handi Lestari Sri Wintala Achmad STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sujatmiko Sukarno Suminto A. Sayuti Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahrudin Attar Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Sylvianita Widyawati Tangguh Pitoyo Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teater nDrinDinG Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tias Tatanka Timur Sinar Suprabana Titi Aoska Tiyasa Jati Pramono Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Toni Masdiono Tri Broto Wibisono TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Jember Universitas Negeri Jember Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyu Aji Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Wiji Thukul Wildan Nugraha Wildana Wargadinata Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Herwibowo Yuditeha Yusri Fajar Yuval Noah Harari Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zara Zettira ZR Zehan Zareez Zuhdi Swt